Melihat Potensi Indonesia Jadi Tempat Wisata Kebugaran dan Jamu

20 November 2019 16:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Wanita Menikmati Spa Foto: Mövenpick Resort & Spa Jimbaran Bali
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wanita Menikmati Spa Foto: Mövenpick Resort & Spa Jimbaran Bali
ADVERTISEMENT
Merasa lelah setelah seharian beraktivitas merupakan kondisi yang sering dialami sehari-hari. Jika sudah berada dalam kondisi tersebut maka tak ada salahnya untuk memanjakan diri dengan menjajal perawatan spa.
ADVERTISEMENT
Pijatan pada titik-titik tertentu seperti di punggung, bahu, lengan, kaki, tangan, hingga kepala akan membuat tubuh lebih rileks; lelah pun hilang. Apalagi setelah perawatan spa, kamu juga menyeruput secangkir jamu yang masih hangat. Wah, rasanya pasti rileks sekali, ya.
Pengalaman menyenangkan yang dirasakan orang saat melakukan spa inilah yang tengah dilirik oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk dikembangkan menjadi tempat wisata kebugaran dan jamu.
Wisata ini merupakan salah satu klaster dari Wisata Kesehatan yang dicetuskan oleh dua kementerian tersebut sejak 2017. Pemerintah ingin wisatawan yang datang ke Indonesia tidak hanya sekadar menikmati alam dan budayanya, namun juga datang untuk tujuan kebugaran.
Ilustrasi spa kaki Foto: Thinkstock
Indonesia yang kaya akan rempah-rempah dinilai memiliki prospek yang cukup baik dalam bidang kebugaran. Rempah-rempah merupakan bahan utama untuk menghasilkan aneka produk yang digunakan dalam perawatan spa. Misalnya saja lulur, lotion scrub atau minyak kelapa murni untuk pijat.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, rempah-rempah juga memegang peranan penting dalam proses produksi berbagai olahan jamu. Minuman tradisional khas Indonesia ini dipercaya dapat meringankan beberapa keluhan sakit penyakit ataupun untuk menjaga kesehatan serta stamina tubuh. Dibuat dari bahan alami, proses yang natural dan jauh dari bahan kimia.
Namun bagaimana sejatinya prospek Indonesia untuk menjadi tempat wisata kebugaran dan spa?
Ketua Umum Yayasan Pariwisata Spa dan Wellness Indonesia (YPSWI) Trisya Suherman menyatakan sejatinya Indonesia punya peluang besar untuk menjadi destinasi wisata kebugaran dan spa.
Ketua Umum Yayasan Pariwisata Spa dan Wellness Indonesia (YPSWI) Trisya Suherman Foto: Selfy Momongan/kumparan
“Indonesia punya potensi yang luar biasa di bidang wellness. Kenapa? Karena kita punya bahan baku dan man power. Sayang banget kalo enggak dikembangkan,” ujar Trisya di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (19/11).
ADVERTISEMENT
Menurut Trisya, sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia tak perlu diragukan lagi. Apalagi sudah ada beberapa lembaga bahkan kementerian yang mendukung profesi-profesi yang berkaitan dengan bidang kebugaran. Contohnya, Indonesia sudah memiliki lembaga sertifikasi kompetensi untuk spa. Selain itu Kemendikbud juga mendukung dengan menerbitkan sertifikasi untuk para terapis-terapis profesional.
“Jadi ini industri yang sangat bagus karena terapis-terapis kita dibekali ilmu sampai sertifikasi,” ujarnya. Trisya mengatakan di dunia ada lima negara yang diakui memiliki terapis paling unggul yaitu China, Filipina, Thailand, Jepang dan tentu saja Indonesia. Bukan hanya dari sisi keahlian terapisnya saja yang diakui dunia, namun jenis pijat atau massage asli Indonesia juga diakui secara internasional.
“Kita masuk di uji kompetensi dunia. Ada dua jenis pijat yang masuk yaitu Balinese massage dan Javanesse massage. Jadi ada lima kompetensi yang diakui dunia yaitu refleksi, Swedish massage, French massage, Balinese massage, Javanesse massage dan Lomi Lomi. Seneng banget saya waktu tahu ternyata Balinese dan Javanese juga masuk,” ujar pemilik Bambu Spa ini.
Ilustrasi Rempah-rempah untuk Spa Foto: Mövenpick Resort & Spa Jimbaran Bali
Sedangkan untuk medianya, ada tiga jenis media spa yang diakui dunia yaitu hot stone, bambu dan herbal.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, Indonesia masih punya tantangan dalam bidang wellness ini. Trisya mengaku selama kurang lebih satu dekade kiprahnya di dunia spa, ia harus berperang melawan image spa yang terkadang cenderung negatif. Spa seringkali diklasifikasikan sebagai ranah hiburan. Kemudian dihubung-hubungkan dengan kegiatan ‘esek-esek’ alias spa ‘plus-plus’.
“Selama ini pelaku usaha sangat sulit. Spa kita masih ke ranah hiburan. Itu bikin imagenya negatif. Itulah kenapa saya bikin Yayasan Pariwisata Spa dan Wellness ini supaya mengedukasi masyarakat kalau spa itu enggak kayak gitu, lho. Spa itu perawatan, Solus Per Aqua atau perawatan melalui air,” tegasnya.
Ilustrasi Rempah-rempah untuk Spa Foto: Mövenpick Resort & Spa Jimbaran Bali
Adanya klasifikasi yang keliru ini juga membuat bisnis spa jadi terjegal khususnya dengan aturan perpajakan yang tinggi. Sebab usaha spa selalu dikenai pajak untuk hiburan.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Trisya sangat berharap dengan adanya kolaborasi Kemenparekraf dan Kemenkes dalam pengembangan tempat wisata kebugaran dan jamu ini, ranah kedudukan spa akan lebih jelas. Yaitu untuk kebugaran dan bahkan masuk dalam lingkup pariwisata.
“Harapan saya semakin banyak wisman yang spa ke Indonesia. Pengennya image yang terbentuk ya tempat spa itu di Indonesia. Ini ranahnya wellness dan pariwisata,” tegasnya.