Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
God of Brokenheart, Didi Kempot meninggal dunia. Pria bernama asli Dionisius Prasetyo itu meninggal di Rumah Sakit Kasih Ibu Solo pada Selasa (5/5) di usianya yang ke-53.
ADVERTISEMENT
Didi Kempot populer lewat lagu-lagu yang didominasi dengan lirik bahasa Jawa, seperti ‘Stasiun Balapan’, ‘Sewu Kuto’, dan ‘Suket Teki’. Lagu 'Stasiun Balapan' adalah salah satu tembang campur sari yang membawa nama Didi Kempot naik daun.
Lagu ini bercerita tentang berakhirnya kisah cinta sepasang kekasih yang berpisah di Stasiun Balapan, Solo. Dalam lagu tersebut diceritakan bahwa kekasih ini mesti berpisah, karena salah satu di antara mereka harus pergi ke kota lain, tetapi pada akhirnya ia mengingkari janji dan tak kembali.
Menurut laman resmi Pemda Surakarta, Stasiun Balapan Solo merupakan stasiun terbesar dan bersejarah di Kota Solo. Stasiun ini berada di jalur kereta api yang menghubungkan Solo dengan Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Semarang.
ADVERTISEMENT
Stasiun Balapan terletak di Jalan Wolter Monginsidi No. 112, Kestalan, Banjarsari. Lokasi tersebut sangat strategis dan berdekatan dengan Mangkunegaran, Pasar Legi, serta Villa Park yang merupakan pemukiman Eropa tempo dulu.
Dalam laman resmi PT Kereta Api Indonesia (Persero) dituliskan pula bahwa Stasiun Balapan awalnya dibangun oleh perusahaan kereta api swasta asal Belanda, yaitu Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Didirikan pada 1870, Stasiun Balapan dibangun bersamaan dengan pembangunan jalur rel Tanggung-Kedungjati-Gundih-Solo Balapan sepanjang 83 kilometer, yang dimulai pada tahun 1868 dan selesai pada 10 Februari 1870.
Stasiun Balapan berdiri di atas lahan milik Keraton Mangkunegaran, tepatnya di kawasan alun-alun utara keraton. Di tempat tersebut dulunya terdapat arena pacuan kuda balapan pada masa Mangkunegoro IV.
ADVERTISEMENT
Dalam bahasa Jawa, arena pacuan kuda itu dikenal sebagai balapan jaran. Arena ini juga tak sembarangan, karena sudah dilengkapi dengan tribun.
Kawasan ini dianggap cocok dan sesuai karena bisa langsung mengarah ke Semarang. Pada saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda tengah menggalakkan perubahan, mengubah pola pedesaan menjadi perkotaan.
Sehingga Pemerintah Kolonial Belanda mengubah sarana dan prasarana, termasuk transportasi umum. Di masa itu, jalur kereta api menuju Semarang dianggap sebagai salah satu prioritas. Sebab, Semarang dijadikan sebagai ibu kota provinsi.
Karena tak ada pilihan lain, akhirnya pacuan kuda yang berada di Alun-Alun Keraton Mangkunegaran diubah jadi stasiun. Pacuan kuda yang tadinya berada di kawasan alun-alun lantas dipindah ke Manahan.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, nama Balapan selalu melekat pada stasiun ini. Meskipun terkadang ada juga orang-orang yang menyebut Stasiun Balapan di Solo sebagai Stasiun NISM.
Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana IX, dengan cara menggunakan cetok dari emas murni.
Stasiun Balapan menjadi semakin besar setelah perusahaan milik pemerintah, Staatsspoorwegen (SS), menyambung jalur kereta api yang telah ada dengan jalur Madiun-Paron-Sragen-Solo sejauh 97 km pada 24 Mei 1884.
Penyambungan jalur tersebut membuat Stasiun Balapan sebagai stasiun terbesar pada masanya. Untuk mengakomodir rel yang panjang, maka dilakukan penambahan emplasemen di Stasiun Balapan. Sehingga ada dua emplasemen, utara dan selatan.
Bagian utara digunakan untuk kereta api milik NISM dan lebih diperuntukkan untuk kereta barang. Sementara bagian selatan digunakan untuk kereta api milik SS dan lebih diperuntukkan untuk kereta penumpang.
ADVERTISEMENT
Di tengah gedung memanjang pada bagian utara diletakkan bangunan utama yang berfungsi sebagai hall kedatangan penumpang sekaligus kantor administrasi.
Pembangunan Stasiun Balapan selesai pada 1910. Namun pada 1927, stasiun ini direnovasi, agar terlihat megah dan mewah. Pemugaran tersebut dilakukan berdasarkan rancangan desain Ir. Herman Thomas Karsten, seorang arsitek Belanda ternama yang juga perencana wilayah di Hindia Belanda.
Stasiun Balapan bukan cuma jadi stasiun terbesar pada masanya, tapi juga satu-satunya pemberhentian kereta kelas satu di Solo. Enggak heran, stasiun ini menjadi stasiun dengan penumpang terbanyak.
Dalam catatan tahunan NISM tahun 1887, penumpang Stasiun Balapan tercatat sudah mencapai 55 ribu per tahun. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan semua stasiun di Semarang maupun Vorstenlanden (wilayah kerajaan kawasan D. I. Yogyakarta dan bekas wilayah Karesidenan Surakarta).
Selain jadi saksi usainya kisah cinta kekasih yang ingkar janji, Stasiun yang memiliki nama resmi Solo Balapan ini juga menjadi lokasi momen-momen historis.
ADVERTISEMENT
Mulai dari momen ketika Pakubuwono X hendak menikah dengan putri Hamengkubuwono VII pada 1915 hingga pengangkutan massa Sarikat Islam yang akan melaksanakan kongres di Solo . Ketika menunggu waktu keberangkatan, Pangkebuwono X menunggu di wachtkamer (ruang tunggu) Stasiun Balapan bersama sang kakak, Prabuningrat.
Hingga saat ini, Stasiun Solo Balapan masih aktif beroperasi dan sering digunakan oleh pelancong maupun masyarakat sekitar. Stasiun ini bahkan telah ditetapkan sebagai Bangunan Stasiun Cagar Budaya Berdasarkan SK Bupati Nomor 646/1-R/1/2013.
Kini, nama Stasiun Balapan makin terkenal semenjak lagu-lagu Didi Kempot naik daun, bahkan hingga ke luar negeri. Selamat jalan Didi Kempot, tetaplah jadi kenangan.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
ADVERTISEMENT
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.