Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Duduk di kursi yang empuk di ruangan gelap, sambil menatap layar lebar berisi tayangan film dengan popcorn di tangan kanan dan soft drink di tangan kiri. Ya, nonton bioskop bisa jadi alternatif pilihan wisata kala penat menerjang pikiran.
ADVERTISEMENT
Bila kini bioskop tersebar di tiap pusat perbelanjaan, dahulu komidi gambar hanya ada beberapa buah saja. Seperti Bioscoop Metropool, sinema pertama yang dimiliki Jakarta, yang berada di sudut Jalan Pegangsaan dan Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat.
Bioskop berkapasitas 1.000 orang ini mendapatkan namanya mengikuti ejaan bahasa Belanda pada waktu itu. Sang perancang, Liauw Goan Singengan, membuat desain arsitektur gambar hidup bergaya Art Deco.
Selesai dibangun pada 1951, peresmian Bioscoop Metropool dihadiri oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, beserta sang istri Rahmi Rachim, Sultan Hamengkubuwono IX, dan Haji Agus Salim. Kemudian, ditandai pula dengan pemutaran film Annie Get Your Gun (1950) karya George Sidney.
Kala itu, Bioscoop Metropool identik dengan film-film populer Amerika, dari War and Peace (King Vidor, 1956) sampai Gone with The Wind (Victor Fleming, 1939), dari aksi Marilyn Monroe sampai Robert Mitchum. Maklum, sinema satu ini merupakan bioskop kelas satu yang banyak memutar film-film produksi Metro Goldwyn Mayer (MGM).
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa sebab, film-film produksi MGM ditayangkan karena Bioscoop Metropool terikat kontrak. Namun, pada saat pelaksanaan Festival Film Indonesia (FFI) pertama di tahun 1955, akhirnya bioskop ikut serta menayangkan film Indonesia.
Kala namanya melambung tinggi, nonton di Bioscoop Metropool pun seolah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Jakarta. Dari artis seperti Citra Dewi dan Rima Melati, menteri, politisi, mahasiswa, pekerja kantoran, semua berbondong-bondong datang untuk menikmati film di sini.
Setelah 9 tahun dibuka, tepatnya di tahun 1960, mengikuti perintah Presiden Soekarno dengan kebijakan anti-Barat, Bioscoop Metropole mengganti namanya yang berbau asing menjadi Megaria. Kemudian pada saat Orde Baru, kembali berganti nama lagi menjadi Megaria Theatre.
Tak berhenti sampai di situ, pada 1989 saat gedung bioskop disewakan pada jaringan 21 Cineplex, namanya kembali berubah menjadi Metropole 21. Lagi, berubah menjadi Megaria 21 dan akhirnya diganti menjadi Metropole XXI atau yang lebih dikenal Bioskop Metropole.
Dan kini setelah dikelola oleh 21 Cineplex group, Metropole XXI dilengkapi dengan gerai kopi Starbucks, toko roti, dan restoran di lantai dua. Sementara gedung yang lain ditempati ruang pamer Grohe, produk sanitasi air asal Jerman.
ADVERTISEMENT
Dengan sejarahnya yang panjang, sejak tahun 1993 Metropole XXI dimasukkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Kelas A oleh gubernur Jakarta. Maka dari itu, gedung bioskop dilindungi dan tidak boleh dibongkar.