Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
ASEAN Markerting Summit yang diselenggarakan oleh Markplus, Inc. hadir kembali tahun ini. Pada gelarannya tahun ini, The 5th ASEAN Marketing Summit mengambil tema ASEAN NOW! Digital, Social and Mobile.
ADVERTISEMENT
Dalam diskusi panel ini, para peserta yang datang dari kalangan pelaku industri seperti pegiat startup digital, perusahaan konvensional yang sudah go digital, sampai pelaku marketing di kawasan regional, hadir membahas potensi digital di pasar ASEAN.
Salah satu alasan digital menjadi tema ASEAN Summit tahun ini adalah karena semua sektor industri dan bisnis, baik di Indonesia maupun kawasan regional ASEAN sudah terdigitalisasi. Baik itu yang memang lahir sebagai digital native alias berbasis digital, maupun perusahaan atau brand konvensional yang kini merambah digital sebagai salah satu kanal untuk distribusi produk sampai kampanye marketing.
"Perkembangan teknologi sangat cepat, bahkan terkadang sulit untuk dikejar. Untuk itu sebuah brand harus pahami tiga kata kunci: digital, social, dan mobile. Kegiatan sosial tidak hanya terjadi offline, tapi juga online karena media sosial," ujar Founder and Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya di Ballroom Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (5/9).
ADVERTISEMENT
Menurut Hermawan, kegiatan sosial secara online tersebut terjadi melalui mobile alias lewat perangkat smartphone. Sehingga tak heran jika saat ini banyak sekali aktivitas seseorang didorong dan dilakukan secara digital.
Salah satu sektor industri yang juga sudah masuk dalam ranah digitalisasi adalah pariwisata. Menurut Hermawan, pariwisata merupakan pintu gerbang dari keberhasilan perekonomian. Pola yang terbentuk dalam lingkaran industri saat ini adalah tourism, trade and investation (TTI).
“TTI itu mulainya dari tourism, dari pariwisata. Biasanya orang datang, dagangannya akan maju dan lahirlah investasi. Zaman dulu enggak gitu. Dulu (polanya) transportasi, telecomunication baru tourism. Sekarang tourism yang jadi gerbang,” ujarnya.
Sehingga menurut Hermawan, daerah yang tidak bisa mengembangkan pariwisatanya juga akan sulit untuk mengembangkan perdagangan. Ujungnya, investasi pun akan tersendat.
ADVERTISEMENT
“Tourism itu gate opener. Gara-gara sosial media sekarang orang suka traveler. Akan sangat rugi kalau tidak dikembangkan,” ujarnya.
Apalagi menurut Hermawan, pariwisata merupakan sektor dengan peluang paling besar dalam ranah digitalisasi. Sektor ini bersaing ketat dengan industri kuliner. Sebab, menurutnya, kebisaan orang Indonesia adalah mengunjungi tempat untuk berfoto dan mengunggahnya ke media sosial. Sama halnya jika memesan makanan, orang biasanya tidak akan lupa untuk mengambil satu-dua gambar lalu mengunggahnya ke media sosial.
“Industri yang endorsementnya lewat HP, kuliner dan tourism. Karena endorsementnya gampang lewat hape, maka sektornya akan maju. Kuliner kan gampang tinggal cekrek upload, cekrek upload. Travel juga cepat, orang sudah foto-foto sendiri,” tandasnya.