7 Perempuan yang Jadi Menlu di Berbagai Negara, dari Indonesia hingga Australia

9 Juni 2022 20:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menlu Australia Penny Wong dan Menlu Retno Marsudi di Jakarta, Minggu (5/6/2022). Foto: Twitter/@Menlu_RI
zoom-in-whitePerbesar
Menlu Australia Penny Wong dan Menlu Retno Marsudi di Jakarta, Minggu (5/6/2022). Foto: Twitter/@Menlu_RI
ADVERTISEMENT
Saat ini, sudah banyak perempuan hebat di seluruh dunia yang masuk ke dalam jajaran orang penting dalam pemerintahan. Negara-negara mulai memiliki kabinet pemerintahan yang setara, dengan jumlah menteri perempuan seimbang dengan menteri laki-laki.
ADVERTISEMENT
Salah satu posisi yang paling penting dalam pemerintahan adalah posisi Menteri Luar Negeri (Menlu). Sebab, Menlu-lah yang menjadi aktor utama dalam hubungan suatu negara di kancah internasional. Tak jarang, Menlu menjadi “wajah” dari diplomasi dan politik luar negeri suatu negara.
Kini, jabatan yang krusial ini sudah banyak dipegang oleh para perempuan hebat di dunia. Ada yang sudah menjabat hingga dua periode, ada juga yang baru memulai perjalanannya di bidang ini. Simak nama-nama perempuan hebat tersebut, yang sudah kumparanWOMAN rangkum berikut ini.

1. Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno L Marsudi

Menlu RI Retno Marsudi usai menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/6/2022). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
Menlu Retno L Marsudi merupakan perempuan pertama yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di Indonesia, lho. Ia dilantik pada 27 Oktober 2014 dan masih menjabat hingga sekarang. Artinya, ia sudah dipercaya untuk memegang jabatan ini selama 7 tahun lebih, Ladies.
ADVERTISEMENT
Perempuan yang lulus dari Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1985 ini sudah berkarier bersama Kemlu RI sejak 1997 silam. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Eropa Barat pada 2003–2005, Direktur Jenderal Amerika dan Eropa pada 2008–2012, dan Duta Besar RI untuk Belanda pada 2012–2014.

2. Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss. Foto: Pedja Stanisic/REUTERS
Elizabeth Truss, atau yang lebih akrab dipanggil Liz Truss, adalah Menlu Inggris yang menjabat sejak 15 September 2021. Selain memegang posisi sebagai menlu, Liz juga merupakan Menteri Perempuan dan Kesetaraan Inggris sejak 2019 lalu.
Ibu dua anak ini merupakan lulusan dari Merton College, Oxford. Ia mendalami bidang filsafat, politik, dan ekonomi semasa berkuliah. Liz pun sudah berkecimpung di dunia perpolitikan Inggris sejak 2010, tahun ketika dirinya menjadi Anggota Parlemen untuk pertama kalinya.
ADVERTISEMENT

3. Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Nanaia Mahuta

Nanaia Mahuta. Foto: AAP / Ben McKay / via REUTERS
Nanaia Mahuta merupakan perempuan pertama yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Selandia Baru. Perempuan yang identik dengan tato Maori di bagian dagu (dinamakan Moko) ini dilantik pada 6 November 2020. Sebelum menjadi menlu, ia menjabat sebagai Menteri Pemerintahan Daerah dan Menteri Perkembangan Pemuda.
Nanaia telah berkecimpung di perpolitikan Selandia Baru lebih dari 20 tahun. Ia pun pernah masuk ke dalam daftar BBC’s 100 Women pada 2018 lalu, atas karier dan sepak terjangnya di politik Selandia Baru.

4. Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Naledi Pandor

Naledi Pandor, Menteri Luar Negeri Afrika Selatan. Foto: EDUARDO MUNOZ/POOL/AFP
Naledi Pandor merupakan Menlu Afrika Selatan (Afsel) yang sudah menjabat sejak 2019 lalu. Perempuan kelahiran Durban, Afsel, ini merupakan seorang akademisi dengan gelar Magister Pendidikan dari University of London pada 1979, dan Magister di bidang Linguistik Umum dari University of Stellenbosch pada 1997.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjabat sebagai menlu, ia menduduki posisi Menteri Pendidikan Tinggi dan Pelatihan Afsel pada 2018–2019. Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Sains dan Teknologi Afsel pada 2014–2018.

5. Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong

Menlu baru Australia, Penny Wong. Foto: Saeed Khan/AFP
Australia baru saja memiliki menlu baru, yaitu Penny Wong, yang dilantik pada akhir Mei lalu. Ia meneruskan tugas-tugas yang sebelumnya diemban oleh Marise Payne, Menlu Australia yang menjabat pada 2018—2022.
Penny Wong merupakan Menlu pertama Australia yang merupakan keturunan Asia Tenggara. Ya, Penny lahir di Malaysia pada 5 November 1968, dan pindah ke Australia ketika usianya 8 tahun.
Sebelum menjabat sebagai Menlu Australia, ia pernah menduduki posisi Menteri Perubahan Iklim, Efisiensi Energi dan Air pada 2010, lalu menjadi Menteri Keuangan dan Deregulasi pada 2010–2013. Perempuan berusia 53 tahun ini juga merupakan perempuan gay pertama yang menjadi anggota Parlemen Australia. Ia merupakan tokoh yang memperjuangkan legalisasi pernikahan sesama jenis di Negeri Kanguru.
ADVERTISEMENT

6. Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock kunjungi kuburan massal di Bucha, Ukraina pada Selasa (10/5/2022). Foto: SERGEY VOLSKIY/AFP
Di bawah kepemimpinan Kanselir Jerman Olaf Scholz, kabinet Jerman diwarnai dengan keberagaman dan kesetaraan. Ya, jumlah menteri laki-laki dan perempuan di kabinetnya seimbang. Posisi Menlu Jerman pun dipegang oleh perempuan bernama Annalena Baerbock.
Annalena terjun ke dunia politik Jerman sejak 2005, ketika dirinya bergabung dengan Partai Hijau (The Greens). Kemudian, sejak 2013, ia menjadi anggota Bundestag (parlemen Jerman). Posisi menlu ini merupakan posisi menteri pertama yang pernah ia pegang. Sebelumnya, sejak 2018–2022, ia merupakan ketua bersama Partai Hijau.

7. Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna

Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna. Foto: Ludovic MARIN/AFP
Catherine Colonna dilantik sebagai Menlu baru Prancis pada 20 Mei 2022 lalu, di bawah pemerintahan Perdana Menteri Elisabeth Bourne. Perempuan lulusan École nationale d'administration (ENA) ini sebelumnya menjabat sebagai Duta Besar Prancis untuk Inggris Raya pada 2019–2022 dan Duta Besar Prancis untuk Italia pada 2014–2017. Ia juga pernah menjadi Perwakilan Tetap Prancis untuk UNESCO pada 2008–2010.
ADVERTISEMENT