Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pemerintah di era Presiden Joko Widodo terus mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor digital, namun di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, mengatakan bahwa Indonesia masih kekurangan talenta digital. Dia bilang Indonesia butuh tambahan 600.000 talenta digital setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan survei terbaru, sebanyak 56 persen responden dari 150.000 orang lulusan studi teknologi informasi (TI) di Indonesia, saat ini telah berkarier di perusahaan. Sementara 44 persen lainnya masih bekerja lepas, atau belum kerja tetap di perusahaan.
Data di atas merupakan survei pada April 2019 yang dilakukan oleh Dicoding , sebuah startup penyedia platform belajar pemrogram komputer. Dicoding melakukan survei ini terhadap 150.000 orang lulusan teknologi informasi berusia 21 sampai 22 tahun yang ada di 460 kota dan kabupaten Indonesia.
Tingginya persentase lulusan TI yang belum terserap oleh industri ini, menurut catatan Dicoding, salah satunya disebabkan oleh tertinggalnya kemampuan teknis yang dimiliki para lulusan TI di Indonesia. Hal lain, para lulusan ini dinilai belum sesuai dengan kebutuhan terkini di industri.
Pendiri sekaligus CEO Dicoding, Narenda Wicaksono, berpendapat, para pemangku kepentingan industri teknologi informasi di Indonesia harus lebih agresif mengakselerasi keterampilan sumber daya manusia di bidang TI demi memenuhi kebutuhan talenta digital. Kementerian Perindustrian mencatat, Indonesia membutuhkan sebanyak 17 juta talenta yang melek teknologi pada 2030 untuk menjadi pemain besar dalam ekonomi digital.
ADVERTISEMENT
"Fakta ini menunjukkan bahwa kita perlu upaya kolaboratif dan kerja sama dari berbagai pihak di sektor industri, pendidikan, dan pemerintah," kata Narenda, ketika berbicang dengan kumparan, Rabu (15/3). "Hal ini bertujuan agar talenta digital Indonesia mampu berdaya saing global, sesuai dengan kebutuhan industri, serta mumpuni menjadi penggerak perekonomian digital."
Dicoding, sebagai pemangku kepentingan yang menyediakan platform belajar coding, mengambil langkah untuk bermitra dengan perusahaan nasional maupun global dalam penyediaan kurikulum pemrograman terkini.
Narenda bilang, Dicoding telah bermitra dengan Google, Amazon Web Services, sampai Microsoft, untuk mengikuti teknologi terkini yang disediakan oleh tiga pemain besar itu. Dicoding juga bermitra dengan perusahaan telekomunikasi Telkomsel sampai Indosat Ooredoo, hingga Badan Ekonomi Kreatif dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk mencetak talenta yang memiliki sertifikat ahli pemrograman.
Dicoding juga mengklaim menyediakan tarif terjangkau untuk memberi sejumlah pelatihan online bahasa pemrograman atau teknologi tertentu untuk menjamin kemudahan belajar dan akses bagi siapa saja.
ADVERTISEMENT
Faktor biaya sering jadi kendala bagi talenta muda dalam mempelajari suatu teknologi, dan oleh karenanya Dicoding mengambil langkah untuk menyediakan beasiswa yang merupakan hasil kemitraan business-to-business (B2B).
"Program beasiswa diharapkan turut berperan dalam pemerataan kesempatan belajar bagi developer sekaligus menumbuhkembangkan ekosistem digital yang kuat di Indonesia," tutur Narenda.
Erma Susanti, seorang dosen ilmu komputer Institut Sains dan Teknologi Akprind di Yogyakarta, mengaku sebagai pihak yang sangat terbantu oleh keberadaan Dicoding. Dia berpendapat Dicoding adalah lembaga ahli dalam bidang pemrograman komputer, tetapi pembelajaran yang diberikan bisa diterima oleh orang awam dan sangat detail tahap per tahapnya.
Erma telah mengikuti empat kelas belajar pemrograman online di Dicoding yang dimulai pada 2017. Dia telah memegang sertifikat lulusan Android Expert, Kotlin Android Developer Expert, dan Progressive Web App (PWA). Kini dia sedang mempelajari Microsoft Azure.
ADVERTISEMENT
"Hal yang saya suka dari Dicoding adalah mereka bisa mengajarkan secara step by step. Ini sangat mudah dipahami oleh pemula. Ada modul dalam bahasa Indonesia juga," kata Erma, yang merupakan lulusan S2 Ilmu Komputer di Universitas Gadjah Mada.
Materi yang ia dapat dari Dicoding kemudian diterapkan dalam kegiatan belajar di kampus, untuk mengisi kesenjangan antara kurikulum kuliah dengan kebutuhan industri.