Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Lebih dari 1.400 penari berlenggak-lenggok menampilkan kepiawaiannya menari di Pantai Marina Boom, Banyuwangi . Mengenakan mahkota dengan dominasi warna emas dan selendang berwarna merah, para penari itu menarikan tarian Gandrung Sewu sambil diiringi alunan gamelan yang khas, perpaduan Jawa dan Bali.
ADVERTISEMENT
Menari di tepi pantai berlatarkan Selat Bali, para penari ini berhasil membuat Festival Gandrung Sewu yang digelar Sabtu (12/10), sukses dan menghibur ribuan wisatawan yang hadir. Festival Gandrung Sewu 2019 merupakan pagelaran yang kedelapan kalinya.
Saking indahnya, walau telah berkali-kali digelar, Festival Gandrung Sewu selalu mampu mendapatkan animo tinggi baik dari wisatawan dalam maupun luar negeri. Sehingga walau sempat ditentang oleh DPW-FPI Banyuwangi, Festival Gandrung Sewu tetap dilaksanakan.
Ingin tahu lebih banyak fakta unik dan menarik lainnya dari Tarian Gandrung Banyuwangi ? Yuk, lihat ulasannya berikut.
1. Dulu Ditarikan oleh Pria
Di masa kini, Tarian Gandrung Sewu lebih banyak ditarikan oleh perempuan. Padahal di masa lampau, Tarian Gandrung Sewu dilakoni oleh para pria yang didandani seperti wanita.
ADVERTISEMENT
Informasi ini didapatkan kumparan dari tulisan Kadek Suartaya, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar yang berjudul "Banyuwangi Hormati Erotisme Gandrung." Tarian Gandrung Sewu yang dilakoni kaum pria bertahan hingga tahun 1890-an, sampai penari pria terakhirnya yang bernama Marsam meninggal dunia.
Tarian Gandrung Sewu yang dilakoni wanita baru dihadirkan pada tahun 1914. Gandrung wanita pertama Banyuwangi bernama Semi, ia adalah gadis kecil yang sakit-sakitan dan hanya bisa sembuh ketika ia menarikan Tarian Gandrung Sewu.
2. Tak Bisa Sembarangan Dibawakan
Tarian Gandrung Sewu awalnya tidak boleh sembarangan dibawakan. Tarian itu hanya bisa ditarikan oleh para penari keturunan penari Gandrung sebelumnya.
Namun sejak tahun 1970-an, sudah banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan penari Gandrung yang mempelajari tarian tersebut dan menjadikannya sebagai pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Apalagi sejak akhir abad ke-20, ketika eksistensinya makin terdesak. Kini semakin banyak orang yang tertarik mempelajari dan menekuni Tarian Gandrung Sewu demi melestarikannya.
3. Tarian Asli Khas Banyuwangi yang Menggairahkan
Tarian Gandrung Sewu merupakan kesenian tari tradisional asli Banyuwangi yang dapat mengundang gairah atau asmara dari para penontonnya. Hal ini tercermin dari penggunaan kata "Gandrung" yang diartikan dalam bahasa Jawa sebagai 'tergila-gila' atau 'cinta habis-habisan'.
"Pada masa lalu, penari Gandrung memang banyak mengundang debur asmara kaum pria, padahal para penari Gandrung itu sendiri adalah laki-laki," kata Kadek Suartaya dalam tulisannya tersebut.
4. Tarian untuk Mengucapkan Syukur Pada Dewi Sri
Tarian Gandrung Sewu awalnya merupakan sebuah ritual yang ditujukan untuk memanjatkan rasa syukur atas hasil panen ke pada Dewi Sri.
ADVERTISEMENT
Dewi Sri adalah seorang dewi dalam mitologi Hindu Jawa Kuno yang dianggap sebagai Dewi Padi atau Dewi Keejahteraan, yang memberikan hasil panen berlimpah pada masyarakat.
Namun seiring waktu, Tarian Gandrung Sewu tak hanya menjadi alat mengucap syukur semata pada Dewi Sri, tetapi juga alat pemersatu masyarakat.
Lewat tarian ini, masyarakat Banyuwangi menikmati waktu bersama untuk saling menghibur dan mengunjungi kerabatnya yang tinggal terpisah, selepas kalah dalam perang melawan penjajah.
Dalam beberapa kesempatan, perlawanan yang gigih melawan Belanda dan membela Indonesia, justru menjadi inti cerita yang dibawakan dalam Festival Gandrung Sewu. Menarik sekali, kan.
5. Warisan Budaya Indonesia yang Mendunia
Tarian Gandrung Sewu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Festivalnya sendiri ditetapkan sebagai '10 Best Calendar of Event' (CoE), Pariwisata Indonesia yang dipilih oleh Kementerian Pariwisata.
ADVERTISEMENT
Tari Gandrung telah ditampilkan ke beberapa negara, seperti Jerman, Malaysia, Perancis, Hong Kong, Brunei Darussalam dan Jepang. Tahun 2018 lalu, Amerika Serikat bahkan secara resmi mengundang Tari Gandrung untuk dibawakan dalam Remarkable Indonesia Fair. Wah, hebat banget, ya.
6. Dulu Ditarikan Semalam Suntuk
Di masa lalu, Tarian Gandrung bisa dilakukan semalam suntuk, sebab dalam Gandrung Banyuwangi terdapat tiga tahapan tarian yaitu jejer, maju, dan seblang subuh.
Sementara di masa kini, Gandrung hanya digelar sekitar 60 menit saja.
Pada tahapan maju atau yang dikenal pula sebagai ngibing, biasanya para penari akan memberikan selendangnya pada tamu dan mengajak mereka menari bersama. Biasanya tamu-tamu atau undangan penting akan mendapat kesempatan lebih dulu.
ADVERTISEMENT
Bagian inilah yang menjadi bagian terheboh dan dapat berlangsung hingga menjelang subuh. Jejer adalah bagian pembuka ketika para penari menari dan menyanyi solo, dan seblang subuh merupakan semacam ritual magis namun tak sering ditampilkan.
7. Memadukan Budaya Jawa dan Bali
Tarian Gandrung Sewu membawa nuansa Bali yang kental pada tata tarinya yang sebagin besar menggunakan perbendaharaan gerak tari tradisional Bali. Sementara unsur Banyuwangi dihadirkan dalam balutan busananya, khususnya pada gelungan atau tutup kepalanya.
Hiasan pada kepala penari Gandrung dikenal sebagai omprok. Omprok terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta ornamen Anthasena. Anthasena merupakan putra Bima yang berkepala manusia dan berbadan ular.
ADVERTISEMENT