Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Mendengar kota terapung pasti kamu langsung tertuju dengan Venesia di Italia. Tapi, enggak hanya Italia, kota apung juga bisa kamu temukan di berbagai belahan dunia lainnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, tak perlu jauh-jauh ke Venesia, kamu juga bisa menemukan hal serupa di Brunei Darussalam. Bernama Kampong Ayer, desa terapung ini dijuluki sebagai ‘Venesia dari Timur’ bukan hanya karena seluruh bangunannya yang berada di atas air.
Akan tetapi, istilah ini muncul setelah dua orang penjelajah, Ferdinand Magellan dari Portugis dan cendekiawan asal Venesia Antonio Pigafetta menemukan banyak kesamaan antara Kampong Ayer dan Venesia, ketika keduanya melakukan pelayaran pada tahun 1521. Sama seperti Venesia, rumah-rumah di Kampong Ayer berdiri di atas sungai. Tak cuma itu, seluruh penduduk Kampong Ayer juga menggantungkan hidupnya di air.
Perahu-perahu motor yang terbuat dari kayu, hilir mudik mengangkut penduduk dan pedagang dari satu desa ke desa lainnya. Tak berbeda jauh dengan apa yang ada di Venesia.
Hal menarik lainnya adalah Kampong Ayer merupakan desa terapung pertama yang juga menjadi awal dari peradaban Bandar Seri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam saat ini.
ADVERTISEMENT
Mulanya, Kampong Ayer didirikan orang-orang Brunei Darussalam yang kala itu tidak mau repot-repot membuka hutan karena medan yang sulit dan berbukit-bukit. Akhirnya mereka memutuskan mendirikan rumah-rumah di atas air dengan tonggak-tonggak kayu sebagai pondasi dan penopang rumah.
Hingga selanjutnya, Kampong Ayer pun tidak hanya menjadi sebuah kampung karena semakin banyak orang yang tinggal di sana yang akhirnya seolah membentuk kota kecil. Kampung yang terdiri dari 40 desa-desa kecil ini, kini dihuni sekitar 20 ribu jiwa lebih, 3 persen populasi dari Brunei Darussalam.
Hal tersebut menjadikan Kampong Ayer sebagai area pemukiman di atas air terbesar di dunia. Selain mengandalkan perahu, terdapat jalan-jalan setapak di atas air sepanjang 38 km yang dipergunakan penduduk setempat untuk beraktivitas.
Menurut salah satu penduduk lokal yang bernama Dk Kemariah Pg Hj Duraman, Kampong Ayer juga memiliki sekolah, klinik, masjid, bahkan kantor pos yang semuanya berdiri di atas air.
ADVERTISEMENT
“Jika kamu tidak ingin berjalan, naiklah taksi air. Seolah-olah kamu seperti naik bus dari satu tempat ke tempat lain, karena ada banyak dermaga. Dermaga adalah pusat di mana orang-orang pergi dan setiap desa memiliki budaya dan ekonomi sendiri,” kata Duraman seperti dikutip dari CNN Travel.
Setiap penduduk di desa ini juga memiliki akses listrik, air yang mengalir bahkan sinyal telekomunikasi. Wi-Fi pun tersedia di seluruh desa ini. Selain menjadi nelayan, para penduduk setempat juga ada yang bekerja di pusat kota Brunei.
Live Update