4 Hal soal Mindfulness, Teknik Kesehatan Mental yang Bisa Dilakukan saat Pandemi

28 April 2020 10:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan bahagia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan bahagia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Berada di tengah pandemi COVID-19 bukanlah hal yang mudah. Berbagai ketidakpastian yang ada, mulai dari kekhawatiran mengenai kesehatan, pekerjaan, hingga keuangan, bisa membuat kita merasa gelisah, kesal, bahkan tidak mampu memfokuskan pikiran.
ADVERTISEMENT
Menurut Raden Prisya, praktisi mindful living dan parenting, hal ini lumrah terjadi. Apalagi, manusia menang cenderung mencari suatu kepastian dan rutinitas yang bisa diprediksi. Sementara, hal itu sulit didapatkan dalam pandemi COVID-19. Segala hal yang sudah kita lakukan selama ini berubah drastis, membuat kita kembali harus beradaptasi ulang.
Akibatnya, kita pun perlu berusaha lebih keras untuk dapat menjaga kesehatan mental di tengah situasi ini.
“Ketidakpastian yang begitu banyak itulah yang membuat kita harus berusaha ekstra keras, agar akhirnya bisa menyamankan diri dan mengelola emosi yang muncul," ujar Prisya dalam sesi talkshow online, 'Mengelola Kesehatan Mental di Masa Pandemi', bersama Sun Life dan kumparan pada Sabtu (25/4) lalu.
Di tengah situasi seperti ini, salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental adalah dengan menerapkan mindfulness. Konsep ini mengajak kita untuk menjalani hidup sepenuhnya di masa sekarang, tanpa terseret aneka pikiran yang muncul dalam diri.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk mencapai kondisi ini, ada serangkaian hal yang perlu kita lakukan. Selain itu, kita juga perlu memahami bahwa mindfulness adalah suatu proses yang akan terus berlangsung dalam hidup, bukan sebuah tujuan akhir yang perlu dicapai seseorang.
Lebih jelasnya, berikut penjelasan mengenai mindfulness, seperti disampaikan oleh Prisya.

1. Apa itu mindfulness?

Ilustrasi perempuan berfokus pada apa yang ada di depan mata. Foto: Shutterstock
Prisya menyampaikan, mindfulness adalah kondisi ketika seseorang bisa mengenal, memahami, dan mendengarkan dirinya sendiri. Salah satu cara untuk mencapai kondisi ini adalah dengan benar-benar fokus pada apa yang sedang terjadi, tanpa memikirkan hal-hal lain.
"Kalau lagi kerja, ya, pikiran kita hanya dalam pekerjaan saja, enggak kemana-mana. Enggak perlu mikirin masa lalu sebelum COVID-19, enggak perlu mikirin setelah COVID-19 akan seperti apa," tutur ibu dari dua anak tersebut.
ADVERTISEMENT
Prisya juga menyampaikan, pada dasarnya, hidup mindful adalah hidup dengan makna. Lawan dari konsep ini adalah hidup autopilot; ketika seseorang sekadar menjalani hidup dan rutinitas, tanpa memaknai apa yang sedang terjadi. Padahal, tanpa memaknai apa yang terjadi dalam kehidupan, seseorang tidak bisa menemukan keindahan dalam hidup itu.
"Sebenarnya, dari hal-hal kecil yang kita jalani dalam hidup, ada banyak pencerahan dan rasa syukur yang bisa kita resapi. Itu yang menjadi amunisi kita untuk hidup dan menghadapi masalah yang ada," tutur Prisya.

2. Cara mencapai mindfulness

Untuk menjadi mindful, kita perlu memiliki pola pikir yang tepat. Menurut Prisya, yang pertama adalah dengan mempercayai bahwa hidup memang terjadi untuk kita namun tidak hanya kepada kita.
ADVERTISEMENT
“Semua skenario yang terjadi di dalam hidup ini sebenarnya sudah diatur sedemikian rupa dan itu memang kebutuhan kita. Ada yang sudah mengatur ini semua, menciptakan hikmah dari semua kejadian dalam hidup kita,” ungkap Prisya.
Prisya menjelaskan, ini juga berarti kita memahami bahwa apa yang terjadi sebelum COVID-19 adalah hal yang sudah berlalu. Sehingga, kita tidak perlu berlama-lama memikirkannya, maupun memusingkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Ilustrasi meditasi Foto: Shutterstock
Untuk bisa memiliki pola pikir ini, kita dapat melakukan beberapa hal. Di antaranya, dengan melakukan meditasi, berusaha menjadi nonjudgmental atau tidak menghakimi, memaafkan, mencintai dan mengurus diri sendiri, menyadari emosi yang ada dalam diri, menggali diri, hingga berusaha memahami sebuah kejadian dengan sudut pandang yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Bila dapat melakukan hal-hal tersebut dan mencapai mindfulness, kita dapat lebih memahami emosi yang ada dalam diri, sekaligus mencari cara untuk menyikapinya. Sebab, pada dasarnya, seseorang tidak seharusnya menahan emosi maupun memberikan stigma terhadap perasaan negatif yang muncul dalam diri. Justru, yang perlu dipahami adalah bagaimana caranya menyikapi perasaan tersebut.
"Semakin kita berusaha menahan (emosi) di dalam diri, semakin dia akan berteriak dan minta dikeluarkan. Jadi, yang perlu kita pahami adalah mendengar perasaan dan paham bahwa diri kita sedang berproses. Ini layak kita lalui, tanpa harus menghakimi diri tidak becus," tegasnya.

3. Mulailah dari langkah kecil

Ilustrasi perempuan menulis buku harian. Foto: Shutter Stock
Jika belum terbiasa meluangkan waktu untuk diri sendiri, Prisya menyarankan agar kita memulai dengan langkah-langkah kecil yang bisa dilakukan di rumah sekalipun. Misal, dengan menulis jurnal atau melakukan kegiatan self-care lainnya; membaca buku, bermeditasi, maupun berolahraga. Pada tahapan awal, kita bisa mencoba melakukannya dengan batas waktu tertentu, seperti sejam, setengah jam, bahkan 15 menit. Yang terpenting, kita menjalani kegiatan tersebut tanpa distraksi. Kemudian, kita juga perlu ingat untuk melakukannya secara berkelanjutan, bukan hanya sesekali.
ADVERTISEMENT
"Bisa dengan beres-beres rumah, menulis jurnal rasa syukur, menikmati udara pagi, menginjak rumput, merasakan nafas dan udara yang masuk, maupun mensyukuri bahwa kita masih hidup hingga saat ini," ungkap Prisya.
"Daripada merasa stuck di dalam rumah, coba ganti pikiran Anda dengan merasa, 'saya masih aman di rumah sampai saat ini'," ujarnya melanjutkan.

4. Mindfulness bukanlah tujuan akhir

Ilustrasi perempuan bahagia Foto: Shutterstock
Selain itu, perlu dipahami bahwa mindfulness adalah sebuah proses yang panjang dan bukan tujuan akhir. Selama masih hidup, seseorang masih akan terus menjalani proses ini, bersama segala tantangan baru yang mungkin muncul. Oleh karena itu, menurut Prisya, kita perlu berusaha menikmati dan menghargai proses yang ada.
"Jadi, kalau kita masih berkutat dengan berbagai macam pikiran yang ada di dalam kepala, yang paling penting adalah melakukan repetisi dan mengubah kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan self-care nya diperbaiki," tutur Prisya.
ADVERTISEMENT
"Tidak perlu berambisi dan harus sekarang berhasil. Kenapa? Karena kalau sudah memaksa, nanti kita berharap lebih ke diri sendiri, akhirnya merasa enggak mampu, sulit menerima kondisi, terus stres karena prosesnya makan hati," ujarnya menegaskan.
-----
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
*****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.