Cerita Peneliti di AS Yang Jadikan Drama Korea Sebagai Terapi Kesehatan Mental

13 Juli 2021 21:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cerita Peneliti di AS Yang Jadikan Drama Korea Sebagai Terapi Kesehatan Mental. Foto: dok. YouTube
zoom-in-whitePerbesar
Cerita Peneliti di AS Yang Jadikan Drama Korea Sebagai Terapi Kesehatan Mental. Foto: dok. YouTube
ADVERTISEMENT
Drama korea merupakan salah satu hiburan yang cukup disenangi oleh masyarakat untuk mengisi waktu luang. Biasanya, penggemar senang dengan jalan ceritanya yang terkadang sering ditemukan di dunia nyata. Misalnya seperti percintaan, masalah keluarga, pekerjaan, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Tapi, ada juga faktor lain yang mempengaruhi seseorang gemar menonton drama korea seperti karena aktor atau aktris yang memainkannya hingga alur cerita yang membuat penasaran dan romantis. Akibatnya, kamu akan rela menghabiskan banyak waktu untuk menontonnya.
Drama Korea It's Okay That's Love. Foto: dok. Instagram
Namun selain faktor-faktor di atas, drama korea ternyata bisa memperbaiki kesehatan mental kamu lho, Ladies. Pasalnya ketika pikiran kamu sedang tidak karuan, kamu bisa mengalihkannya dengan menonton sesuatu yang bisa menghibur seperti drama korea ini.
Terlebih di masa pandemi, banyak sekali masyarakat yang melakukan segala kegiatannya di rumah seperti bekerja, sekolah, dan lainnya. Karena tidak menemukan suasana yang baru, tidak sedikit yang justru merasa stres dan mengalami gangguan mental akibat tidak betah apabila harus selalu beraktivitas di rumah.
ADVERTISEMENT
Berlandaskan hal itu, seorang profesor asal University of California, San Francisco, Van Ta Park PhD, MPH, melakukan penelitian dengan menggunakan dua drama korea untuk membahas isu gangguan mental para penggemarnya. Kedua drama korea tersebut diketahui merupakan School 2013 dan It's Okay That's Love.
Drama Korea School 2013. Foto: dok. Instagram
Awal mulanya, tepat di tahun 2020, Profesor Van melakukan penelitian pertama yang berjudul 'Hasil Menjanjikan dari Penggunaan Drama Korea untuk Membahas Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Perundungan di Sekolah dan Kesehatan Mental di antara Mahasiswa Perguruan Tinggi Asia-Amerika.'
Dalam penelitian pertamanya, Profesor Van menggunakan drama korea School 2013 yang bertemakan tentang bullying. Ia ingin mengetahui, apakah mahasiswa Asia-Amerika tersebut bisa semakin peduli terhadap kasus bullying setelah menonton drama ini atau tidak.
ADVERTISEMENT
Mengutip Forbes, hasil yang didapatkan yakni partisipan akan lebih mudah mengerti maksud dan tujuan apabila mengerti bahasa Korea itu sendiri. Profesor Van pun menyimpulkan bahwa partisipan cukup menangkap pesan tersebut untuk terapi kesehatan mental.
Kemudian, Profesor Van kembali melakukan penelitian kedua yang menjadikan drama korea It's Okay That's Love, dengan judul 'Menggunakan Drama Korea sebagai Alat Pembelajaran Kesehatan Mental Presisi untuk Orang Asia-Amerika.'
Adegan yang menjadi fokus oleh Profesor Van yakni karakter yang diserang karena memiliki gangguan kesehatan mental. Dan Profesor Van mengaku bahwa banyak sekali feedback yang ia terima dari penelitiannya yang kedua ini.
Akibat dari penelitian keduanya ini, Profesor Van menyimpulkan bahwa drama korea bisa mengubah persepsi tentang kesehatan mental. Sehingga, masyarakat bisa semakin peduli terkait kesehatan mentalnya dan bisa mencari seorang terapis untuk menyembuhkan.
ADVERTISEMENT

Drama korea menjadi bahan untuk terapi

Seorang terapis asal Asia-Amerika, Jeanie Y. Chang, LMFT CMHIMP, CCTP, menggunakan drama korea sebagai terapi untuk kesehatan mental para pasiennya.
Biasanya, ia akan menyuruh sang pasien untuk menonton drama korea sebagai tugasnya. Ada juga beberapa drama yang Jeanie sarankan kepada para pasien untuk ditonton, salah satunya adalah drama korea, Reply 1988, yang tayang pada tahun 2016.
Drama Korea, Reply 1988. Foto: tvN
"Misalnya dalam drama Reply 1988 di mana ada adegan yang sangat bagus untuk diserap. Kamu bisa melihat bahwa seorang anak biasanya tidak bermaksud untuk tidak menghormati orangtuanya," jelas Jeanie.
Selain menjadi terapis, Jeanie juga aktif di akun YouTube-nya yang membahas tentang kesehatan mental. Supaya semakin memberikan kesembuhan dari terapinya tersebut, Jeanie juga mencarikan beberapa adegan yang sekiranya tepat dengan situasi pasiennya.
ADVERTISEMENT
Penulis: Johanna Aprillia