Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
ADVERTISEMENT
Tak melulu destinasi yang berkaitan dengan Laskar Pelangi atau deretan Danau Kaolin, Belitung juga dilengkapi objek wisata lainnya. Sebut saja Tebat Rasau, yang berada di Kecamatan Simpang Renggiang, Kabupaten Belitung Timur.
ADVERTISEMENT
Tebat Rasau merupakan salah satu geosite baru dengan kekayaan biologi yang ada di dalamnya. Beruntungnya, belum lama ini kumparan berkesempatan untuk datang ke Tebat Rasau atas undangan dari Yayasan Negeri Rempah.
Tiba di lokasi sekitar pukul 12.00 WIB, kami disambut dengan teriknya matahari. Sebelum memulai tur di Tebat Rasau, kami santap siang terlebih dahulu dengan suguhan makanan tradisional khas Belitung, yakni bedulang dengan menu serba ikan yang habis tak tersisa.
Setelah perut kenyang, kini saatnya menjajal hutan Rasau yang berada di atas aliran Sungai Lenggang atau Sungai Purba. Untuk menyusurinya, kami hanya perlu berjalan kaki di atas jembatan kayu sepanjang 180 meter, selama kurang lebih tiga puluh menit, tergantung kecepatan.
ADVERTISEMENT
Sebelum masuk ke area jembatan, ada peringatan untuk pengunjung, khususnya wanita agar tidak ikut menyusuri sungai bila sedang haid. Mengingat lokasi hutan masih alami, sehingga dikhawatirkan ada binatang buas.
Meski matahari menyengat, kondisi hutan masih terjaga, sehingga udara sangat segar dan sejuk. Kami kemudian melangkah menyusuri hutan Rasau di atas jembatan bersama dengan Ketua Komunitas Tebat Rasau, Nasidi.
Sambil berjalan, dirinya menjelaskan bahwa Tebat Rasau dikelola oleh para nelayan sungai yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Lanun. Nasidi juga menjelaskan, bahwa ada banyak spesies unik yang hidup di Sungai Purba, misalnya ikan buntal sungai yang tidak beracun.
“Ada juga ikan lenggang seperti lele, panjangnya kurang lebih 70 cm, dan bisa dimakan, enak!,” ujar Nasidi.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Nasidi menuturkan bahwa biasanya nelayan sungai memancing ikan dengan cara Bebanjor, yakni memasang pancing pada malam hari, dan keesokan paginya mengambil hasil tangkapan. Lantas yang membedakan dengan memancing biasa, bebanjor tak mengharuskan nelayan menunggu pancingan hingga ada ikan yang tertangkap.
Selain dijelaskan secara mendalam mengenai Tebat Rasau, kami juga dapat melihat nelayan yang berjalan ke sana ke mari menyusuri sungai dengan perahu. Saat kami datang, kondisi air cukup surut, sehingga terlihat tumbuhan atau rumput yang hidup di dasar sungai.
Meski begitu, kondisi air sungai sangat jernih, tak terlihat sampah sedikit pun. Membuat saya kagum, karena nelayan dan pengunjung sangat peduli menjaga lingkungan.
Tak hanya bisa melihat aktivitas nelayan sungai atau mendapat informasi saja, pengunjung yang datang ke Tebat Rasau juga dapat berfoto di sepanjang jembatan. Bahkan juga tersedia gardu pandang yang bisa dinaiki pengunjung yang berusia di atas 12 tahun.
Meski menarik perhatian dan masuk ke dalam salah satu destinasi yang wajib dikunjungi, kondisi Tebat Rasau belum berbanding lurus dengan fasilitas yang dimilikinya. Di sini belum tersedia penginapan dan listrik. Tak hanya itu, kebanyakan wisatawan yang datang adalah peneliti atau mereka yang peduli lingkungan.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, ternyata pernah ada wisatawan luar negeri yang menginap di sini. Wisatawan tersebut berasal dari Prancis.
“Dulu pernah ada yang menginap di pondok dekat sungai, orang Prancis, jadi kita jagain. Mereka hanya tidur di atas hammock, sangat sederhana," pungkas Nasidi.