Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Efisiensi Anggaran, IHGMA Sebut Satu Hotel Merugi hingga Rp 3 M per Bulan
5 Maret 2025 9:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) yang menaungi para general manager hotel se-Indonesia, menilai kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah mulai dirasakan dampaknya terhadap industri perhotelan . Hal itu terjadi tidak hanya pada turunnya okupansi hotel, melainkan juga pada bisnis MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) yang seakan 'mati suri'.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum IHGMA, I Gede Arya Pering Arimbawa, mengatakan bahwa berdasarkan masukkan-masukkan dan informasi yang diterima dari anggota IHGMA, ada penurunan okupansi dan pendapatan bisnis hotel.
"Ada masukkan-masukkan, informasi-informasi yang kami dapat dari anggota kami IHGMA, terkait dampak efisiensi ini. Pasti ada sesuatu yang dampaknya positif dan hubungannya ke arah tingkat hunian dan aktivitas pengelolaan perhotelan, di mana terjadi penurunan tingkat hunian maupun pendapatan," kata Arya, dalam acara konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa (4/3).
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum IHGMA, Garna Sobhara Swara, yang menyatakan bahwa pengurangan perjalanan dinas berdampak signifikan terhadap hotel yang bergantung pada tamu-tamu bisnis. Terutama pada segmen pertemuan dan rapat atau MICE.
ADVERTISEMENT
"Kalau dari member (IHGMA) sebanyak 1.300 anggota, hotel yang dinaungi sekitar 2.500 sampai 3.500 hotel. Mungkin sekitar 60 persen hotel di Indonesia yang terdampak, dan kira-kira kerugiannya adalah Rp 500 juta hingga Rp 3 miliar per hotel per bulan," ujar Garna.
Kerugian yang Dialami Pihak Hotel
Sementara itu, IHGMA juga melakukan survei untuk mengetahui seberapa besar dampak atau kerugian yang dialami pihak hotel. Survei tersebut diikuti sekitar 312 hotel yang terdiri dari non-bintang, hotel bintang 1 hingga 5, serta resor.
Jika melihat dari klasifikasi bintangnya, hotel bintang 4 yang paling besar terkena dampaknya. Hal ini dikarenakan hotel bintang 4 memiliki banyak ruang-ruang MICE bagi para tamu bisnis.
"Rata-rata penurunan keterisian kamar mencapai 35 persen dari jumlah kamar per hotel. Jadi kalau ada 100 kamar di satu hotel, kita biasanya sampai 100 persen atau full. Sedangkan saat ini hanya 65 persen tingkat keterisian kamarnya dari satu hotel," kata Garna.
ADVERTISEMENT
"Jadi, bisa dibayangkan kalau dikali per 30 hari. Untuk rata-ratanya, riset yang telah kami lakukan secara overall, secara general kehilangan jumlah kamar sebanyak 35 persen," tambahnya.
Walau demikian, Penasihat IHGMA, I Nyoman Arya mengatakan bahwa dampak yang dialami setiap hotel tentu berbeda-beda. Ada yang sangat-sangat signifikan, namun ada juga yang terbantu dengan kunjungan tamu di destinasi wisata.
"Ada yang sampai 40 persen, ada sampai 50 persen. Nah, ini tentu dikembalikan ke kondisi daerah masing-masing. Kalau kita lihat destinasi, Bandung itu tetap ramai, karena banyak individu yang plesiran. Di Jogja juga, di daerah-daerah wisata, Bali juga," ungkap Nyoman.
Namun, yang paling dirasakan dampaknya adalah hotel yang memang menggantungkan bisnisnya pada tamu-tamu MICE.
ADVERTISEMENT
"Tapi yang mungkin dialami rekan saya, Pak Arief di Makassar ini memang bergantung besar dari government. Mungkin daerah seperti Labuan Bajo juga," kata Nyoman.
Untuk itu, IHGMA berharap ada solusi atau revisi kebijakan yang bisa diberikan oleh pemerintah.
"Jadi yang kami harapkan adalah menggalakkan hubungan pemerintah berupa insentif pajak, pengurangan pajak hotel, dan program subsidi. Kami juga merekomendasikan kebijakan yang lebih fleksibel, dan mendukung diversifikasi pendapatan untuk dimasifkan kelangsungan operasional industri perhotelan," tutur Garna.
Sebab, bukan tidak mungkin jika hal ini berlanjut, pihak hotel akan kembali mengalami masa seperti pandemi COVID-19, di mana badai PHK bisa kembali terjadi.
"Yang kami khawatirkan jika keadaan ini terus terjadi, akan terdampak kemungkinan adanya PHK atau pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan hotel. Jadi, makin besar hotelnya, akan lebih banyak staf yang akan dikurangi," pungkas Garna.
ADVERTISEMENT