Kisah Claudia, Temukan Jati Diri dalam Perjuangan Melawan Kanker Payudara
4 November 2025 11:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
Kisah Claudia, Temukan Jati Diri dalam Perjuangan Melawan Kanker Payudara
Claudia didiagnosis kanker payudara stadium IV di usia 26 tahun. Dalam perjuangan panjangnya, ia belajar menerima diri dan menemukan makna baru tentang hidup.kumparanWOMAN

ADVERTISEMENT
Di usia 26 tahun, Claudia, seorang makeup artist asal Surabaya, menemukan benjolan di payudaranya. Awalnya ia tak curiga karena bentuknya hanya seperti tonjolan kecil yang keras. Namun, benjolan itu membesar dengan cepat hingga akhirnya ia memutuskan memeriksakan diri ke dokter di Singapura.
ADVERTISEMENT
Hasil pemeriksaan menunjukkan hal yang tak pernah ia bayangkan, yaitu kanker payudara stadium IV. Kanker itu sudah menyebar ke paru-paru, kelenjar getah bening, dan tulang. Meskipun sudah menyiapkan mental dengan membaca berbagai informasi, Claudia mengaku tetap kaget. Yang paling mengejutkan baginya adalah saat tahu sel kankernya telah menyebar ke organ lain.
Setelah menjalani tes genetik, dokter menemukan bahwa Claudia memiliki mutasi gen BRCA1, gen yang meningkatkan risiko kanker payudara dan ovarium. Padahal, ia menjalani gaya hidup sehat: tidak merokok, tidak minum alkohol, jarang makan cepat saji, dan rutin berolahraga.
Perjuangan Melawan Kanker
Claudia menjalani kemoterapi dan operasi pengangkatan payudara kiri (mastektomi). Namun kondisinya sempat menurun setelah melakukan pengobatan di China. Ia sempat mengalami kelumpuhan di tangan kiri akibat sel kanker menekan saraf tulang belakang, dan penyebaran baru muncul di payudara kanan.
ADVERTISEMENT
Ia tidak menampik bahwa menjalani pengobatan kanker adalah perjuangan berat. Fisiknya melemah, efek samping kemoterapi membuat tubuhnya berubah, dan mentalnya diuji. Namun, di tengah rasa sakit itu, ia belajar untuk tetap optimis dan tidak kehilangan harapan.
Rasa Takut Kehilangan Jati Diri
Setelah menjalani mastektomi, Claudia sempat merasa kehilangan sebagian dari dirinya. “Payudara adalah salah satu aset perempuan. Jadi ketika itu diangkat dan saat itu aku belum menikah, aku merasa jadi perempuan yang tidak utuh,” ujarnya.
Perasaan itu diperparah oleh pandangan orang sekitar. Ia merasa kegiatannya dibatasi, bahkan dicap sebagai “orang sakit-sakitan.” Claudia sempat bingung menempatkan dirinya di masyarakat, hingga pada satu titik ia lelah dengan semua stigma.
Dukungan yang Menguatkan
ADVERTISEMENT
Dalam masa-masa sulit, dukungan keluarga dan pasangannya menjadi sumber kekuatan terbesar. Sang kekasih, yang kini menjadi suaminya, selalu mendampinginya sejak awal pengobatan.
“Dia pernah bilang, ‘Aku percaya kamu bisa sembuh.’ Kalau dia aja percaya, masa aku nggak percaya sama diriku sendiri?” kata Claudia.
Kalimat itu menjadi pengingat penting bagi Claudia untuk terus melangkah. Ia belajar bahwa cinta dan dukungan yang tulus dapat menjadi obat paling ampuh dalam proses penyembuhan.
Menemukan Jati Diri Lewat Dunia Kecantikan
Efek kemoterapi membuat Claudia kehilangan rambut dan mengalami perubahan fisik seperti moon face. Namun hal kecil seperti menemukan wig yang cocok membantu memulihkan rasa percaya dirinya.
“Begitu aku pakai wig yang pas, teman-teman bilang kelihatan natural banget, kayak aku dulu. Dari situ, aku mulai menemukan jati diri lagi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Kini Claudia menekuni profesinya sebagai makeup artist. Dunia kecantikan bukan hanya pekerjaan baginya, tapi juga bentuk terapi. Ia merasa bahagia bisa membuat orang lain tampil percaya diri, sekaligus menyembuhkan dirinya sendiri.
Membagikan Harapan untuk Sesama
Melalui media sosial, Claudia kini aktif berbagi cerita dan edukasi soal kanker payudara. Ia berharap kisahnya bisa menjadi semangat bagi perempuan lain yang sedang berjuang.
Bagi Claudia, perjalanan ini bukan sekadar tentang melawan penyakit, tapi tentang menemukan kembali makna hidup.
“Jangan pernah nyerah. Kadang memang rasanya capek, tapi percaya deh, selama kita masih hidup, selalu ada harapan,” pesannya.
