Kisah Pulau Paling Terisolasi di Inggris yang Hanya Dihuni 62 Orang

30 Januari 2021 8:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Palmerston Island, Cook Island di Inggris Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Palmerston Island, Cook Island di Inggris Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Mendengar Inggris pasti yang terlintas di benakmu adalah Menara Jam Big Ben-nya yang ikonik. Tapi, enggak hanya itu, pernahkah kamu mendengar pulau paling terisolasi di dunia? Jika belum, pulau ini bisa kamu temukan di Inggris, lho.
ADVERTISEMENT
Bernama Palmerston Island, pulau ini dinilai sebagai salah satu pulau terpencil dan terisolasi di dunia.
Palmerston merupakan sebuah atol karang kecil di Kepulauan Cook di tengah perairan Samudera Pasifik Selatan, Inggris atau berlokasi sekitar 3.200 kilometer di timur laut Selandia Baru.
Enggak hanya terisolasi, pulau ini hanya dihuni sekitar 62 orang, lho. Menariknya lagi, seluruhnya berasal dari satu keturunan yang sama.
Penduduk Palmerston Island merupakan keluarga besar dari seorang pria yang bernama Wiliam Masters. Ia merupakan seorang tukang kayu dari Inggris yang ditunjuk oleh pedagang bernama John Bander sebagai penjaga Pulau Palmerstons seperti dikutip dari Bored Panda.

William Masters dan Pulau Palmerstons

William Masters, leluhur pertama penduduk Palmerston Island Foto: Wikimedia Commons
Mengutip laman resmi Cook Island, pada 8 Julo 1863, William tiba di Pamerstons bersama dengan istrinya, seorang wanita Polinesia dan dua sepupu istrinya untuk tinggal, serta menetap di sana.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun kemudian, sang pemilik pulau yaitu John Brander meninggal dunia. Sepeninggal John Brander, Ratu Victoria yang memerintah Inggris kala itu memberikan izin kepemilikan pulau pada William.
Setelah mendapat restu dari sang ratu, William pun menikahi kedua sepupu istrinya dan memiliki 17 anak, serta 54 cucu.
Aerial View Palmerston Island Foto: Wikimedia Commons
William Masters dikabarkan meninggal pada 22 Mei 1899 di usianya yang ke-78 dan meninggalkan sebuah surat.
Surat yang dibuat pada 6 Januari 1888 itu bercerita tentang kisah William saat menghuni pulau dan bagaimana caranya bertahan hidup bersama dengan keluarganya.
"Saya ditempatkan di sini (Palmerstons Island) oleh Tuan Jhon Brander dari Tahiti untuk membuatkan minyak kelapa untuknya. Enam tahun pertama, kapal mereka datang secara teratur, tetapi setelahnya mereka meninggalkan saya selama dua atau tiga tahun berturut-turut. Dan pada tahun 1878, mereka benar-benar berhenti datang," katanya dalam surat itu.
ADVERTISEMENT
William Masters meninggal karena kekurangan gizi. Diperkirakan, ia menulis surat itu untuk berjaga-jaga, sebab saat itu pohon-pohon kelapa di tempatnya mati dan hancur akibat penyakit busuk.
Sebelum meninggal, ia membagi Cook Islands menjadi tiga untuk ketiga istri dan anak-anaknya. Salah satu dari pulau yang termasuk dalam Cook Islands adalah Palmerstons.

Perkawinan Sedarah dan Berkurangnya Jumlah Populasi Pulau

Karena berasal dari satu keturunan, jadi jangan heran jika penduduk setempat memang kerap melakukan perkawinan incest atau sedarah. Wali Kota Palmerstons pernah mengungkapkan bahwa karena hal ini terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama, mereka bahkan tidak sadar bahwa lahir dari satu kakek buyut yang sama.
"Ayah saya dan ayah istri saya ternyata kakak beradik. Saat menikah, saya tidak mengetahuinya sama sekali, begitu pula dengan istri saya. Ketika saya mengetahui kebenaran itu, semuanya sudah terlambat. Kami sudah punya anak, dan tidak ada yang memberi tahu kami," katanya pada media.
ADVERTISEMENT
Alasan itu pula yang membuat jumlah penduduk semakin berkurang, karena generasi muda yang telah mengetahuinya, 'berlomba' pergi ke luar pulau untuk mencari pasangan yang berasal dari keturunan berbeda.
Menurut keterangannya, dulu pada tahun 1950 dan 1970, ada sekitar 300 orang yang menghuni Palmerston Island, tetapi kini hanya tersisa 62 orang saja. Sementara itu, menurut sensus terbaru, pulau ini kini dihuni sekitar 57 orang.
Penduduk Palmerstons hidup dengan mengandalkan kelapa dan ikan sebagai bahan makanan. Mereka membuat perhiasan, bermain bola voli dan berenang untuk menghibur diri. Beberapa orang yang beruntung di pulau itu memiliki televisi atau ponsel, tetapi tidak hal itu tidak dapat digunakan sepanjang hari.
Sebab listrik di pulau ini sangat terbatas dan hanya bertahan selama enam jam saja.
ADVERTISEMENT
Jangan harap ada toko atau pasar, karena setiap orang memenuhi kebutuhan mereka sendiri-sendiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di pulau.
Uang juga hanya digunakan untuk transaksi jual beli barang dari luar pulau yang dilakukan melalui kapal yang hanya datang beberapa kali dalam setahun.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)