Segala Hal tentang Pemblokiran Internet di Papua

5 September 2019 12:57 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konser Budaya Masyarakat Papua di Bundaran HI, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konser Budaya Masyarakat Papua di Bundaran HI, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah 14 hari sejak tanggal 21 Agustus 2019, masyarakat di Papua dan Papua Barat akhirnya dapat mengakses internet kembali. Pemerintah Indonesia mulai membuka akses internet secara bertahap di Papua dan Papaua Barat mulai Rabu pukul 23.00 WIT atau 21.00 WIB.
ADVERTISEMENT
Langkah pemerintah mulai membuka akses internet karena situasi di dua wilayah tersebut sudah dianggap kondusif. Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ferdinandus Setu menjelaskan, pembukaan akses internet di Papua dan Papua Barat dilakukan setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum atau keamanan.
"Pembukaan kembali blokir atas layanan data di sejumlah besar wilayah Papua dan Papua Barat mempertimbangkan situasi keamanan di wilayah-wilayah tersebut sudah pulih atau normal serta mempertimbangkan sebaran informasi hoaks," jelasnya dalam siaran pers yang diterima kumparan, Rabu (5/9).
Dengan adanya kebijakan ini, maka jaringan telekomunikasi data yang dioperasikan oleh operator seluler, secara otomatis akan berangsur pulih. kumparan mencoba merangkum kejadian pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat.
ADVERTISEMENT
1. Melambatkan akses, lalu blokir internet
Kerusuhan di beberapa wilayah di Papua pada Senin, 19 Agustus 2019, sempat membuat Kominfo melakukan throttling atau perlambatan akses/bandwidth. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran hoaks yang menjadi pemicu aksi massa saat terjadi tindak anarkis di beberapa wilayah di Papua.
Gedung GraPARI Telkomsel Jayapura dibakar massa, Kamis (29/8). Foto: Dok. Bumi Papua
Setelah melambatkan akses, kemudian Kominfo memutuskan memblokir akses data atau internet milik operator seluler di Papua dan Papua Barat pada Rabu (21/8), setelah kerusuhan kembali terjadi di wilayah itu. Ferdinandus mengatakan, Kominfo telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk melakukan pemblokiran sementara akses internet ini.
2. Jaringan telepon dan SMS sempat terganggu
Selama masa pemblokiran internet lalu, sempat ada gangguan jaringan telepon dan SMS di Papua. Menteri Kominfo Rudiantara menegaskan, bahwa pemerintah Indonesia tidak membatasi akses telekomunikasi telepon seluler (layanan suara) dan SMS di Papua dan Papua Barat pada Kamis (29/8).
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, jaringan telekomunikasi telepon seluler dan SMS di Papua terganggu karena ada pihak yang memotong kabel utama jaringan optik Telkomsel yang mengakibatkan matinya seluruh layanan telekomunikasi di beberapa wilayah Jayapura.
"Telkomsel sedang berusaha untuk memperbaiki kabel yang diputus atau melakukan pengalihan trafik agar layanan suara dan SMS bisa segera difungsikan kembali. Kami juga sudah koordinasi dengan Polri atau TNI untuk membantu pengamanan perbaikan di ruang terbuka," terangnya.
Selain pemutusan jaringan kabel milik Telkomsel, pemadaman listrik akibat kerusuhan yang terjadi di Papua juga mengakibatkan gangguan jaringan operator seluler lainnya, yakni Indosat Ooredoo dan XL Axiata. Namun semuanya telah kembali normal.
3. Pemblokiran banyak diprotes
Aksi pemerintah memblokir akses internet di Papua dan Papua Barat mendapatkan penolakan dari masyarakat dan lembaga. Gelombang protes terhadap pemblokiran internet di Papua datang dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Dewan Pers, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga Komisi Penyiaran Indonesia.
ADVERTISEMENT
Anggota Dewan Pers, Anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhar mengatakan, pemblokiran itu membuat masyarakat semakin kebingungan karena tak bisa mengakses informasi.
"Kalau internet dibuka, biarin saja informasi berkembang. Masyarakat 'kan sekarang sudah lebih paham, mereka mencari informasinya ke media mainstream yang reliable dan teruji," ujarnya.
Anggota Dewan Pers Ahmad Djauhar usai menghadiri audiensi dengan pihak KSP terkait kondisi di Papua. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
Djauhar malah menekankan informasi yang diperoleh dari mulut ke mulut justru jauh lebih berbahaya, ketimbang harus mengetahui informasi dari internet.
"Kalau di lapangan kita lihat, mungkin massa yang bergerak tidak well informed. Bisa saja di saat chaos seperti ini yang berkembang isu dan sebagainya. Mereka mungkin tidak memperoleh informasi yang jernih," lanjut dia.
Hal serupa juga diungkapkan Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar. Menurutnya, tindakan Kominfo dengan membatasi akses internet di dua provinsi itu bertentangan dengan konstitusi.
ADVERTISEMENT
"Pemberlakuan internet shutdown di Papua merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara Indonesia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945 dan Pasal 19 Deklarasi Umum HAM," kata Wahyudi.
4. Banyak hoaks dari akun Twitter asing
Keputusan pemerintah menutup akses internet di Papua dan Papua Barat dilatarbelakangi oleh banyak hoaks dan penyebaran konten-konten provokatif. Hal ini adalah buntut kerusuhan yang pecah di sejumlah titik di Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus 2019.
Menteri Kominfo Rudiantara membeberkan berbagai sumber hoaks seputar kondisi dan situasi Papua yang kebanyakan bersumber dari Twitter. Rudiantara bahkan menyebut hoaks-hoaks itu berasal dari salah satu negara di Eropa.
"Yang paling banyak salah satu negara Eropa, tapi kami mencatat ada 20 negara lebih," kata Rudiantara di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Selasa (3/9).
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Rudiantara menyebut hoaks yang muncul dari negara Eropa itu belum tentu berasal dari akun Twitter warga negara setempat. Kominfo mencatat ada ratusan ribu URL (Uniform Resource Locator) yang digunakan untuk menyebarkan hoaks soal kondisi di Papua. Hoaks tersebut kemudian di-mention oleh akun-akun lain sehingga menyebar secara luas.
"Kalau kita bicara angka, sampai kemarin (2 September 2019) sudah ada 550.000 URL. Itu kanal yang digunakan untuk menyebarkan hoaks, paling banyak Twitter, itu saja. Dan dari 550 ribu original account yang posting, yang mention itu ada 100 ribuan lebih," jelas Rudiantara.
5. Alasan Kominfo blokir internet, bukan tutup akses medsos
Sebelum pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, Kominfo juga sempat melakukan pelambatan akses media sosial pasca kerusuhan di Bawaslu pada Mei 2019 lalu. Mengapa Kominfo tidak melakukan hal yang sama di Papua untuk melambatkan akses media sosial?
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberi sambutan di peluncurkan program Digital Talent Scholarsip "SIMONAS" Jakarta, Kamis (5/9). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Dijelaskan oleh Menkominfo Rudiantara, saat ini belum ada teknologi yang bisa membatasi akses media sosial saja di Papua dan Papua Barat. Apabila hal itu dilakukan, maka akan berimbas pada daerah lainnya.
ADVERTISEMENT
"Masalahnya di teknologi. Di sana tidak bisa dilakukan pembatasan media sosial saja, tidak bisa secara regional. Kalau dilakukan hanya ingin medsos, maka akan berdampak pada daerah lainnya," jelasnya.
Sebelum melakukan pemblokiran internet total di Papua dan Papua Barat, Kominfo menerapkan kebijakan blokir hanya layanan internet seluler saja. Pada saat itu, masyarakat Papua masih bisa mengakses internet melalui akses jaringan fixed line, seperti Indihome.
6. Buka blokir internet bertahap
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tidak secara langsung membuka akses internet di Papua dan Papua Barat. Ada beberapa wilayah yang masih belum bisa mengakses internet dan akan tetap dipantau situasi di sana, sehingga dinilai telah kondusif.
Berikut adalah daerah-daerah yang telah dilakukan pembukaan blokir atas layanan data atau internet, sejak Rabu (4/9) malam. Ada 19 Kabupaten di Provinsi Papua, yakni: Keerom, Puncak Jaya, Puncak, Asmat, Boven Digoel, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Intan Jaya, Yalimo, Lanny Jaya, Mappi, Tolikara, Nduga, Supiori, Waropen, Merauke, Biak, Yapen, dan Kabupaten Sarmi.
Suasana kericuhan saat aksi massa dibubarkan oleh petugas kepolisian di Jayapura, Papua. Foto: ANTARA FOTO/Dian Kandipi
Sementara itu, layanan internet masih diblokir di 10 kabupaten lain di Provinsi Papua, meliputi Kabupaten Mimika, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Numfor, Kota Jayapura, Yahukimo, dan Nabire. Pembukaan akses internet masih menunggu situasi kembali normal dalam satu atau dua hari ke depan.
ADVERTISEMENT
Pembukaan blokir atas layanan data juga dilakukan di 10 kabupaten di wilayah Provinsi Papua Barat, yakni Fakfak, Sorong Selatan, Raja Ampat, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, Tambrauw, Maybrat, Manokwari Selatan, dan Pegunungan Arfak.
Kemudian untuk Kota Sorong, Kabupaten Sorong, dan Kota Manokwari, akan terus dipantau situasinya dalam satu atau dua hari ke depan.
Pemerintah mengimbau agar warga tidak menyebarkan informasi hoaks, kabar bohong, ujaran kebencian, hasutan, dan provokasi melalui media apapun termasuk media sosial, agar proses pemulihan kembali internet berlangsung cepat di seluruh wilayah Papua dan Papua Barat.