Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Kronologi Surat Terbuka yang Dikirim Masyarakat Adat Baduy untuk Presiden Jokowi
7 Juli 2020 16:19 WIB

ADVERTISEMENT
Ketidak nyamanan terhadap modernisasi yang dibawa oleh wisatawan membuat masyarakat Baduy memutuskan untuk mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Surat terbuka itu meminta kepada pemerintah untuk menghapus wilayah adat sebagai destinasi wisata.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lembaga adat juga meminta bantuan pemerintah agar menghapus citra satelit yang ada pada mesin pencarian Google atau menjadi restricted area. Mereka juga ingin foto-foto yang diambil di kawasan Baduy Dalam secara diam-diam, juga dihapus dan dijaga agar tidak tersebar bebas.
Surat terbuka untuk presiden RI tersebut dimandatakan oleh Jaro Tangtu Cikeusik, Alim, kepada Heru Nugroho dan tiga rekannya, Henri Nurcahyo, Anton Nugroho, dan Fajar Yugaswara untuk mengirim permintaan itu pada Senin (6/7). Mereka diminta untuk mengirim surat terbuka kepada presiden, beberapa kementerian dan perangkat daerah wilayah Banten.
Heru Nugroho selaku ketua tim, mengaku sangat antusias dan siap menjadi narahubung aspirasi masyarakat Baduy ke Presiden Joko Widodo. Dengan adanya surat terbuka tersebut, Heru berharap pemerintah dapat mendengarkan aspirasi masyarakat adat Baduy agar mereka tetap menjalani tatanan budaya dengan tenteram.
ADVERTISEMENT
"Karena kedekatan saya kepada masyarakat Baduy yang sudah terjalin sekian lama, mungkin saya diberikan kepercayaan oleh mereka (Pemangku Adat Baduy) untuk bisa menyampaikan aspirasinya kepada Bapak Presiden melalui surat terbuka ini," ujar Heru.
Berikut kronologi surat terbuka yang dikirim lembaga adat Baduy:
Terinspirasi dari masa PSSB COVID-19
Heru Nugroho, selaku ketua tim surat terbuka yang diajukan masyrakat adat Baduy menjelaskan bahwa keputusan untuk menghapus kawasan Baduy menjadi destinasi wisata diambil karena terinspirasi dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pada 16 April 2020 lalu, kawasan wisata ditutup untuk menekan angka penyebaran virus corona. Selama kawasan itu mengunci diri dari wisatawan, masyarakat mengaku merasa tenang dengan suasana tersebut.
Kala itu, Jaro Alim, salah satu tetua adat suku Baduy meminta pertolongan kepada Heru untuk mencarikan solusi untuk memecahkan persoalan yayng ada. Saat itulah keputusan untuk membuat surat terbuka kepada Presiden disepakati.
ADVERTISEMENT
"Pada tanggal 16 itulah, Jaro Alim memberi amanah ke saya, barangkali saya bisa membantu mencarikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang ada. Saat itu kami sepakat, sebaik-nya Baduy dihapus dari peta wisata nasional. Jadi, mandat itu saya dapat secara lisan, disaksikan Puun Cikeusik dan Jaro Saidi,'' tutur Heru kepada kumparan, Selasa (7/7).
Pria yang sudah 15 tahun kerap berkunjung dan dikenal baik oleh masyarakat adat Baduy itu menuturkan bahwa kecemasan akan pengaruh modernisasi menjadi salah satu alasan tetua adat menghentikan aktivitas pariwisata masuk ke Baduy. Kegelisahan yang dialami masyarakat adat Baduy terhadap pengaruh modernisasi itulah yang membuat mereka memutuskan untuk menutup akses wilayah Baduy sebagai tempat wisata.
“Saya sering nanya, seberapa kuat mereka menahan arus modernisasi dan tetap patuh pada tatanan nilai adat? Kurang lebih sampe 5 tahun yang lalu, pertanyaan itu masih dijawab dengan rasa percaya diri, bahwa mereka masih bisa tahan. Meski saya melihat ada nada khawatir, tapi itu pendapat saya,” ujar Heru.
ADVERTISEMENT
Tanda tangan para tokoh adat dalam surat terbuka
Pada Sabtu (4/7), para Lembaga Adat melakukan pertemuan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (4/7) untuk membahas surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.
Pada pertemuan itu juga merupakan hari di mana Heru dan ketiga temannya diberikan mandat oleh Lembaga Adat Baduy untuk memberikan aspriasi dan surat terbuka kepada Presiden. Mandat tersebut diberikan langsung secara administratif oleh Jaro Dangka (Jaro Aja), Jaro Madali (Pusat Jaro Tujuh), dan Jaro Saidi (Tanggungan Jaro Dua Belas).
Heru menjelaskan dalam kesempatan tersebut agendanya adalah penandatanganan surat terbuka oleh timnya, juga pembubuhan cap jempol yang dilakukan oleh pemangku adat Baduy, di antaranya yaitu Jaro Dangka (Jaro Aja), Jaro Madali (Pusat Jaro Tujuh), dan Jaro Saidi (Tanggungan Jaro Dua Belas).
ADVERTISEMENT
Surat terbuka tersebut dikirim kepada Presiden Joko Widodo
Pada Senin 6 Juli 2020, surat terbuka terkait permintaan Lembaga Adat untuk menghapus kawasan Baduy dari destinasi wisata pun dilayangkan kepada Presiden, beberapa kementerian dan perangkat daerah wilayah Banten. Surat tersebut dikirim dalam bentuk fisik melalui jasa pengiriman surat.
Dalam surat tersebut, mereka meminta Jokowi untuk menghapus kawasan adat Baduy sebagai destinasi wisata dan menggantinya sebagai cagar budaya. Heru menilai mengganti wilayah adat tersebut sebagai cagar budaya adalah pilihan terbaik untuk kawasan Baduy.
Menurutnya, nilai eksklusivitas produk yang dihasilkan cagar alam dan cagar budaya tersebut dapat mendorong perputaran ekonomi masyarakat Baduy. Pencemaran lingkungan juga menjadi alasan masayarakat adat Baduy untuk menutup kawasan mereka menjadi destinasi wisata.
Hal itu disampaikan oleh Jaro Saidi, salah satu Pemangku Adat di Baduy. Ia menyebut bahwa banyak pedagang dari luar Baduy berdatangan ke dalam, sebagian besar menjual produk makanan minuman berkemasan plastik sehingga mendatangkan persoalan baru.
ADVERTISEMENT
''Ini terjadi karena terlalu banyaknya wisatawan yang datang, ditambah banyak dari mereka yang tidak mengindahkan dan menjaga kelestarian alam. Sehingga, banyak tatanan dan tuntunan adat yang mulai terkikis dan tergerus oleh persinggungan tersebut,'' kata Jaro Saidi.
Sementara itu, Heru mengatakan bahwa surat terbuka yang diamatkan kepadanya oleh Lembaga Adat telah sampai kepada Presiden Joko Widodo, kementerian, dan pemerintah Kabupaten Lebak. Namun, belum ada respons lebih lanjut dari pemerintah mengenai surat terbuka tersebut.
Meski begitu, pemerintah setempat mengaku tidak mengetahui perihal adanya kesepakatan soal permintaan Baduy ingin dihapus dari peta destinasi wisata nasional. Kadispar Lebak, Imam Rismahayadin, mengaku mengetahui adanya surat terbuka tersebut melalui pemberitaan media.
''Kami (dinas pariwisata) baru tahu di medsos. Ke pemkab Lebak dan provinsi enggak ada (pemberitahuan). Kami juga liat di media. Sampai saat ini belum (tahu) terkait surat terbuka itu,'' kata Imam saat dihubungi kumparan, Senin (6/7) malam.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Saksikan video menarik di bawah ini.