Memahami Aturan YouTube soal Konten Prank YouTuber

29 November 2019 6:59 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi YouTube. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi YouTube. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ini, ada satu isu yang konsisten dibahas oleh pengguna Twitter di Indonesia. Isu tersebut adalah mengenai prank YouTuber ke driver ojek online (ojol) yang telah menjadi tren di YouTube.
ADVERTISEMENT
Setiap YouTuber yang melakukan prank ke driver ojek online berbagi kesamaan ide satu sama lain. Mereka berpura-pura memesan makanan dalam jumlah mahal, berpura-pura tak memesannya, dan membayarnya serta memberi hadiah setelah menunjukkan rasa sedih pengemudi ojek online.
Konten semacam itu kemudian dikritik banyak orang karena dianggap tak manusiawi. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, para pengguna Twitter mengecam bahwa konten prank ini hanya mengeksploitasi emosi driver ojek online demi popularitas dan viewers.
kumparan sudah mencoba meminta tanggapan Google Indonesia atas tren prank ini. Sayangnya, mereka masih enggan untuk berkomentar lebih lanjut.
Ilustrasi menonton YouTube. Foto: Shutter Stock
Hukuman untuk prank yang keterlaluan
Meski YouTube masih enggan berkomentar banyak mengenai isu ini, mereka sebenarnya sudah punya kebijakan yang berkaitan dengan prank yang keterlaluan. Kebijakan ini tertera di dalam halaman web bantuan YouTube dan sudah diunggah sejak 29 Januari 2019.
ADVERTISEMENT
Dalam kebijakan tersebut, YouTube dapat menghapus konten prank yang dianggap sudah kelewat batas. Adapun yang bakal dihapus oleh YouTube hanyalah kontennya saja, dan bukan akun yang bersangkutan.
Ilustrasi menonton YouTube. Foto: Shutter Stock
Lantas, konten prank macam apa yang dianggap sudah kelewat batas oleh YouTube?
“Kami telah memperjelas bahwa kebijakan kami yang melarang konten berbahaya dan berbahaya juga meluas ke prank yang dianggap berbahaya oleh cedera fisik serius. Kami tidak mengizinkan lelucon yang membuat para korban percaya bahwa mereka dalam bahaya fisik yang serius,” jelas YouTube, dalam blog mereka.
“Kami juga tidak mengizinkan lelucon yang menyebabkan anak-anak mengalami tekanan emosi yang parah, yang berarti sesuatu yang sangat buruk sehingga bisa membuat anak itu trauma seumur hidup."
Ilustrasi menonton YouTube. Foto: Shutter Stock
Untuk kriteria yang terakhir itu, tidak jelas apakah konten prank terhadap pengemudi ojek online bakal masuk ke dalam kategori prank yang kelewat batas. Pasalnya, YouTube hanya memperhatikan tekanan emosi pada anak-anak, dan bukan orang dewasa.
ADVERTISEMENT
YouTube hanya memberikan contoh bahwa konten prank yang dapat memberikan tekanan emosional kepada anak-anak adalah konten prank yang mengandung ‘kematian palsu dari orang tua atau pengabaian parah atau mempermalukan kesalahan seseorang.’
Platform video sharing tersebut juga menambahkan bahwa mereka bakal melakukan strike bagi pengguna yang meng-upload ulang konten prank dan membuat konten reaksi atas prank yang kelewat batas. Mereka juga menyediakan waktu banding (appeal) selama 30 hari bagi pengguna yang merasa tak melanggar kebijakan YouTube.