Memahami Konsep Self-Care untuk Citra Diri yang Lebih Positif

22 September 2019 15:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, kita mungkin banyak mendengar pembahasan mengenai self-image (citra diri) dan self-love (mencintai diri sendiri). Berbagai media, ahli, hingga penyanyi pop menyuarakan soal pentingnya memiliki citra diri yang positif dan mencintai diri sendiri, supaya kita dapat menjalani hidup dengan lebih baik.
ADVERTISEMENT
Namun, bagaimana cara untuk membangun konsep diri yang positif? Bagaimana pula caranya memastikan bahwa kita memang sedang melakukan proses untuk mencintai diri sendiri, dan bukannya sedang menjerumuskan diri kepada kondisi yang lebih buruk?
Untuk memahami hal ini, kumparanWOMAN berbincang dengan seorang psikolog klinis, Tara de Thouars, S.Psi, BA. Psikolog yang membuka praktik di RSJ Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta Selatan ini mengatakan, kita perlu membangun self-image yang positif untuk mendapatkan rasa percaya diri.
Selain itu, kita juga perlu membedakan antara self-care, self-obsessive, dengan self-denial. Sebab, meski terdengar mirip, ketiga hal ini begitu berbeda dan dapat memengaruhi hidup kita dengan cara yang berbeda pula.
Selengkapnya, berikut rangkuman percakapan kami dengan Tara de Thouars.
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
Mengenal self-image dan self-confidence
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, self-image (citra diri) dan self-confidence (rasa percaya diri) adalah konsep yang berhubungan. Bila seseorang memiliki citra diri dan harga diri (self-esteem) yang baik, maka emosi dan perilaku kita cenderung menjadi lebih positif. Selain itu, citra diri yang positif juga akan mendorong kita memiliki rasa percaya diri yang baik.
"Rasa percaya diri itu ibaratnya titik terakhir, sebuah hasil yang akan terlihat dalam diri (setelah memiliki self-image dan self-esteem yang baik),” tutur Tara seusai acara peluncuran Rexona Dry Serum di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Kamis (19/9).
Namun, citra diri yang positif tidak selalu datang dengan sendirinya. Menurut Tara, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membangun hal tersebut. Misalnya, dengan merawat dan memperhatikan kondisi tubuh. Sebab, biasanya, self-image yang paling disadari seseorang adalah mengenai penampilan atau bentuk tubuhnya sendiri.
ADVERTISEMENT
“Jadi, kalau mau punya self-image yang positif, mau enggak mau kita harus merawat tubuh,” tuturnya.
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
Membedakan self-care, self-obsessive, dengan self-denial
Selain memahami konsep self-image, kita juga harus tahu cara yang tepat untuk membangun konsep tersebut. Kita perlu memahami apa itu self-care (peduli dengan diri sendiri), juga membedakannya dengan self-obsessive (menjadi terobsesi dengan diri sendiri) dan self-denial (mengingkari diri).
Tara menjelaskan, seseorang yang melakukan self-denial biasanya bersikap acuh terhadap masalah yang dialaminya. Contoh, saat seseorang memiliki masalah bau badan dan menolak mengubahnya.
“(Dia beranggapan) misalnya, mau ketiak saya bau kek, mau ketiak saya enggak bersih kek, saya enggak peduli. Kalau kamu enggak suka ya enggak usah dekat-dekat saya. Itu self-denial. Kenapa jadi denial? Karena, dalam hati, kita tahu sebetulnya bukan itu yang baik,” tutur Tara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada pula self-obsessive. Tara mengaitkan konsep ini dengan obsesi terhadap suatu kondisi yang dirasa ideal. Misalnya, saat seseorang memaksakan agar tubuhnya jadi sekurus mungkin, tanpa ada lemak sedikitpun. Atau, saat seseorang yang menginginkan agar ketiaknya bersih dan tidak memiliki noda sedikitpun.
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
“Kita jadi memikirkan itu terus dan melakukan apapun (demi mencapai tujuan itu), sampai kita melakukan tindakan yang berlebihan. Itu jadinya obsesif,” papar Tara.
Sementara, self-care adalah konsep yang berada di tengah-tengah keduanya. Seseorang yang melakukan self-care dengan benar akan mengetahui apa kekurangannya dan berusaha memperbaikinya, supaya ia lebih mencintai dirinya sendiri. Namun, di saat yang sama, dia tidak berlebihan dalam bertindak.
“Jadi, self-care itu di tengah-tengah. Kita tahu apa kelebihan kita, dan kita memanfaatkannya. Tapi, kita juga tahu apa kekurangan kita, dan kita melakukan sesuatu untuk memperbaiki hal tersebut, bila memang bisa dilakukan,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurut Anda, Ladies?