4 Siklus KDRT yang Harus Dipahami agar Tak Menjadi Korban

7 November 2024 9:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KDRT. Foto: Africa Studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KDRT. Foto: Africa Studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Rumah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk anggota keluarga. Sayangnya, ada beberapa anggota keluarga yang justru menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat ada 5.526 kasus KDRT di Indonesia pada 2022. Ini adalah data yang tercatat di Kepolisian Daerah.
Jumlah tersebut mungkin bisa lebih banyak lagi. Pasalnya, masih banyak orang yang belum menyadari bahwa dirinya tengah menjadi korban KDRT.
Perlu diketahui bahwa dalam kebanyakan kasus KDRT, terdapat sebuah siklus yang dibuat pelaku. Siklus inilah yang kerap membuat korban tak mampu keluar dari jeratan kekerasan, atau melapor ke pihak berwajib. Lantas, apa saja siklus KDRT?

Siklus KDRT yang Wajib Dipahami

Ilustrasi KDRT. Foto: Opat Suvi/Shutterstock
Merujuk laman Psych Central, siklus KDRT adalah konsep yang diperkenalkan psikolog Lenore E. Walker pada 1970-an. Konsep ini ia temukan setelah mengobservasi dan mewawancarai perempuan yang menjadi korban KDRT.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ada 4 fase yang selalu berulang dalam KDRT dan akhirnya menjadi siklus. Berikut ulasannya:

1. Fase Ketegangan

Selama fase ketegangan, pasangan yang menjadi pelaku mulai memperlihatkan tanda-tanda akan melakukan kekerasan. Tandanya meliputi emosi yang meledak-ledak, selalu marah, dan tidak sabaran.
Awalnya mungkin hanya sesekali, tapi intensitas dan frekuensi kekerasannya perlahan-lahan akan meningkat. Pemicunya biasanya dari hal-hal eksternal, seperti kesulitan ekonomi, masalah di tempat kerja, dan lain-lain.

2. Fase Insiden

Pada fase ini, pelaku mulai terang-terangan melakukan kekerasan untuk menunjukkan kuasanya terhadap korban. Tindakannya bisa meliputi:

3. Fase Rekonsiliasi

Ilustrasi KDRT. Foto: charnsitr/Shutterstock
Setelah terjadi kekerasan, pelaku biasanya akan merasa ketegangan mulai mereda. Ia bisa kembali tenang dan menjalani hari seperti biasa. Sementara di sisi lain, korban akan merasa sangat trauma.
ADVERTISEMENT
Kadang kala pelaku juga akan merasa bersalah dan ingin memperbaiki perilakunya. Mereka meminta maaf, menghujani korban dengan kasih sayang, dan berjanji tidak akan melakukan kekerasan lagi.
Selama fase ini, pelaku juga mungkin akan melakukan hal-hal romantis. Akhirnya, korban cenderung mempercayai pelaku dan memberi kesempatan lagi.

4. Fase Tenang

Selama fase tenang, pelaku akan tetap bersikap penuh perhatian. Namun, setelah mereka mendapatkan maaf dari pasangan, pelaku biasanya akan berulah lagi.
Pelaku di fase tenang kemungkinan akan melakukan hal berikut pada korban:
ADVERTISEMENT
Fase ini bisa terasa membingungkan bagi korban. Pasalnya, pasangan tampak ingin memperbaiki keadaan, tapi mereka tidak kelihatan ingin disalahkan.
Setelah beberapa waktu, korban mungkin mulai mengalami fase ketegangan lagi. Itu karena siklus KDRT ini memang kerap berulang. Untuk keluar dari siklus ini, korban sebaiknya segera melapor ke orang terdekat atau pihak berwajib.