Mengapa Batasan Umur 17 Tahun untuk Medsos Perlu?

12 Desember 2020 10:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak main smartphone.  Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak main smartphone. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengumumkan rencana pembatasan usia pengguna media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Instagram menjadi 17 tahun.
ADVERTISEMENT
Rencana pembatasan usia pengguna medsos sejatinya tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Data Pribadi (RUU PDP) yang diajukan Kominfo. Ide ini pada dasarnya hendak mengadopsi General Data Protection Regulation (GDPR) atau Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Eropa yang menerapkan batasan usia 16 tahun bagi para pengguna medsos.
Indonesia sendiri memilih batas umur yang lebih tinggi dari GDPR. Meski batas usia anak di Indonesia sering berbeda di setiap peraturan, namun umumnya batas usia anak adalah 17 tahun, seperti yang ditetapkan dalam UU Administrasi Kependudukan dalam mengatur kepemilikan kartu identitas.
Di bawah usia itu, pengguna media sosial harus memiliki persetujuan dari orang tua. Dengan demikian, secara praktis anak di bawah umur bakal memiliki tahapan yang lebih banyak ketika hendak membuat akun media sosialnya.
ADVERTISEMENT
“Indonesia melalui RUU (PDP) ini mengusulkan batasannya 17 tahun, di bawah usia itu harus ada persetujuan dari orang tua. Orang tua harus terlibat,” kata Samuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, sebagaimana dikutip Antara.

Alasan Kominfo: Komunikasi orang tua dan anak

Menurut Samuel, batasan usia pengguna medsos diperlukan agar ada keterlibatan dan komunikasi antara anak dan orang tua sebelum masuk media sosial. Ia khawatir, jika tidak ada persetujuan dari orang tua, komunikasi anak dan orang tua bisa terganggu.
“Memang ini menyulitkan, tapi kalau tidak begitu, nanti terputus hubungan anak dengan orang tua karena anak membuat dunianya sendiri, begitupun sebaliknya,” kata Samuel.
Ilustrasi anak main PUGB. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
Rancangan Undang-Undang PDP nantinya akan memuat hak dan kewajiban bagi pemilik data pribadi, pemrosesan dan pengumpulan data pribadi, dan otoritas yang mengawasi perlindungan data pribadi.
ADVERTISEMENT
Nantinya, data milik anak di bawah usia 17 tahun akan diperlakukan secara khusus dan masuk klasifikasi spesifik atau sensitif. Perlakuan data anak di bawah usia 17 tahun akan sama dengan data biometrik, yang mana akan dilindungi enkripsi dan tidak bisa digunakan untuk tujuan pemasaran atau marketing.
Lebih lanjut, Samuel mengajak kerja sama dari orang tua untuk melindungi data pribadi meski nantinya akan ada aturan mengenai data pribadi anak. Ia menyarankan agar anak yang belum cukup usia untuk tidak dibuatkan akun media sosial. Sebab, kata Samuel, di ruang digital anak akan berinteraksi dengan orang yang usianya terpaut lebih tua.

Psikolog dukung batasan umur, minta Kominfo fokus pada PDP saja

Psikolog anak dan remaja sekaligus pengelola sekolah Bestariku, Alzena Masykouri, sepakat dengan keputusan Kominfo untuk membatasi umur pengguna media sosial. Namun, ia menilai bahwa Kominfo mestinya hanya berfokus pada perlindungan data pribadi saja.
ADVERTISEMENT
“Menurut saya, sebaiknya Kominfo tetap mempertahankan argumennya pada ranah penggunaan data pribadi,” kata Alzena dalam sebuah surel tanggapan kepada kumparanTECH, Jumat (11/12), yang merujuk argumen Samuel terkait keterlibatan komunikasi orang tua dan anak.
Menurut Alzena, argumen Semuel yang menyebut batasan usia perlu agar komunikasi orang tua dan anak tidak terganggu kurang tepat. Sebab, “fungsi kontrol dan pemahaman akan dunia digital bukan terbatas pada usia saja,” kata dia. Artinya, tanpa ada regulasi batasan umur atau tidak, orang tua memang harus berkomunikasi dan mendidik anak agar menjadi individu yang bertanggung jawab di dunia maya.
Ilustrasi Youtube Foto: Reuters/Beawiharta
Meski Alzena menilai bahwa argumen Semuel tidak tepat, ia mendukung rencana batasan umur tersebut. “Apalagi bila alasannya adalah mengenai perlindungan data pribadi,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Selain GDPR yang hendak diadopsi Kominfo, sebenarnya ada satu peraturan di belahan dunia lain yang membatasi umur pengguna media sosial. Peraturan tersebut, yang dinamakan Children's Online Privacy Protection Act (COPPA) dan berlaku di AS, menerapkan usia 13 tahun sebagai batas minimum dan tetap dalam pengawasan orang tua.
Keduanya sama-sama berfokus pada keamanan data pribadi anak di bawah umur. Tujuan kedua peraturan tersebut adalah untuk melindungi anak dari paparan konten yang bersifat harmful dan penyalahgunaan data pribadi anak.
“Sama saja seperti anjuran usia minimum untuk mainan atau buku bacaan yang tercantum pada produk. Semuanya berfungsi sebagai saran atas kebutuhan dari konsumen,” kata Alzena.

Demi perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak

Sejak pertama kali diumumkan Kominfo ke publik, rencana batasan usia medsos langsung ramai diperbincangkan publik. Namun, menurut Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi, sebenarnya kita selama ini memaknainya secara sempit.
ADVERTISEMENT
“Materi mengenai batasan usia anak dalam RUU Perlindungan Data Pribadi, tidak semata-mata terkait dengan penggunaan media sosial, tetapi keseluruhan pemrosesan data pribadi yang melibatkan data anak, baik yang diproses oleh pengendali data yang berasal dari sektor publik maupun privat,” kata koalisi tersebut, yang berisi LSM dan organisasi sipil, dalam keterangan resminya.
com-Ilustrasi anak yang asik dengan smartphone-nya. Foto: Shutterstock
Koalisi menilai, sebenarnya ada dua prinsip yang mesti diatur pemerintah dalam membuat batasan usia pengguna di bawah umur. Yang pertama adalah prinsip perlindungan bagi anak dan yang kedua adalah kepentingan terbaik bagi anak.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), yang merupakan anggota koalisi tersebut, kelompok usia 13 hingga 17 tahun menempati peringkat ketiga sebagai populasi pengguna media sosial terbanyak di Indonesia. Selain itu, anak-anak juga menjadi salah satu populasi terpenting dalam pengembangan berbagai layanan berbasis pemrosesan data pribadi mulai dari perusahaan pembuatan mainan untuk anak hingga layanan internet berbasis user-generated content seperti Youtube, TikTok, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
“Situasi tersebut telah mendorong berbagai negara di dunia untuk lebih mencermati ketentuan mengenai pemrosesan data pribadi anak, yang bertujuan untuk melindungi anak dari paparan konten yang bersifat harmful dan penyalahgunaan data pribadi anak,” kata koalisi.
Koalisi mengatakan, meski usulan batasan usia anak telah muncul, sayangnya RUU PDP belum memiliki rumusan yang secara khusus mengatur perlindungan khusus dalam pemrosesan data anak (the protection of minors). Mereka menyayangkan data anak dikualifikasikan sebagai data pribadi yang bersifat spesifik.
GDPR, misalnya, memperolehkan pemrosesan data pribadi terhadap individu yang berumur 13-16 tahun selama memperoleh persetujuan langsung dari subjek data melalui orang tua atau wali anak. Izin serupa juga diberikan COPPA di AS dengan batas 13 tahun dan regulasi di Thailand dengan batas 10 tahun.
ADVERTISEMENT
Koalisi menilai, penentuan batas usia anak dalam RUU PDP mesti menekankan kepentingan terbaik dan hak-hak anak, seperti yang dijamin oleh Konvensi tentang Hak Anak-anak dan telah diratifikasi dalam Kepres No. 36 Tahun 1990.
“Dengan pertimbangan tersebut tentunya menjadi tidak tepat menempatkan data anak sebagai bagian dari data pribadi yang bersifat spesifik, karena pada kenyataannya data anak tidak dilarang. Sepanjang memperhatikan sejumlah ketentuan khusus yang bertujuan untuk melindungi anak (perlindungan anak di bawah umur) dari berbagai bentuk eksploitasi data pribadi, seperti keharusan adanya persetujuan tegas (persetujuan eksplisit) dari anak melalui orang tua atau walinya, dan sejumlah prasyarat pendukung lainnya, sesuai dengan prinsip-prinsip keabsahan data pribadi,” kata Koalisi.
“Ketentuan yang lebih khusus tentang data anak sangat penting sekali untuk menegakkan perlindungan bagi anak dan mendorong tanggungjawab yang berlapis kepada pengendali maupun pemroses data.”
ADVERTISEMENT