5 Tradisi Unik Perayaan Idul Adha di Berbagai Daerah

20 Juli 2021 14:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar tradisi Grebeg Besar Dal 1952 Jawa pada perayaan Idul Adha di Yogyakarta, Rabu (22/8/2018). Foto:  Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar tradisi Grebeg Besar Dal 1952 Jawa pada perayaan Idul Adha di Yogyakarta, Rabu (22/8/2018). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Bagi umat muslim, Hari Raya Idul Adha adalah hari besar keagamaan yang selalu ditunggu-tunggu. Tahun ini, Hari Raya Idul Adha jatuh pada 20 Juli 2021. Namun, sayangnya di tengah pandemi sekaligus penerapan PPKM Darurat, berbagai perayaan tradisi Idul Adha terpaksa ditiadakan.
ADVERTISEMENT
Waktu yang bertepatan dengan datangnya “musim haji” ini, menjadi momen yang pas untuk menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Hari Raya Idul Adha identik dengan menyembelih hewan kurban berupa sapi, kambing, atau domba, dan membagikan dagingnya kepada orang-orang yang kurang mampu.
Namun, ternyata, ada beberapa daerah yang memiliki tradisi khusus saat Idul Adha, lho. Tradisi ini sangat beragam, bisa dilaksanakan sebelum dan sesudah Idul Adha.
Berikut tradisi Idul Adha di berbagai daerah di Indonesia:

1. Apitan di Semarang

Petugas Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Provinsi Banten memeriksa hewan kurban domba di Pasar Hewan Cipocok, Serang, Banten, Sabtu (10/7/2021). Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA FOTO
Apitan merupakan tradisi yang digelar sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi yang diberikan oleh Yang Maha Esa.
Di Semarang, tradisi ini biasa diawali dengan pembacaan doa dilanjutkan dengan arak-arakan hasil tani, ternak, dan nantinya hasil tani yang diarak ini akan diambil secara berebutan oleh masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini dipercaya menjadi tradisi wajib para Wali Songo dulu sebagai bentuk ungkapan rasa syukur di perayaan Idul Adha. Tak hanya gunungan berupa hasil tani atau arak-arakan ternak, siapa pun yang menyaksikan tradisi Apitan ini juga akan disuguhkan dengan hiburan khas kearifan lokal.

2. Tradisi Manten Sapi di Pasuruan

Ilustrasi sapi untuk kurban. Foto: Anis Efizudin/ANTARA FOTO
Tradisi Manten Sapi merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Pasuruan. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada hewan kurban yang akan disembelih.
Menariknya, sebelum dikurbankan, sapi-sapi tersebut akan didandani secantik mungkin bak pengantin. Hewan tersebut juga dikalungkan bunga tujuh rupa, lalu dibalut dengan kain kafan, serban, dan sajadah. Pada tradisi ini, kain kafan menjadi tanda kesucian orang yang berkurban.
ADVERTISEMENT
Setelah didandani, semua sapi akan diarak menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban. Setelah diarak dan dan disembelih, daging kurban tersebut akan diolah dan disantap bersama-sama oleh warga.

3. Tradisi Grebeg Gunungan di Yogyakarta

Abdi Dalem Keraton Yogyakarta membawa gunungan keluar dari keraton saat Grebeg Besar 1440 H di Keraton Yogyakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Tradisi Grebeg Gunungan yang dirayakan oleh masyarakat Yogyakarta ini, sepintas hampir mirip dengan tradisi Apitan dari Semarang. Warga muslim Yogyakarta akan mengarak hasil bumi dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman.
Arak-arakan hasil bumi ini berjumlah 3 buah gunungan yang tersusun dari rangkaian sayur-mayur dan buah. Di Yogyakarta, tradisi ini dilaksanakan setiap hari besar agama Islam.
Grebeg Syawal dilaksanakan saat Idul Fitri, sedangkan tradisi Grebeg Gunungan dilaksanakan pada perayaan Idul Adha. Masyarakat setempat percaya, apabila berhasil mengambil hasil bumi yang disusun dalam bentuk gunungan, bisa mendatangkan rezeki.
ADVERTISEMENT

4. Tradisi Gamelan Sekaten di Cirebon

Abdi dalem dan kerabat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo membawa gamelan sekaten Kiai Guntur Madu dan kiai Guntur Sari saat kirab menuju Masjid Agung Solo, Jawa Tengah, Selasa (13/11/18) Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Terdapat sebuah tradisi perayaan Idul Adha dari Cirebon yang dipercaya merupakan dakwah dari Sunan Gunung Jati sebagai penyebar agama Islam di tanah Cirebon. Tradisi ini disebut tradisi Gamelan Sekaten yang selalu dibunyikan setiap perayaan hari besar agama Islam yaitu, Idul Fitri dan Idul Adha.
Alunan Gamelan yang berada di sekitar area Keraton Kasepuhan Cirebon, menjadi penanda bahwa umat Muslim di Cirebon merayakan hari kemenangan. Rangkaian Gamelan dibunyikan sesaat setelah sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

5. Tradisi Meugang di Aceh

Warga memilih daging sapi pada perayaan tradisi Meugang Ramadhan 1442 H di pasar tradisional Lhokseumawe, Aceh, Senin (12/4/2021). Foto: Rahmad/Antara Foto
Jika perayaan hari besar agama Islam akan tiba, banyak sekali pedagang daging akan menjajakan daging-daging segar yang digantung dan bisa dibeli oleh penduduk Aceh. Tradisi Meugang yang berasal dari kata Makmeugang, adalah tradisi yang sangat familiar untuk masyarakat Aceh terutama di saat hari-hari besar keagamaan.
ADVERTISEMENT
Tradisi Meugang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan identik dengan makan daging sapi atau kerbau bersama yang diolah dengan beraneka ragam masakan. Sejarah Meugang awal diselenggarakan pada masa kerajaan Aceh dengan memotong hewan dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat.
Tradisi ini merupakan ungkapan syukur atas kemakmuran tanah Aceh dan sampai saat ini tetap dilestarikan oleh seluruh masyarakat Aceh saat menyambut hari-hari besar suci umat islam.
ADVERTISEMENT
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona).