Kenapa Gen Z dan Milenial Mengasosiasikan Liburan dengan Kekayaan? Ini Alasannya

26 Agustus 2023 16:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi seorang perempuan traveling. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang perempuan traveling. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ladies, apakah kamu pernah berpikir bahwa seseorang yang sering liburan berarti kaya raya? Ternyata, menurut riset Financial Fitness Index 2023 yang dilakukan oleh bank OCBC NISP, angka persepsi tersebut mengalami peningkatan di tahun ini. Tidak tanggung-tanggung, peningkatannya mencapai 350 persen ketimbang tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Ternyata, persepsi bahwa liburan sama dengan kaya raya itu adalah persepsi yang kurang tepat, Ladies.
Riset yang melibatkan 1.351 responden rentang usia 25–35 tahun tersebut mengungkapkan, anak muda yang memiliki persepsi liburan sama dengan kaya raya justru memiliki skor kesehatan keuangan yang lebih rendah ketimbang mereka yang berpendapat bahwa kaya raya mengacu pada kepemilikan produk investasi.
Peningkatan persepsi ini akhirnya memicu pertanyaan: mengapa hal itu terjadi? Dalam laporan Financial Fitness Index 2023, terungkap bahwa media sosial berperan besar dalam membentuk persepsi tersebut.
Najwa Shihab (kedua dari kiri) di konferensi pers peluncuran riset Financial Fitness Index 2023 di Senayan City, Jakarta, Selasa (22/8/2023). Foto: Judith Aura/kumparan
Dalam konferensi pers peluncuran riset Financial Fitness Index 2023 di OCBC NISP Nyala Festival, Senayan City, Jakarta, Selasa (22/8), jurnalis Najwa Shihab turut menjelaskan mengapa media sosial mampu menyebabkan pergeseran persepsi itu.
ADVERTISEMENT
Menurut Najwa, anak muda—dalam konteks ini adalah generasi milenial dan gen Z—merupakan generasi yang sangat dekat dengan internet, termasuk media sosial. Sebagai "digital native", mereka terpapar oleh informasi hampir setiap saat dari berbagai arah.
“Intinya, mereka adalah generasi pertama di muka bumi yang setiap hari terpapar informasi terus-menerus. Akhirnya, ini membuat mereka ada kecemasan,” jelas Najwa.
“Bagaimana enggak cemas, bangun-bangun dapat berita buruk di mana-mana, dari ujung dunia kiri ke kanan. Tahu soal krisis iklim, susahnya dapat pekerjaan, atau krisis ekonomi. Jadi, ya, mereka selalu punya kebutuhan untuk menyeimbangkan atau yang disebut sering healing,” lanjut dia.
Ilustrasi bermain media sosial. Foto: Shutter Stock
Di masa sekarang, healing identik dengan kegiatan berjalan-jalan, termasuk traveling. Tujuannya? Untuk menenangkan diri dari hiruk pikuknya kehidupan dan untuk aktualisasi diri.
ADVERTISEMENT
“Yang juga menarik adalah karena ini generasi media sosial, mereka terbiasa melihat apa yang terpampang dan membanding-bandingkan sehingga mudah insecure karena, sekali lagi, media sosial, kan, memfasilitasi sikap pamer kita, ya. Jadi sering pamer,” ungkap Najwa.
“Ini termasuk definisi kaya, yang kemudian muncul dan didefinisikan bahwa kaya artinya suka traveling,” lanjut dia.
Menurut Najwa, generasi milenial dan gen Z hidup di situasi yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Jika dulu kebutuhan hanya didefinisikan sebagai sandang, pangan, dan papan, kini definisi kebutuhan pun bertambah: healing. Kebutuhan untuk berlibur atau berjalan-jalan itu merupakan salah satu solusi dari tekanan yang banyak mereka rasakan saat ini.
Perempuan bahagia Foto: Shutterstock
“Jadi, ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, kebutuhan mereka berkembang sehingga konsumsi mereka juga bertambah. Atau, mereka punya sikap mental yang you only live once, jadi harus menikmati kehidupan saat ini,” jelas Najwa.
ADVERTISEMENT
Namun, ia mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan melakukan healing atau menjalani kehidupan dengan lifestyle tersebut. Asalkan, dengan syarat harus memiliki perhitungan yang baik.
“Saya percaya, seharusnya tidak apa-apa menikmati atau mendapatkan kenikmatan instan hari ini, tetapi tetap harus mempertimbangkan masa depan. Jadi, perhitungannya harus ada, menurutku itu,” tutup Najwa.