Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Lebih Parah dari PMS, Kenali Premenstrual Dysphoric Disorder pada Perempuan
31 Mei 2022 12:32 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ladies, apa kamu kerap mengalami perubahan mood yang ekstrem, kelelahan yang parah, kecemasan, hingga amarah yang tak tertahankan beberapa hari sebelum menstruasi ? Jika ya, kamu bisa jadi mengidap suatu kondisi yang dinamakan Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD).
ADVERTISEMENT
Mungkin Ladies sudah familiar dengan kondisi yang dinamakan Premenstrual Syndrome (PMS). Ketika kamu mengalami PMS, kamu mengalami sejumlah gejala seperti perubahan suasana hati, rasa nyeri di bagian payudara, dan kelelahan. Nah, meskipun gejala PMS dan PMDD secara sekilas terdengar sama, keduanya merupakan kondisi yang berbeda, lho, Ladies.
Dikutip dari situs resmi Office on Women’s Health, PMDD merupakan kondisi kesehatan yang mirip dengan PMS, tetapi jauh lebih parah. Gejala PMDD biasanya terjadi sekitar 1–2 minggu sebelum menstruasi, dan gejalanya akan hilang 2–3 hari setelah dimulainya menstruasi.
Mengapa PMDD merupakan kondisi kesehatan yang serius? Selain karena gejala fisik, gejala emosi dan perubahan mood yang sangat parah dapat mengganggu kehidupan kamu sehari-hari, Ladies. Bahkan, hubungan sosialmu berisiko rusak akibat gejala emosi yang dialami.
ADVERTISEMENT
Kendati PMDD bisa dialami oleh siapa saja, sejumlah perempuan dengan kondisi kesehatan tertentu ternyata lebih rentan mengidap gangguan kesehatan ini. Dikutip dari Johns Hopkins Medicine, mereka adalah perempuan dengan riwayat PMS atau PMDD di keluarganya; perempuan dengan riwayat gangguan mood, depresi, dan depresi pascamelahirkan di keluarganya; dan perempuan perokok.
Gejala-gejala PMDD
Nah, seperti apa gejala-gejala PMDD? Perlu dicatat bahwa gejalanya mirip dengan PMS, tetapi jauh lebih berat. Tak hanya itu, gejala PMDD juga disebut serupa dengan kondisi tiroid, depresi, dan gangguan kecemasan. Oleh karena itu, kamu perlu memahami dan mencatat gejala-gejala yang kamu alami.
Dilansir Johns Hopkins Medicine, gejala-gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Gejala psikologis
Gejala psikologis pada PMDD berupa perasaan mudah tersinggung (irritability), rasa grogi, kurangnya kendali diri, agitasi, rasa marah, insomnia, kesulitan berkonsentrasi, depresi, kelelahan yang ekstrem, kecemasan, rasa bingung, kelupaan, buruknya pandangan terhadap citra diri, paranoid, sensitivitas emosional yang berlebih, moody, dan kesulitan tidur.
ADVERTISEMENT
Menurut Office on Women’s Health, penderita PMDD juga bisa mengalami gejala psikologis yang berat seperti rasa sedih yang berlebih yang menjurus ke pikiran untuk bunuh diri, serangan panik, hingga berkurangnya ketertarikan terhadap aktivitas yang biasanya disukai.
2. Retensi cairan
Gejalanya meliputi bengkak pada pergelangan kaki, tangan, dan kaki, kenaikan berat badan yang periodik, rasa nyeri pada payudara, dan kurangnya pengeluaran urin.
3. Gejala pada pencernaan
Pengidap PMDD biasanya mengidap gejala-gejala seperti kram perut, kembung, konstipasi, mual dan muntah, rasa berat di bagian panggul, serta nyeri punggung.
4. Masalah kulit
Gejala pada kulit juga terlihat pada penderita PMDD, seperti peradangan kulit dengan rasa gatal, pemburukan penyakit-penyakit kulit lainnya, serta jerawat.
5. Gejala neurologi dan vaskular
Penderita PMDD biasanya mengalami sakit kepala, rasa pusing, hilang kesadaran, mati rasa, rasa tidak nyaman, dan sensitivitas pada lengan dan/atau kaki, mudah memar, palpitasi jantung, dan kejang otot.
ADVERTISEMENT
6. Gejala-gejala lainnya
Penderita PMDD bisa mengalami gejala-gejala lainnya seperti infeksi mata, alergi atau infeksi pada pernapasan, menurunnya libido, nyeri ketika menstruasi, perubahan nafsu makan, hingga food craving (mengidam makanan).
Penyebab PMDD
Hingga saat ini, penyebab dari PMDD masih belum diketahui. Menurut Johns Hopkins Medicine, PMDD mungkin disebabkan oleh reaksi abnormal tubuh terhadap perubahan hormon yang biasa terjadi dalam sebuah siklus menstruasi. Perubahan hormon ini dapat mengganggu zat kimia di otak kita, yaitu Serotonin, yang dapat berpengaruh pada mood dan kondisi fisik kita.
Nah, jika PMS biasanya bisa didiagnosis sendiri, PMDD cenderung perlu untuk didiagnosis oleh dokter. Menurut Office on Women’s Health, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik. Selain itu, kamu biasanya diminta untuk memiliki kalender atau diari yang berisi gejala-gejala yang kamu alami selama ini, untuk membantu dokter mendiagnosis PMDD.
ADVERTISEMENT
Seseorang akan bisa didiagnosis dengan kondisi kesehatan ini jika mereka memiliki lima atau lebih gejala PMDD, termasuk satu gejala yang berkaitan dengan mood. Selain itu, gejala-gejala yang mengganggu kinerjamu dalam pekerjaan dan kehidupan sosial juga dipertimbangkan.
Perawatan PMDD
Karena PMDD merupakan kondisi kesehatan pramenstruasi yang parah, maka perawatan yang tepat sangatlah diperlukan. Dokter biasanya akan memberikan obat-obatan untuk merawat perempuan yang mengidap PMDD, seperti obat antidepresan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), obat anti-peradangan, dan pil kontrasepsi.
Selain itu, pengidap PMDD diharuskan mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat. Ini meliputi perubahan pola makan untuk meningkatkan protein dan karbohidrat; mengurangi konsumsi gula, garam, kafein, dan alkohol; manajemen stres yang baik, serta meminum suplemen vitamin seperti vitamin B6, kalsium, dan magnesium.
ADVERTISEMENT
Ladies, jika kamu merasa mengalami gejala-gejala PMDD seperti yang sudah dijelaskan di atas hingga mengganggu kehidupan sehari-harimu, segeralah berkonsultasi dengan dokter, ya!