Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Museum Sasmitaloka Ahmad Yani, Rumah Sarat Kenangan Jenderal Revolusi
18 April 2018 13:55 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Rumah bercat putih itu barangkali tidak tampak begitu istimewa dari luar. Pagar hitam yang mengelilinginya juga dibuat tidak terlalu tinggi. Yang mencolok adalah patung Jenderal Ahmad Yani yang berdiri gagah, lengkap dengan relief dan kolam ikan di halaman depannya.
ADVERTISEMENT
Patung, kolam, dan relief itu adalah sebagian dari sedikit perubahan di kediaman Sang Jenderal yang kini menjadi Museum Sasmitaloka Ahmad Yani. Selebihnya adalah asli, persis seperti saat ditinggal Jenderal Ahmad Yani pasca penembakan dirinya di rumah itu.
Tujuh peluru bertubi-tubi mengenai dada Sang Panglima di hadapan kedelapan anaknya. Tepat pukul 04.35, 1 Oktober 1965, ia jatuh tersungkur di ruang tengah rumahnya.
“Setelah ditembak pasukan Cakrabirawa, beliau roboh di sini dalam keadaan tengkurap. Bapak ditelentangkan, lalu diseret hingga gerbang,” cerita Sersan Mayor Sartono, penjaga sekaligus pemandu Museum Sasmitaloka saat ditemui kumparanTRAVEL (kumparan.com ), Selasa (17/4).
Lantai tempat gugurnya Sang Pahlwan Revolusi itu kini ditandai sebagai pengingat. Bahkan masih tampak jelas lubang-lubang peluru di pintu samping rumah itu. Di antara tujuh timah panas yang dilancarkan, lima peluru tembus dari tubuh Jenderal.
Dua peluru mengenai lukisan dan tiga mengenai lemari. Dua peluru lainnya masih bersarang di tubuh Ahmad Yani hingga jenazahnya ditemukan di Lubang Buaya. Senapan Thomson yang digunakan untuk menembak pun dipajang di kamar Ahmad Yani.
ADVERTISEMENT
Di dinding ruang tengah juga terpajang sembilan foto Pahlawan Revolusi yang gugur pada peristiwa G30S/PKI . Foto-foto itu merupakan koleksi tambahan, di luar ribuan koleksi lain yang merupakan barang peninggalan asli milik Ahmad Yani.
“Ini semua asli. Dulu foto-foto pahlawan revolusi itu enggak ada sebelum jadi museum,” tambah Sartono yang menjaga museum itu sejak 2004.
Sartono kemudian memaparkan bahwa rumah itu didiami Panglima Jenderal Ahmad Yani dan keluarganya sejak 1958. Ia juga menunjukkan dua kamar yang dulu ditempati putri-putri beliau dan kamar Sang Jenderal sendiri.
Seprai, seragam, sepatu, hingga lencana milik Ahmad Yani terpajang sangat rapi pada lemari kaca di kamar itu. Bahkan, make up dan sabun mandi yang pernah digunakan sang istri, Yayu Rulia Sutowiryo, juga masih tersimpan di meja riasnya.
“Bedaknya ibu (istri Ahmad Yani) masih ada, ini saya simpan di laci. Sebab kalau saya taruh di atas meja rias nanti bertaburan,” jelas Sartono.
ADVERTISEMENT
Kenangan keluarga Ahmad Yani sungguh tersimpan rapi di museum yang dikelola Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat itu. Pasca kejadian ‘pagi berdarah’ itu, istri dan anak-anak Ahmad Yani pindah ke rumah di seberang museum. Namun, kenangan di sana tidak pernah ditinggalkan.
Hingga kini ketujuh anak Ahmad Yani yang masih hidup kerap mengunjungi museum itu. Setidaknya sebulan sekali, mereka mencari tanggal yang pas untuk temu kangen dan merawat kenangan bersama ayahnya di sana.
“Mereka cari waktu senggang bareng untuk temu kangen dan nostalgia masa kecil. Meski ada kenangan menyakitkan, luka itu pelan-pelan sembuh. Mereka juga merasa bangga bapaknya gugur sebagai pahlawan pembela Pancasila,” tutup Sartono di sore itu.
ADVERTISEMENT