news-card-video
9 Ramadhan 1446 HMinggu, 09 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Mengapa International Women’s Day Penting untuk Dirayakan?

8 Maret 2025 10:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi International Women's Day. Foto: Mary Long/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi International Women's Day. Foto: Mary Long/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Setiap tahunnya, tanggal 8 Maret diperingati sebagai International Women’s Day (IWD) atau Hari Perempuan Sedunia. Sudah dirayakan sejak 1911 silam, hari peringatan ini menjadi momen untuk menghargai perjuangan, pergerakan, dan cita-cita perempuan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hari Perempuan Sedunia memiliki tujuan utama, yakni mencapai kesetaraan gender. Untuk mencapai cita-cita tersebut, tiap tahunnya PBB dan lembaga International Women’s Day mengusung tema perayaan IWD.
Di 2025 ini, PBB memperingati IWD dengan tema “For ALL women and girls: Rights. Equality. Empowerment.” (Untuk semua perempuan dan anak perempuan: Hak. Kesetaraan. Pemberdayaan). Sementara itu, lembaga IWD menghadirkan tema “Accelerate Action” yang berfokus pada percepatan aksi untuk mencapai paritas (keseimbangan) gender.
Namun, yang kerap kali menjadi pertanyaan bagi banyak orang adalah mengapa Hari Perempuan Internasional menjadi penting untuk dirayakan, atau mengapa perempuan, secara umum, harus dirayakan.

Berkaca dari situasi perempuan saat ini

Massa yang tergabung dalam aksi Womens March Jakarta (WMJ) 2024 berkumpul di gerbang Monumen Nasional, Jakarta, Sabtu (7/12/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ketika diwawancarai kumparanWOMAN, Program Director Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (Jakarta Feminist) Anindya Vivi mengungkap sejumlah alasan mengapa IWD bersifat penting untuk dirayakan. Salah satunya adalah situasi perempuan saat ini, yang menurut Vivi, tidak baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
“Ketimpangan gender itu masih banyak sekali dialami oleh perempuan di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Menurut aku, orang suka enggak ngeh soal ini. Orang berpikir kayak, ‘Oh, di Indonesia, kan, perempuan sudah boleh kerja, sudah boleh sekolah,’ tapi mereka lupa masih ada diskriminasi-diskriminasi yang terjadi secara sistematis,” ucap Vivi saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/3).
Salah satu contoh diskriminasi yang dipaparkan Vivi adalah sedikitnya jumlah perempuan yang berada di posisi kepemimpinan saat ini. Ini tergambar dalam data oleh World Economic Forum pada 2023. Data itu menunjukkan, 41,9 persen perempuan di seluruh dunia merupakan tenaga kerja. Namun, hanya 32,2 persen perempuan yang berada di posisi kepemimpinan senior. Laki-laki masih mendominasi jabatan tersebut.
Women's March Jakarta 2020 Foto: Avissa Harness/kumparan
Selain itu, kekerasan terhadap perempuan, meliputi kekerasan seksual hingga kekerasan dalam rumah tangga, juga masih marak. Menurut CATAHU Komnas Perempuan 2023, tercatat ada 289.111 kasus kekerasan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Femisida atau pembunuhan terhadap perempuan akibat gendernya, menjadi bentuk kekerasan paling ekstrem. Pada 2023, Komnas Perempuan mencatat ada 159 kasus terindikasi femisida.
Hari Perempuan Internasional pun hadir sebagai pengingat bahwa hingga saat ini, masih banyak perempuan yang belum menikmati haknya sebagai manusia. IWD menjadi momentum untuk menyiarkan perjuangan demi mencapai pemenuhan hak dan kesetaraan gender.

Momen merayakan perempuan

Women's March Jakarta 2020 Foto: Avissa Harness/kumparan
Namun, International Women’s Day tidak hanya soal perjuangan meraih kesetaraan. Di dalamnya juga penuh dengan perayaan akan pencapaian-pencapaian perempuan, termasuk menghargai para perempuan dengan beban peran ganda: Sebagai perempuan yang berdaya di masyarakat, juga ibu rumah tangga.
Vivi menilai, merayakan perempuan itu penting agar segala pencapaian perempuan tidak hilang dan terlupakan begitu saja.
ADVERTISEMENT
“Merayakan perempuan itu penting, dong. Kalau enggak dirayakan, kita tenggelam. Selama ini kita omongin soal penemuan, seperti komputer, internet. Ternyata yang menemukan di awal adalah para perempuan, kayak Ada Lovelace (ahli matematika dari Inggris abad ke-19 -red). Karena jika tidak dirayakan, akhirnya perjuangan teman-teman perempuan, sejarah-sejarah yang sudah diukir oleh perempuan itu hilang begitu saja. Akhirnya kontribusi perempuan itu enggak dihargai,” papar Vivi.
Ilustrasi tiga sahabat perempuan. Foto: Shutterstock
Di tengah sekelumit tantangan dan perayaan pencapaian perempuan, tumbuh pula optimisme di hati para perempuan Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Gita Sabhrwal, di konferensi pers IWD 2025 pada Kamis (6/3).
“Namun, di balik tantangan yang ada, kita tidak boleh melupakan gambaran yang lebih besar: mayoritas perempuan Indonesia optimis terhadap masa depan mereka,” ucap Gita.
ADVERTISEMENT
“Dalam survei global PBB ‘We the Women’ yang dilakukan tahun lalu, tiga perempat responden di Indonesia percaya bahwa dalam lima tahun ke depan, kondisi mereka akan lebih baik. Lebih dari dua pertiga menyatakan bahwa mereka memiliki kendali atas masa depan mereka,” imbuhnya.

Dunia tidak berputar di satu orang saja

Massa yang tergabung dalam aksi Womens March Jakarta (WMJ) 2024 berkumpul di gerbang Monumen Nasional, Jakarta, Sabtu (7/12/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Bagaimana dengan orang yang merasa bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak mengalami diskriminasi? Menurut Vivi, orang-orang harus sadar bahwa tidak semua perempuan memiliki privilege atau keistimewaan yang sama. Jika ada perempuan yang tinggal di lingkungan positif, hak-haknya terpenuhi, tak didiskriminasi, dan diberikan kebebasan, maka dia memiliki privilege.
Namun, hal tersebut seharusnya bukan keistimewaan, melainkan hak-hak dasar manusia yang harus dipenuhi. Vivi menilai, semua hal yang ada di masyarakat itu saling terikat atau berkelindan, sehingga setiap hal akan memengaruhi satu sama lain.
ADVERTISEMENT
“Kalau ada yang bilang, ‘Aku enggak merasakan, aku enggak perlu koar-koar begitu,’ that’s good for you, kamu nggak merasakan itu. Tapi, tanpa kita sadari, itu berkaitan satu sama lain. Kita perempuan pasti mengalami seksisme. Seksisme itu enggak akan bisa lepas dari klasisme (diskriminasi kelas sosial), dan lain-lain,” ucapnya.
“Jadi, penting bagi kita untuk mau aware dan mau memperjuangkan hak-hak perempuan lain. Kita enggak bisa hanya bergerak untuk diri kita sendiri, kita harus bergerak secara kolektif dan komunitas,” tegasnya.