Festival Gandrung Sewu dan Secercah Kisah di Dalamnya

24 Oktober 2018 11:34 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para Penari di Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi. (Foto: Bella Cynthia Ratnasari/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para Penari di Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi. (Foto: Bella Cynthia Ratnasari/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banyuwangi punya festival tarian yang tiap tahunnya selalu ditunggu masyarakat luas, yaitu Gandrung Sewu. Sudah tujuh kali digelar, festival ini selalu mendapat animo tinggi dari berbagai kalangan baik dari dalam maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
Semua lapisan masyarakat berkumpul mengerubungi Pantai Marina Boom demi menyaksikan secara langsung pertunjukan tersebut. Dengan latar belakang gugusan pulau dan selat Bali, Gandrung Sewu selalu sukses digelar dengan apik nan memukau.
Tari Gandrung Sewu sendiri merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat kepada Dewi Sri setelah masa panen. Sementara dalam penyajiannya diiringi musik khas perpaduan dari budaya Jawa dan Bali.
Salah satu hal yang menjadi daya tarik dari Gandrung Sewu karena tarian ini tidak dibawakan oleh 1-10 orang, tapi melibatkan hampir 1.200 penari dari berbagai usia. Seperti, Asila, penari termuda, yang November 2018 mendatang usianya baru genap empat tahun.
Penari Gandrung Sewu Termuda (Foto: Bella Cynthia Ratnasari/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penari Gandrung Sewu Termuda (Foto: Bella Cynthia Ratnasari/kumparan)
Namun sebagian besar para penari berasal dari pelajar SMP dan SMA, contohnya Karisma, salah satu siswa SMK negeri setempat. Karena masih berstatus pelajar, maka dirinya harus pintar-pintar membagi waktu antara sekolah dan latihan.
ADVERTISEMENT
"Ninggalin pelajar di sekolah, malah kadang tidak sekolah demi nari. Apalagi kan ini mepet," ucapnya.
Walau begitu, ia melakoninya dengan senang hati, apalagi menari merupakan bakatnya. Tak hanya itu, rasa bangga juga ikut tumbuh lantaran untuk tampil di Gandrung Sewu ada seleksi yang harus dihadapi.
Di tahun ini Gandrung Sewu mengangkat tema "Layar Kemendung" yang menyajikan kisah perjuangan heroisme Bupati Banyuwangi pertama, Raden Mas Alit. Di usianya yang masih muda, ia harus berjuang melawan VOC, meski akhirnya ia gugur dalam ekspedisi pelayaran. Hal ini juga yang menyebabkan rakyat Banyuwangi begitu sedih dan terpukul.
Penampilan Kisah Raden Mas Alit di Festival Gandrung Sewu (Foto: Bella Cynthia Ratnasari / kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penampilan Kisah Raden Mas Alit di Festival Gandrung Sewu (Foto: Bella Cynthia Ratnasari / kumparan)
Kisah kepahlawanan tersebut dikemas dalam fragmen menarik, tawa dan tepuk tangan dari penonton juga tidak berhenti diberikan. Selain menjadi ikon Banyuwangi, Gandrung Sewu juga merangkap menjadi media untuk pengingat sejarah pahlawan yang telah berjasa.
ADVERTISEMENT
Kini Gandrung Sewu hanya dibawakan selama 60 menit, namun dahulu digelar semalam suntuk. Dulu tarian ini dibawakan oleh anak laki-laki yang didandani menyerupai perempuan. Tapi, sejak 1910-an dipentaskan oleh perempuan dan gandrung pria pun punah.
Dengan sejarah yang panjang dan animo masyarakat yang begitu tinggi, ada sedikit kisah untuk Gandrung Sewu tahun ini. DPW-FPI Banyuwangi sempat memberi saran agar Gandrung Sewu tidak dilaksanakan.
Alasannya Indonesia tengah ditimpa bencana yang ditengarai karena banyak terjadi maksiat. Oleh karena itu, alangkah lebih baik bila tidak dilakukan agar bencana tidak menimpa Banyuwangi.
Penari di Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi (Foto: Bella Cynthia Ratnasari / kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penari di Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi (Foto: Bella Cynthia Ratnasari / kumparan)
Meskipun demikian, Gandrung Sewu pada akhirnya tetap berjalan, bahkan kebanjiran respons baik dari penonton. Pasca digelarnya Gandrung Sewu, Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf, mengatakan festival ini sudah disesuaikan, baik dari pembukaan yang diawali dengan selawat bahkan pakaian para penari.
ADVERTISEMENT
"Pro kontra biasalah kita tahu bahwa ya semua penari menyesuaikan, menurut saya ya kita tidak perlu larut dalam kontroversi itu tapi ambil satu langkah ke depan untuk memperbaiki. Ada selawatan tadi di awal, pakaian penarinya sudah diinovasi, " ucap wakil gubernur yang akrab disapa Gus Ipul itu.
Dirinya juga berharap supaya tahun depan tidak ada pro dan kontra lagi. Sebab, tradisi Gandrung Sewu merupakan warisan leluhur yang sebaiknya dilestarikan.
Lalu apa kata Menteri Pariwisata, Arief Yahya? Menteri asal Banyuwangi ini membiarkan masyarakat yang menilai sendiri. "Perlu ditanggapi atau tidak ya? Tidak kan, kalau kamu melihat yang tadi dibuka dengan selawat saya rasa tidak ada issue untuk itu," ujarnya.
Menteri Pariwisata Beserta Tamu VIP di Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi (Foto: Bella Cynthia Ratnasari / kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pariwisata Beserta Tamu VIP di Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi (Foto: Bella Cynthia Ratnasari / kumparan)
Terlepas dari itu sesungguhnya Gandrung Sewu merupakan salah satu festival yang wajib untuk disaksikan. Seribu lebih wanita menari dengan latar belakang laut dan di tengah hamparan pasir, merupakan perpaduan yang begitu pas.
ADVERTISEMENT
Tak hanya dikerubungi wisatawan lokal atau masyarakat setempat saja, nyatanya media asing ikut nimbrung untuk meliput festival tahunan itu. Imbasnya tak perlu ditanya lagi. Penginapan, penerbangan dan kuliner semua ludes.
"Gandrung Sewu tahun ini lebih meriah, tamu yang datang di luar ekspetasi, hotel penuh, pesawat penuh, kami juga kewalahan karena banyak yang pesan seat dari berbagai kalangan dari Jakarta, kemudian berbagai daerah dan dari luar negeri. Belum yang nginap di rumah penduduk, kuliner kami juga diserbu habis, transportasi lokal juga padat," tambah Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
Para Penari di Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi (Foto: Dok. Pemkab Banyuwangi)
zoom-in-whitePerbesar
Para Penari di Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi (Foto: Dok. Pemkab Banyuwangi)
Satu hari sebelum pagelaran seni itu dimulai, bupati berusia 45 tahun itu juga sempat meminta maaf karena banyak yang tidak mendapat penginapan.
ADVERTISEMENT
Saat ini Banyuwangi berada di posisi kedua sebagai daerah dengan pendapatan per kapita tertinggi di Jawa Timur. Tak hanya dari hasil alamnya, pariwisata dan budaya pun menyumbang berkembangnya perekonomian daerah ini.