news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

8 Tradisi Unik yang Hanya Ada di Indonesia: Potong Jari hingga Bersihkan Mayat

14 Juli 2020 7:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perang Topat Lombok Barat Foto: Antarafoto/Ahmad Subaidi
zoom-in-whitePerbesar
Perang Topat Lombok Barat Foto: Antarafoto/Ahmad Subaidi
ADVERTISEMENT
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang masing-masing memiliki budaya dan tradisi berbeda-beda. Beberapa tradisi merupakan warisan dari nenek moyang yang sudah dilakukan sejak dahulu kala dan tentunya mengandung unsur-unsur aneh menggelitik nan sulit dipercaya nalar.
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak tradisi di Indonesia, ada beberapa di antaranya yang terlihat unik bahkan terkesan ekstrem yang membuat bergidik ngeri. Berikut delapan tradisi unik di Indonesia, mulai dari menggoreng telur di atas perut hingga mengantarkan roh leluhur.

1. Debus, Banten

Aksi Paguyuban Debus Banten. Foto: Antara/Asep Fathrulrahman
Tradisi Debus merupakan tradisi yang terkenal di daerah Banten, Jawa Barat. Debus sering menjadi ajang pertunjukan bagi masyarakat di Banten. Tradisi ini terbilang ekstrem karena aksi yang melukai diri sendiri.
Seni tradisional debus dilakukan melalui berbagai macam atraksi, seperti memecahkan buah kelapa dengan cara dibenturkan ke kepala sendiri, menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala, menyayat tubuh dengan senjata tajam, hingga membakar tubuh dengan minyak tanah.
Selain itu, kesenian debus dikenal sebagai tradisi yang mengandung unsur mistis dan syarat dengan ajaran spiritual agama. Hal itu tercermin pada saat sebelum permainan dilakukan, terlebih dahulu dimulai dengan berbagai ritual atau doa, dengan maksud meminta perlindungan dan keselamatan kepada Allāh SWT.
Tradisi Debus, Banten Foto: Shutter stock
Dalam sejarahnya, tradisi debus tidak bisa dipisahkan dengan ilmu tarekat yang berkembang di Banten, karena tradisi ini ditengarai bersumber dari ajaran beberapa tarekat. Sultan Hasanudin sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan kesenian ini adalah penganut ajaran Tarikat al-Rifa'iyah, sebagaimana juga dianut oleh mayoritas para penyebar agama Islam di Banten.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangannya, debus sebagai suatu kesenian tradisional khas Banten menjadi tradisi kesenian keagamaan yang begitu pesat, dan banyak dimainkan oleh masyarakat Banten, bahkan hingga sekarang ini. Di samping itu, tradisi debus dikenal tidak hanya di Provinsi Banten semata, melainkan juga dikenal di banyak daerah di Indonesia.

2. Ma’Nene, Tana Toraja

Para anggota keluarga sedang mengganti pakaian jasad leluhur Foto: Shutter Stock
Tana Toraja, Sulawesi Selatan merupakan salah satu destinasi yang bisa kamu kunjungi untuk melihat keberagaman budaya Indonesia. Salah satu tradisi yang paling unik di Tana Toraja adalah Ma'Nene.
Ritual unik dan misterius ini merupakan kegiatan membersihkan jasad para leluhur yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu. Walaupun saat ini ritual tersebut sudah jarang dilakukan, beberapa daerah seperti Desa Pangala dan Baruppu masih rutin melaksanakan ritual tersebut setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Upacara ritual yang dilaksanakan setiap bulan Agustus ini diartikan sebagai penguasa kekerabatan di antara mereka. Bahkan, ritual Ma'Nene sudah menjadi aturan standar tak tertulis yang selalu dipatuhi oleh setiap warga negara.
Para jasad leluhur di Toraja berganti pakaian saat Ritual Ma'Nene Foto: Shutter Stock
Selanjutnya, setelah dikeluarkan dari kuburan, jasad tersebut dibersihkan. Lalu, pakaian yang digunakan jasad tersebut digantikan dengan menggunakan kain atau pakaian baru. Setelah pakaian baru terpasang, jasad dibungkus dan dimasukkan kembali ke Patane.
Ritual Ma’Nene tidak hanya sekadar ritual memandikan jasad dan memakaikan pakaian baru. Ritual ini memiliki makna lebih, yakni mencerminkan betapa pentingnya hubungan antar-anggota keluarga bagi masyarakat Toraja, terlebih bagi sanak saudara yang telah terlebih dahulu meninggal dunia.

3. Iki Palek, Papua Barat

Masyarakat papua nugini yang memotong jarinya untuk menjalani tradisi Iki Palek Foto: Shutter Stock
Suku yang bermukim di Lembah Baliem, Papua ini memiliki cara yang ekstrem untuk mengekspresikan bukti cinta kepada kerabat atau keluarga yang meninggal. Mereka memotong satu ruas jarinya sebagai bentuk kesetiaan terhadap orang terdekatnya yang meninggal.
ADVERTISEMENT
Pemotongan jari juga diartikan sebagai rasa sakit yang luar biasa. Tradisi ini disebut dengan Ritual Iki Palek. Mereka pun sadar jika ritual ini sangat menyakitkan. Namun, mereka rela melakukan apa saja demi bukti cinta terhadap pasangan.
Iki Palek dilakukan oleh wanita saja. Jadi, ketika kerabat dekat, suami atau anak meninggal, maka jari mereka akan dipotong. Jangan heran jika melihat jari ibu-ibu di sini banyak yang terputus. Hal ini menandakan jika banyak kerabat dekat yang telah meninggal.
Untuk memotong ruas jari, mereka menggunakan kapak atau pisau tradisional. Bahkan tak jarang mereka menggigit jari mereka sendiri hingga terputus. Bagi Suku Dani, jari diartikan sebagai simbol kerukunan, kesatuan, dan kekuatan dalam diri manusia maupun keluarga.
ADVERTISEMENT

4. Kerik Gigi, Sumatera Barat

Setiap wanita tentunya memilki standar kecantikan masing-masing. Bagi wanita suku mentawai, kecantikan dapat diukur dari gigi yang runcing. Tradisi kerik gigi salah satu cara warga Mentawai untuk mempertahankan tradisi yang ada sejak lama.
Tradisi ini sebenarnya memiliki makna untuk mengendalikan diri dari enam sifat buruk manusia yang sudah tertanam sejak dulu, atau yang dikenal dengan nama Sad Ripu. Enam sifat buruk ini adalah hawa nafsu (Kama), tamak (Lobha), marah (Krodha), mabuk (Mada), iri hati (Matsarya), dan bingung (Moha).
Penduduk Suku Mentawai percaya bahwa wanita yang memiliki gigi runcing seperti hiu memiliki nilai lebih daripada yang tidak bergigi runcing. Hal ini kemudian membuat wanita Suku Mentawai melakukan tradisi tersebut meski harus menahan sakit yang luar biasa ketika proses peruncingan gigi.
ADVERTISEMENT
Alat yang digunakan pun terbuat dari besi atau kayu yang sudah diasah hingga tajam. Tentunya proses ritual ini menyakitkan, maka dari itu sebelum proses biasanya wanita Suku Mentawai mengigit pisang hijau. Proses kerik gigi dilakukan oleh ketua adat.

5. Perang Topat, Lombok

Ketupat yang akan digunakan saat Perang Topat sedang dipersiapkan. Foto: dok. Kemenparekraf
Perang Topat merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Lombok pada enam hari setelah Lebaran. Meski disebut Perang Topat alias perang ketupat, sama sekali tidak tersirat rasa benci di dalamnya.
Malahan, tradisi ini justru melambangkan rasa syukur serta kerukunan umat beragama di Lombok. Tradisi ini dilakukan dengan mengarak berbagai hasil bumi, kemudian dilanjutkan dengan selebrasi saling melempar ketupat antara Suku Sasak dan Bali. Yang menarik, acara ini dilakukan di sebuah pura, yaitu Pura Lingsar di Lombok Barat.
ADVERTISEMENT
Ritual budaya Perang Topat adalah suatu upacara yang mencerminkan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas karunia yang telah diberikan dalam bentuk kesuburan tanah, cucuran air hujan, dan hasil pertanian yang melimpah.
Masyarakat setempat meyakini bahwa upacara ini akan memberi berkah dengan turunnya hujan. Sementara masyarakat yang lain menyebutkan bahwa upacara ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur atas hujan yang dikaruniakan oleh Yang Maha Kuasa bagi kemakmuran hidup mereka.

6. Mesuryak, Bali

Warga saling berebut menangkap uang yang dilemparkan warga lainnya dalam tradisi Mesuryak di Desa Bongan Gede, Tabanan, Bali. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Mesuryak merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Bali yang rutin diadakan bertepatan dengan Hari Raya Kuningan atau 10 hari setelah Hari Raya Galungan. Tradisi ini diartikan sebagai Mesuryak sendiri memiliki arti yaitu bersorak, berteriak-riak, atau beramai-ramai.
Menurut kepercayaan orang Hindu, para roh leluhur turun ke dunia pada Hari Raya Galungan dan akan kembali ke surga pada Hari Raya Kuningan. Para roh leluhur itu akan diantarkan kembali dengan sorak sorai, suka cita, dan beramai-ramai dalam tradisi Mesuryak.
ADVERTISEMENT
Tradisi Mesuryak sebelumnya diawali dengan melakukan persembahyangan di pura keluarga dan di Pura Kahyangan yang terdapat di desa adat setempat. Setelah melaksanakan persembahyangan, para warga membawa sesajen ke depan pintu rumah mereka, dan selanjutnya akan ada yang memimpin doa-doa. Biasanya yang akan memimpin adalah pemangku (pemimpin upacara) atau juga seseorang yang dituakan.
Warga berebut menangkap uang yang dilemparkan warga lainnya dalam tradisi Mesuryak. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Para anggota keluarga akan memberi bekal kepada leluhur semampunya, mulai dari uang recehan logam hingga uang bernilai Rp 100 ribu, yang terpenting adalah mereka memberikannya secara ikhlas dan penuh suka cita. Uang-uang tersebut akan dilemparkan di udara dan para warga lainnya akan bersiap untuk menangkapnya.
Sesuai namanya, setiap warga Bali yang melakukan tradisi Mesuryak wajib bersorak riang. Zaman dahulu, Tradisi Mesuryak menggunakan uang logam kini dapat digantikan dengan kepingan uang kertas.
ADVERTISEMENT
Selain uang, leluhur yang telah dilepas kepergiannya dibekali dengan sesajen pangadegan, yakni sesajen yang berisi telur, pis bolong, beras dan bekal lainnya. Tradisi Mesuryak biasa dilakukan dusun Bongan Gede, Kabupaten Tabanan, Bali. Tradisi ini dimulai pukul 09.00 hingga 12.00 WITA, sebab diyakini bahwa arwah leluhur telah kembali ketika pukul 12.00 WITA.

7. Pasola, Sumba Barat

Salah Satu Pemain Pasola Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Tradisi Pasola adalah permainan perang dua kelompok ‘pasukan‘ berkuda yang saling melempar lembing (tombak kayu) di sebuah padang savana. Secara etimologis, Pasola berasal dari kata ‘sola‘ atau ‘hola‘ yang bermakna tombak kayu atau lembing.
Dalam konteks ritual, pasola merupakan tradisi perang adat di mana dua kelompok penunggang kuda saling berhadapan, kejar-mengejar seraya melempar lembing kayu ke arah lawan. Pasola merupakan bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu (agama lokal masyarakat Sumba).
Yohanes saat akan melakukan tradisi Pasola. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Permainan pasola diadakan pada empat kampung di Kabupaten Sumba Barat. Keempat kampung tersebut adalah Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Pasola diselenggarakan sekali dalam setahun, yaitu pada permulaan musim tanam, tepatnya pada bulan Februari di Kecamatan Lamboya, serta bulan Maret di Kecamatan Wanokaka dan Gaura.
ADVERTISEMENT
Upacara Pasola terkait dengan persiapan pengerjaan lahan serta adanya anggapan tentang percikan darah yang mempunyai kekuatan magis menyuburkan dan menghidupkan. Oleh karena itu, darah atau sesuatu yang menyerupai darah dipandang mempunyai kekuatan sakti menyuburkan dan menghidupkan.

8. Nyepi, Umat Hindu

Umat Hindu melakukan rangkaian ritual Tawur Agung Kesanga menjelang Nyepi di Kediri, Jawa Timur. Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Tanggal 25 Maret mungkin menjadi hari yang dinanti-nanti seluruh umat Hindu. Sebab, di tanggal tersebut umat Hindu akan merayakan Hari Raya Nyepi. Penanggalan tahun baru ini berdasarkan hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dianggap sebagai hari penyucian dewa-dewa di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup.
Nyepi mengandung sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan selalu seimbang dan harmonis, sehingga ketenangan dan kedamaian hidup dapat terwujud. Tidak seperti perayaan keagamaan lainnya, selama hari raya berlangsung, jalanan akan sepi, tidak ada aktivitas yang dilakukan, bahkan bandara dan toko pun ikut tutup selama perayaan Hari Raya Nyepi.
ADVERTISEMENT
Perayaan Hari Raya Nyepi bertujuan untuk penyucian bhuwana agung (makrokosmos/alam semesta) dan bhuwana alit (mikrokosmos/manusia) guna terciptanya kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin, terbinanya kehidupan yang berlandaskan kebenaran, kesucian, dan keharmonisan/ keindahan.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)