Kemenparekraf: Sound Healing Alternatif Wisata Baru untuk Atasi Kesehatan Mental

24 Juli 2024 16:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
lustrasi tamu hotel yang sedang bermeditasi. Foto: Dok. Pullman Vimala Hills
zoom-in-whitePerbesar
lustrasi tamu hotel yang sedang bermeditasi. Foto: Dok. Pullman Vimala Hills
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bagi traveler yang mau tetap bugar dan sehat saat berwisata, wellness tourism (wisata kebugaran) menjadi alternatif kegiatan yang bisa dilakukan. Selain liburan, kamu juga bisa mengikuti serangkaian kegiatan yang bisa membuat tubuh tetap sehat dan bugar.
ADVERTISEMENT
Bicara wellness tourism, ada banyak kegiatan yang bisa dipilih sesuai preferensi wisatawan. Mulai dari olahraga di alam terbuka, menikmati spa, terapi, meditasi, dan lain sebagainya.
Namun, enggak hanya itu saja, wisatawan juga bisa menikmati alternatif wisata baru wellness tourism, yakni sound healing.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, Vinsensius Jemadu dalam sambutan di acara "Sound Healing sebagai Alternatif Penyembuhan Kesehatan Mental" di Balairung Soesilo Soedarman Kemenparekraf pada Rabu (24/7). Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Vinsensius Jemadu, mengatakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) secara resmi memperkenalkan sound healing sebagai bagian dari wellness tourism.
"Kami telah menetapkan kategori daya tarik wisata kebugaran Indonesia yang salah satunya adalah mental, healing, dan spirituality. Sebagai daya tarik yang menawarkan hal unik soal kesehatan mental, penyembuhan non-medis, serta spiritual dan tubuh untuk kebugaran dan peningkatan kesadaran (mindfulness)," kata Vinsen, dalam sambutannya di acara "Sound Healing sebagai Alternatif Penyembuhan Kesehatan Mental", yang digelar di Balairung Soesilo Soedarman Kemenparekraf, Rabu (24/7).
ADVERTISEMENT
Bertepatan dengan Hari Perawatan Internasional yang jatuh pada 24 Juli 2024, Vinsen menekankan pentingnya kesehatan mental.
"Kegiatan ini (kita luncurkan) bertepatan dengan Hari Rawat Diri Internasional 2024 yang jatuh pada hari ini. Mungkin kita kebanyakan merawat orang lain, ini saatnya kita care (peduli) dengan diri sendiri," tutur Vinsen.
"Boleh segar bugar, ini juga cantik-cantik dan ganteng-ganteng, luar biasa, tapi belum tentu mentalnya sehat, lho. Jadi, mulai hari ini kita tingkatkan kesadaran diri, kita mulai rawat diri dan juga berempati terhadap orang lain," tambahnya.
Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Drg. Vensya Sitohang, M. Epid saat acara "Sound Healing sebagai Alternatif Penyembuhan Kesehatan Mental" di Balairung Soesilo Soedarman Kemenparekraf pada Rabu (24/7). Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
Sementara itu, jika merujuk pada data Kementerian Kesehatan, Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Drg. Vensya Sitohang, M. Epid, mengatakan gangguan mental berada di peringkat kedua dalam daftar Years Lived with Disability (YLD).
ADVERTISEMENT
"Mental health menduduki peringkat kedua dari berbagai penyakit atau 10 penyakit yang terbesar. Ini lebih tinggi dari penyakit-penyakit jantung dan sebagainya," ungkap Vensya.
Jika dikerucutkan lagi, Drg. Vensya mengatakan depresi menjadi penyebab paling besar seseorang mengalami masalah kesehatan mental.
"Terbesarnya adalah depresi, ansietas, dan skizofrenia," imbuh Vensya.
Hal ini pun terbukti berdasarkan data yang dikeluarkan Kemenkes pada 2023, di mana sekitar 4/1000 orang di Indonesia mengalami skizofrenia. Parahnya lagi, hanya 3/1000 orang saja yang terdiagnosis dan sisanya tidak mau datang ke layanan kesehatan terkait.
Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional - RS Marzoeki Mahdi, Dr.dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ saat acara "Sound Healing sebagai Alternatif Penyembuhan Kesehatan Mental" di Balairung Soesilo Soedarman Kemenparekraf pada Rabu (24/7). Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
"Pemasungan masih dilakukan dan rata-rata dilakukan karena membahayakan orang lain, merusak, dan lain sebagainya. Dan persentase yang kecil menyakiti diri sendiri atau bunuh diri," kata Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional-RS Marzoeki Mahdi, Dr.dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia 2023, orang dengan usia 15-24 tahun paling banyak mengalami depresi.
"61 persen remaja yang depresi pernah mencoba ingin mengakhiri hidup. Sedangkan, 1,7 persennya punya gejala depresi dan memiiki keinginan bunuh diri," ungkap dokter yang akrab dipanggil Novariu itu.
Menyadari hal tersebut, sound healing kemudian hadir dan dipromosikan sebagai kegiatan wellness tourism yang berfokus pada kesehatan mental. Lalu, apa itu sound healing dan bagaimana pelaksanaannya?

Apa Itu Sound Healing?

Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Drg. Vensya Sitohang, M. Epid saat acara "Sound Healing sebagai Alternatif Penyembuhan Kesehatan Mental" di Balairung Soesilo Soedarman Kemenparekraf pada Rabu (24/7). Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
Sesuai namanya, sound healing berasal dari kata sound yang berarti suara dan healing atau penyembuhan. Mengutip Kemenkes, sound healing merupakan terapi yang menggabungkan suara dengan frekuensi tertentu untuk membantu mengembalikan keselarasan pada tubuh atau pikiran seseorang, agar sehat lahir dan batin.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, harpist, aktor, sekaligus praktisioner Grotto Healing, Maya Hasan, mengatakan bagaimana musik bisa jadi sarana untuk sound healing.
"Musik mempengaruhi otak manusia. Mempengaruhi tingkat emosional kita, mindful dalam berpikir, kita bisa lebih mencerna emosi kita," kata Maya.
Maya mengatakan, musik-musik instrumental yang dihasilkan dari dawai alat musik menciptakan sebuah gelombang.
"Frekuensi dari dawai yang dipetik tanpa hambatan itu sangat sempurna. Nah, ketika gelombang itu sangat sempurna, maka dia penetrasi ke tubuh, seperti nano teknologi, dia langsung melakukan perubahan yang instan kepada sel-sel manusia," ujarnya.
Harpist, Aktor, sekaligus Praktisioner Grotto Healing, Maya Hasan di acara "Sound Healing sebagai Alternatif Penyembuhan Kesehatan Mental" di Balairung Soesilo Soedarman Kemenparekraf pada Rabu (24/7). Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
Meski begitu, Maya menekankan bahwa suara yang dimaksud itu adalah suara yang baik atau harmonis dengan tubuh kita.
"Bunyi yang tidak baik adalah noise, bunyi yang baik adalah bunyi alami. Bunyi dari instrumen itu adalah sound yang harmonis untuk tubuh kita," tutur Maya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, berharap sound healing bisa jadi alternatif baru, agar kesehatan mental traveler tetap terjaga.
"Sound healing ini jadi wisata minat khusus, karena merupakan suatu metode alternatif yang hadir untuk melengkapi kebutuhan mental kita, dan ini sangat penting," katanya.
Di sisi lain, Sanur saat ini menjadi destinasi wellness tourism di Bali. Namun, Kemenparekraf berharap sound healing juga bisa dikembangkan di desa-desa wisata, karena ada beberapa kearifan lokal yang dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata sound healing, antara lain gamelan, seruling, kecapi, sasando, melukat, dan tapa brata.