Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
ADVERTISEMENT
Untuk meminimalkan risiko yang mungkin akan timbul saat terjadinya bencana, Kementerian Pariwisata (Kemenpar ) menyusun Panduan Mitigasi Bencana di destinasi pariwisata yang rawan bencana.
ADVERTISEMENT
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyusun Panduan Mitigasi Bencana di Destinasi Pariwisata rawan bencana untuk meminimalisasi risiko yang mungkin timbul saat terjadi bencana. Pematangan rancangan tersebut dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Perancangan Destinasi Pariwisata di Kawasan Rawan Bencana.
Berdasarkan rilis resmi yang diterima kumparan pada Selasa (30/4) kegiatan Bimtek serupa sebelumnya telah dilaksanakan di Banten, Makassar, Lombok, Yogyakarta, dan Banyuwangi. Adapun Bimtek kali ini membagi tema sesuai dengan potensi bencana di wilayah tersebut.
"Bimtek di Kabupaten Simalungun, Sumut, mengambil topik bahasan tanah longsor sebagai pembahasan utama. Pemilihan pembahasan tersebut bukan tanpa alasan, melainkan berdasarkan potensi dan banyaknya jumlah bencana tanah longsor di Sumatera Utara,” kata Kabid Bina Pemasaran Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, Muchlis.
ADVERTISEMENT
Muchlis juga mengungnkapkan bahwa berdasarkan data BPBD yang terangkum dari data historis selama tiga tahun terakhir, tanah longsor merupakan salah satu dari 14 bencana yang paling sering terjadi di Sumut, baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia.
Sementara itu, menurut Kepala Bidang Perancangan Destinasi Kemenpar , Abdu Rahman, kegiatan ini merupakan upaya untuk mendukung terwujudnya visi Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, serta mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat.
“Salah satu misi pembangunan yang telah ditetapkan untuk mendukung terwujudnya visi tersebut ialah misi yang terkait dengan pembangunan destinasi pariwisata, yaitu destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, serta meningkatkan pendapatan nasional, daerah, dan masyarakat,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itulah penyelenggaraan rangkaian Bimtek Perancangan Destinasi Pariwisata di Kawasan Rawan Bencana menjadi penting. Terlebih bila mengingat bahwa 8 dari 10 Destinasi Prioritas Pariwisata termasuk dalam kawasan rawan bencana alam.
Adapun tujuan Perancangan Destinasi Pariwisata di Kawasan Rawan Bencana ini ialah memberikan materi kepada peserta terkait pengembangan destinasi pariwisata yang berbasis mitigasi bencana dan menyinergikan arah kebijakan pengembangan kepariwisataan di kawasan atau destinasi rawan bencana.
“Ini menandakan bahwa Sumatera Utara telah memiliki kesadaran pentingnya pengembangan destinasi pariwisata yang berbasis mitigasi bencana,” kata Abdu.
Dari kegiatan tersebut dapat disimpulkan lima hal, yakni bahwa pengembangan kawasan pariwisata, khususnya destinasi wisata alam, tidak dapat dipisahkan dari mitigasi bencana.
Selain itu, mengembangkan kawasan pariwisata secara masif bila tanpa menyiapkan mitigasi bencana dapat berkonsekuensi pada meningkatnya risiko atau potensi dampak kerugian dan korban akibat bencana pada masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Tata ruang sendiri merupakan instrumen untuk mengelola dan mengurangi risiko bencana tersebut (living in harmony with disaster risk).
Hal ketiga yakni Indonesia rawan terhadap bencana dan sebagian besar destinasi pariwisata terletak di kawasan rawan bencana sehingga perlu ada strategi dan kebijakan untuk mengurangi dampak dari bencana.
Selanjutnya mitigasi struktural dan non-struktural untuk destinasi rawan bencana banjir dan tanah longsor yang harus ditindaklanjuti oleh seluruh stakeholder di kabupaten atau kota.
Mitigasi struktural meliputi pemetaan kawasan rawan bencana, penegakan pemanfaatan ruang berdasarkan peta KRB, menyediakan penunjuk arah evakuasi dan titik kumpul di daerah-daerah rawan, leaflet kebencanaan, membangun sistem peringatan dini, dan penggunaan teknologi (peta digital seperti Cek Posisi dan InaRISK, MAGMA Indonesia-PVMBG, Slim Sumut, dan gistaru.atrbpn.go.id).
Sementara mitigasi non-struktural meliputi peningkatan kapasitas masyarakat, menggali kearifan lokal, sertifikasi pemandu wisata, sertifikasi tim penyelamat, sertifikasi kesiapsiagaan bencana, penyediaan tim manajemen darurat dengan SOP yang telah ditetapkan, update informasi berkala terkait aktivitas kebencanaan, menjalin koordinasi dan komunikasi yang berkelanjutan antar kabupaten/kota di kawasan sekitar.
ADVERTISEMENT
Hal kelima yakni kesiapsiagaan (preparedness) harus dimiliki oleh pelaku pariwisata untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna.
“Bimtek juga menghasilkan stakeholder mapping dalam mitigasi bencana,” tutup Abdu. Ia juga menambahkan, seluruh masukan dan paparan pada Bimtek ini akan dijadikan sebagai bahan masukan untuk penyusunan buku Panduan Mitigasi Bencana di destinasi pariwisata.