Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Obor-oboran, Tradisi Bertarung dengan Api untuk Menolak Bala di Jepara
22 Agustus 2018 15:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Indonesia memang sangat kaya akan tradisi dan budaya. Memiliki beragam suku dan ras dalam satu payung Nusantara membuat kamu bisa menemukan berbagai tradisi yang unik dan menarik.
ADVERTISEMENT
Meski memiliki cara yang berbeda, tradisi tersebut umumnya memiliki tujuan yang sama. Yaitu mendapat kebahagiaan, menolak bala, atau menghormati para leluhur. Sama seperti salah satu tradisi unik asal Jepara yang dinamai sebagai Obor-oboran atau Perang Obor.
Tradisi tahunan yang berasal dari Desa Tegal Sambi, Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah ini bukan hanya unik, tapi juga ekstrem sekaligus anti-mainstream. Memanfaatkan kobaran api, penduduk setempat melakukan tradisi saling memukul.
Walau terkesan seram dan berbahaya, Obor-oboran memiliki tujuan yang mulia. Tradisi Obor-oboran merupakan cara penduduk Jepara untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil panen, rezeki, keselamatan, sekaligus melestarikan tradisi nenek moyang. Rutin digelar setiap tahun, Tradisi Obor-oboran juga bertujuan untuk menolak bala.
ADVERTISEMENT
Berawal dari ketidaksengajaan, konon tradisi obor-oboran dilakukan pertama kali oleh Kyai Babadan dan Ki Gembong di masa silam. Menurut cerita yang beredar di masyarakat setempat, Kyai Babadan mempercayakan ternaknya berupa kambing dan sapi untuk digembalakan oleh Ki Gembong.
Namun karena terlalu senang memancing ikan dan udang di sungai, ternak yang dipercayakan Kyai Babadan malah terlupakan dan jatuh sakit, bahkan mati. Karena tidak terima, Kyai Babadan memukul Ki Gembong dengan menggunakan obor dari pelepah kelapa. Ki Gembong yang merasa posisinya terancam pun membela diri dengan melakukan hal yang sama.
Uniknya, saat mereka bertarung dan saling menyabet menggunakan api dari obor, ternak yang sakit malah menjadi sembuh. Ternak-ternak tersebut sembuh dan menjadi sehat saat percikan api menyebar di tumpukan jerami di sebelah kandang. Kyai Babadan dan Ki Gembong pun tidak jadi bertengkar.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itulah, masyarakat Jepara percaya bahwa tradisi obor-oboran membawa kesehatan dan keberuntungan.
Diselenggarakan pada hari Senin Pahing, atau malam Selasa Pon di bulan Zulhijah, Obor-oboran dilaksanakan sesuai perhitungan kalendar Jawa atau Arab. Di tahun 2018, tradisi Obor-oboran dilakukan pada Senin, 20 Agustus 2018 dan diikuti sekitar 30 orang peserta. Tradisi saling pukul dengan api itu berlangsung selama kurang lebih satu jam.
Untuk bisa berpartisipasi dalam perang obor, kamu mesti berusia 17 tahun ke atas, sehat jasmani dan rohani, serta tidak mudah emosi. Cara 'bermainnya', kamu hanya diperbolehkan untuk saling memukul obor bukan tubuh lawan, dan harus dari depan lawan. Obor yang digunakan berasal dari pelepah kelapa yang diisi dengan daun pisang yang telah dikeringkan.
Karena dilakukan pada malam hari, kamu akan melihat keindahan bunga api yang memercik di tengah gelap malam. Pertarungan antar peserta pun jadinya malah terlihat indah seperti tarian.
ADVERTISEMENT
Saling hajar dengan bara api dari obor yang membara, para peserta tidak pernah terluka parah hingga meninggal. Mereka biasanya hanya mendapat luka ringan yang nantinya akan diobati dengan minyak khusus. Yang berupa campuran dari bunga bekas sesaji dengan minyak kelapa.
Sebelum sesi tarung obor dilakukan, ada beberapa rangkaian acara yang mesti dilakukan oleh masyarakat Jepara. Rangkaian acaranya terdiri dari pembersihan makam dan petilasan leluhur, menyiapkan sesajian, berdoa, dan makan bersama (dhahar kembul).
Live Update