Mengenal Gangguan Disforik Pramenstruasi atau PMDD, Apa Bedanya dengan PMS?

29 September 2023 13:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan menangis. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan menangis. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ladies, kamu tentu familiar dengan istilah PMS (premenstrual syndrome atau sindrom pramenstruasi) dan mungkin kerap mengalaminya. Nah, bagaimana dengan PMDD, apakah kamu pernah mendengarnya?
ADVERTISEMENT
PMDD, premenstrual dysphoric disorder atau gangguan disforik pramenstruasi, memang mirip dengan PMS. Ya, hanya saja, ada gejala yang membedakannya.
kumparanWOMAN telah berbincang dengan dokter kandungan, yakni dr. Febriyan Nicolas Kengsiswoyo, Sp.OG, M.Kes dan dr. Rahmedi Rosa, Sp.OG, seputar PMDD. Yuk, simak rangkumannya berikut ini.

Apa Itu PMDD?

Foto ilustrasi menstruasi. Foto: Peakstock/Shutterstock
PMDD, dikatakan dr. Rahmedi Rosa, merupakan keluhan atau disabilitas yang bisa jauh lebih berat dari PMS. Sementara itu, dr. Febriyan Nicolas Kengsiswoyo menyebutnya sebagai perluasan PMS yang lebih parah dan kadang-kadang melumpuhkan.
Seperti PMS, PMDD dimulai 7—10 hari menjelang menstruasi dan berlangsung selama beberapa hari. Keduanya pun sama-sama punya gejala fisik dan emosional.

Gejala PMDD yang Membedakannya dari PMS

PMDD maupun PMS ditandai gejala, seperti perut kembung atau begah, payudara sensitif dan nyeri, perubahan pola tidur dan makan, serta kelelahan.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi perempuan PMDD. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Yang membedakan dengan PMS, PMDD membuat seseorang mengalami perubahan suasana hati ekstrem, sedih atau putus asa berlebihan, cemas berlebihan, maupun sangat mudah tersinggung dan marah. Ini dapat mengganggu kehidupan sehari-hari dan merusak hubungan sosial pengidapnya.
“Setidaknya satu dari keluhan emosional atau perilaku tersebut sangat jelas [dialami seseorang dengan PMDD],” ujar dr. Rahmedi Rosa.
“Di antara gejala-gejala tersebut, yang paling sering terjadi adalah gangguan mood yang ekstrem,” kata dr. Febriyan Nicolas Kengsiswoyo.
Dikutip dari Verywell Health, PMDD juga ditandai adanya peningkatan sensitivitas terhadap penolakan, tiba-tiba merasa sedih atau menangis, merasa kesepian, dan meningkatnya self-criticism.

Penyebab PMDD

Ilustrasi perempuan PMDD. Foto: wavebreakmedia/Shutterstock
Hingga kini, penyebab PMDD belum diketahui secara pasti. Menurut dr. Rahmedi Rosa dan dr. Febriyan Nicolas Kengsiswoyo, PMDD diduga didasari gangguan kecemasan dan depresi yang diperburuk oleh perubahan hormonal.
ADVERTISEMENT
“Dari literatur, didapatkan hubungan PMDD dengan traumatic event di masa lalu, kebiasaan merokok, dan obesitas,” kata dr. Rahmedi Rosa.
Dilansir Women's Health, zat kimia dalam otak yang disebut serotonin juga mungkin berperan dalam PMDD. Tingkat serotonin berubah sepanjang siklus menstruasi dan beberapa perempuan mungkin lebih sensitif terhadap perubahan-perubahan ini.