Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
ADVERTISEMENT
Penduduk Kota Medan pastinya tidak merasa asing dengan nama Istana Maimun. Berlokasi di Jalan Sultan Ma'moen Al Rasyid, Istana Maimun merupakan salah satu ikon kota Medan, sekaligus saksi bisu jayanya Kesultanan Deli di masa lampau.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang membuat kumparan untuk mengunjungi istana ini. Matahari di Kota Medan tengah terik-teriknya, seakan ia tengah bersemangat menyambut kumparan berkunjung di kotanya. Bersama dengan rombongan pewarta lainnya dan Archipelago International, kumparan menaiki betor (becak motor) yang khas untuk menyambangi Istana Maimun yang berlokasi tak jauh dari Masjid Raya Al-Mashun Medan.
Tak sampai 15 menit perjalanan, betor kemudian menepikan kendaraannya dan membantu kami untuk turun dari bangku becaknya. Begitu menoleh, Istana Maimun tampak berdiri megah dan indah dengan nuansa Melayunya yang kental.
Pembangunan Istana Maimun dilakukan pada 1887 silam, yang menjadi bukti konkret keputusan Sultan Deli untuk memindahkan ibu kota dari Kota Labuhan ke Medan.
Berbeda dengan istana di Pulau Jawa, seperti Keraton Surakarta Hadiningrat di Solo, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Yogyakarta, atau Keraton Kasepuhan Cirebon, kamu tidak akan menemukan penjaga berpakaian tradisional yang melakukan pengawalan di Istana Maimun Medan .
Di dekat pagar pintu masuk, kamu akan melihat sebuah bangunan hijau yang dikhususkan bagi pengemudi transportasi ojek online beristirahat. Di dalamnya terdapat lembar informasi tentang Istana Maimun, lengkap dengan biografi sultan yang tengah menjabat.
ADVERTISEMENT
Tak ingin berlama-lama, kumparan pun langsung berjalan menyusuri jalan setapak menuju Istana Maimun. Belum sampai di depan pintu, kumparan sudah disuguhi pedagang yang menjajakan suvenir khas berbentuk dompet. Setelah menolak dengan sopan, kumparan melangkahkan kaki mendaki anak tangga menuju pintu masuk.
Sebagai kerajaan Islam, Kesultanan Deli memang harus memiliki bangunan istana dan masjid untuk melengkapi kelaziman yang ada dalam masyarakat. Istana Maimun dibangun oleh arsitek ternama asal Belanda, Th. Van Erp, atas titah Duli yang Maha Mulia Sultan Ma'moen Al Rasyid, dan menghabiskan biaya sebesar 500 gulden.
Istana Maimun memiliki luas tanah 4,5 hektare dan bangunan seluas 2.700 meter persegi. Bentuk bangunannya dibangun dengan memadukan beragam gaya arsitektur, seperti Timur Tengah, Arab Saudi, dan Eropa. Gaya Timur Tengahnya terlihat dari bentuk istana yang menyerupai masjid, lengkap dengan atap kubahnya.
ADVERTISEMENT
Nuansa India tercermin dari bentuk pintunya yang melengkung, seperti yang dimiliki Taj Mahal. Sementara gaya Eropa terlihat dari banyaknya pintu yang dimiliki oleh istana ini, langit-langit yang tinggi, dan juga pilar-pilar penopang berukuran besar.
Sedangkan nuansa Melayu diwujudkan dalam ukiran yang menghiasinya dan juga warna yang digunakan, seperti kuning, hijau, dan merah. Menurut penuturan Iswandi, pemandu wisata Istana Maimun, warna-warna ini semakin mempertegas bangunan megah tersebut sebagai warisan Melayu.
"Warna merah, kuning, dan hijau adalah warna-warna khas Melayu. Kuning berarti arif dan bijaksana, hijau sebagai simbol agama (Islam), dan merah sebagai simbol adat," terangnya saat memandu kumparan beberapa waktu lalu.
Oleh sebab itu, jangan heran jika kelak berkunjung, kamu akan menemukan interior berwarna merah di dalam bangunannya.
Begitu memasuki bangunan, kumparan disambut dengan pemandangan singgasana sultan berwarna kuning cerah yang ditempatkan dalam panggung kecil yang didesain seperti sebuah masjid. Singgasana tersebut tidak boleh sembarang diduduki oleh pengunjung, karenanya pihak keluarga telah menempatkan pagar rantai di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Sepanjang mata memandang, Istana Maimun memajang beragam peninggalan sultan terdahulu. Misalnya foto-foto ketika menjamu tamu kehormatan, bangku yang pernah digunakan oleh keluarga kerajaan, hingga sepasang kursi yang ditempatkan di depan tirai beludru merah yang digunakan untuk berfoto menggunakan pakaian pengantin adat Melayu.
Tak sampai di situ saja, kamu juga akan menemukan perangko Indonesia seharga Rp 1.500 bergambar wajah Sultan Deli yang dikeluarkan pada tahun 2006. Di bagian luar, kamu akan menemukan sebuah rumah kayu berwarna kuning, senada dengan bangunan utama yang berisi meriam puntung.
Meriam puntung tersebut diletakkan di dalam bangunan rumah tradisional khas Karo yang mungil, lengkap dengan bunga-bunga krisan penghiasnya. Meriam ini disebut sebagai meriam puntung, karena tubuh meriamnya terpecah menjadi dua bagian.
Bagian pangkal hingga tengah berada di Istana Maimun, sementara bagian tengah hingga ujungnya terlempar hingga Desa Lingga, Karo. Kabarnya, apabila mendekatkan telinga ke lubang yang berada di bagian pangkal, kamu akan mendengar suara. Setiap orang bisa saja mendengar suara yang berbeda antara satu dengan yang lain.
ADVERTISEMENT
Menurut kepercayaan penduduk setempat, ada yang pernah mendengar suara derap kuda dari dalam meriam. Ada pula yang sekadar mendengar suara pasir berdesik. kumparan sendiri tidak mendengar suara-suara janggal, hanya suara gaung saja, tidak lebih.
Nah, pernahkah kamu berpikir ada hubungan apa antara Suku Karo dan Suku Melayu, sehingga di dalam Istana Maimun terdapat sentuhan Karo? Ternyata, jika ditelisik lebih lanjut, Kesultanan Deli rupanya memang masih memiliki keturunan Karo di dalamnya.
Istana Maimun bisa dibilang masih cukup populer di kalangan wisatawan, sebab kumparan menemukan ada banyak pengunjung yang melancong ke bangunan ini kendati saat itu bukanlah hari libur. Minat wisatawan juga tak hanya melihat dan mengenal Sultan Deli lewat istananya itu saja, tetapi juga dengan membeli paket foto menggunakan busana pengantin Melayu.
Sayangnya, ada beberapa titik di Istana Maimun terlihat kurang terurus. Beberapa di antaranya adalah tumpukan perabotan di kawasan teras istana. Memang titik tersebut biasanya tidak dilewati pengunjung, karena tidak memiliki interior bersejarah tertentu, tapi jadinya terlihat seperti tidak diurus dengan rapi.
ADVERTISEMENT
Padahal, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) sedang menggalakkan pariwisata digital yang cenderung lebih mengandalkan foto-foto untuk mempromosikan wisata lewat media sosial. Apalagi milenial biasanya sangat senang untuk mengeksplorasi setiap titik untuk mendapatkan foto anti-mainstream yang menarik buat dipajang di platform seperti Instagram.
Lebih dari itu, Istana Maimun juga masih menjadi destinasi wisata primadona Kota Medan kala masa liburan tiba. Bendahara umum Yayasan Sultan Mamoen Al Rasyid, Lina, mengatakan bahwa setiap libur Lebaran, jumlah pengunjung Istana Maimun meningkat hingga 700 persen dari biasanya.
Arsitekturnya yang unik dan sejarah klasiknya mampu menarik perhatian warga sekitar maupun dari luar Kota Medan untuk berdesak-desakan menikmati warisan Sultan Deli ini. Ditambah lagi biaya masuknya pun tak terlalu mahal, karena kamu cukup merogoh kocek sebesar Rp 10 ribu saja per orangnya.
ADVERTISEMENT
Siap menambahkan Istana Maimun di Medan dalam daftar destinasi wisata liburanmu mendatang?