Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Merayakan Hari Kebaya Nasional: Lampaui Batas Geografis, Menuju Pengakuan Global
24 Juli 2024 20:03 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Meskipun kebaya sudah lama jadi identitas nasional perempuan Indonesia, baru tahun lalu pemerintah menetapkan hari nasional untuk merayakan kebaya. Pada Agustus 2023, pemerintah menetapkan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional berdasar Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 4 Agustus 2023.
Setidaknya ada tiga alasan yang melatarbelakangi penetapan Hari Kebaya Nasional. Pertama, kebaya merupakan identitas nasional perekat bangsa yang bersifat lintas etnis. Kedua, kebaya jadi busana yang digunakan secara nasional dalam berbagai kegiatan.
Terakhir, Presiden Soekarno dalam Kongres Wanita Indonesia X menyebut Revolusi Indonesia tidak akan berjalan tanpa keterlibatan perempuan. Saat itu, seluruh perempuan peserta kongres mengenakan kebaya.
Hal tersebut diamini oleh Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo. Menurut Giwo, tanggal 24 Juli ditetapkan sebagai Hari Kebaya Nasional berkat penyelenggaraan Kongres Wanita Indonesia X pada 1964 silam.
ADVERTISEMENT
“Keppres Hari Kebaya Nasional itu juga berdasarkan Kongres Wanita Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 1964 di Istora Senayan, yang menghadirkan tujuh ribu perempuan Indonesia dan juga bukan hanya anggota organisasi KOWANI, tapi juga mitra KOWANI dan juga hadir organisasi federasi dari ASEAN sebanyak 10 organisasi,” jelas Giwo.
Di momen tersebut, Presiden Soekarno mendeklarasikan bahwa perempuan Indonesia punya peranan penting. Menurutnya tanpa perempuan Indonesia, revolusi tidak dapat berjalan.
Namun, nyatanya kebaya tidak hanya dipakai oleh perempuan Indonesia. Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand juga mengenal kebaya sebagai busana yang mengiringi perjalanan tiap-tiap negara tersebut.
Hingga akhirnya, Indonesia bersama keempat negara itu pun resmi mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke Organisasi Pendidikan Keilmuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) dengan skema multi-nomination.
Lalu muncul pertanyaan: kebaya sebenarnya milik siapa?
ADVERTISEMENT
Andi Achdian, doktor bidang sejarah dan editor pelaksana Jurnal Sejarah yang diterbitkan oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia menjelaskan kepada kumparan, kebaya muncul pada abad ke-16 akibat persinggungan budaya yang dibawa warga peranakan Tionghoa ke Nusantara.
"Pergerakan migrasi dari perempuan Tionghoa itu menyebar di berbagai wilayah di Asia Tenggara dan Nusantara,” ujar Andi kepada kumparan, Jumat (25/11).
Pada abad 15-16 Asia Tenggara adalah wilayah yang saling terhubung. Adanya perdagangan maritim menciptakan kontak budaya di antara negara bangsa. Di sisi lain, Nusantara pada abad tersebut mencakup hampir seluruh Asia Tenggara. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa kebaya tersebar di semua bekas wilayah Nusantara.
"Kalau ke Singapura itu turun temurun para perempuan pakai apa yang kita kenal kebaya. Di Thailand juga seperti itu. Jadi kebaya khas regional bukan nasional," katanya.
ADVERTISEMENT
Senada, Ahli sejarah dan kebudayaan sekaligus Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa Yogyakarta, Dwi Ratna Nurhajarini juga menjelaskan bahwa kebaya tak hanya dipakai oleh orang Nusantara saat itu. Orang Eropa yang saat itu mengklaim memiliki kasta dan kelas lebih tinggi, juga menggunakan kebaya.
"Saat masih di dalam masa penjajahan, kebaya pernah menjadi pakaian kelas mana pun, untuk warga mana pun, termasuk orang Eropa, peranakan yang ada di sini (Indonesia)," ujar Dwi Ratna kepada kumparan, Jumat (25/11).
Analis Sumber Sejarah di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Usman Manor, menguatkan penjelasan sejarah bahwa kebaya dimiliki oleh Asia Tenggara.
"Sebenarnya dari segi budaya kita memiliki kesamaan budaya itu justru yang mempererat kita. Tapi dengan adanya kolonialisasi penetrasi barat, budaya itu menjadi mengecil, ada sekat-sekat dari geografi. Itu dianggap membatasi adanya kebudayaan. Makanya tadi saya bilang di awal kebudayaan itu tidak terikat oleh geografi," ujar Usman.
Sementara itu, Jurnal Arkeologi Malaysia dalam artikel berjudul Evolusi dan Tipologi Pakaian Wanita Melayu di Semenanjung Malaysia (2013), tiga peneliti asal Malaysia: Haziyah Hussin, Norwani MD Nawawi, dan Aishah, mengungkapkan bahwa kebaya dipercaya muncul kali pertama di Malaka.
ADVERTISEMENT
“Mengikut sumber lain yang tidak mempunyai catatan, kebaya dipercayai diperkenalkan oleh orang Portugis yang datang ke Melaka pada abad ke-16. Semasa itu baju ini merupakan baju yang dipakai oleh wanita Portugis. Ada setengah sumber pula menyatakan baju Kebaya ini merupakan baju wanita Melayu yang menjadi kegemaran wanita Portugis dan menjadikan baju ini sebagai pakaian mereka,” tulis artikel itu dalam bahasa Melayu.
Menurut penelitian ini, baju kebaya tersebar secara merata di semenanjung Malaysia, termasuk daerah bekas Nusantara: Indonesia dan Brunei Darussalam saat ini.
“Baju kebaya labuh dipakai di seluruh Malaysia, terutamanya di beberapa negeri pantai barat iaitu Selangor, Negeri Sembilan, Perak, Kedah dan Perlis. Di Melaka cum Pulau Pinang pula kebaya Libuh turut dipakai oleh wanita yang berketurunan Cina Peranakan dan India lahan ia turut dipakai di Brunei Darussalam, Singapura dan Sumatera,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel jurnal yang berjudul Baju Kurung or Baju Kebaya? Framing the History of the Brunei Women’s Fashion (2022) yang ditulis oleh peneliti Universiti Brunei Darussalam, Kamaliah Kamaluddin dan Asiyah Kumpoh, menyebut sejarah kebaya Brunei tak jauh berbeda dengan sejarah kebaya di tanah Melayu. Di Brunei, kebaya dikenal juga sebagai baju kurung.
Dalam diskursus terkait pakaian perempuan di wilayah Asia Tenggara, khususnya Brunei dan Malaysia, studi terdahulu mengidentifikasi bahwa kedatangan pedagang Arab, India dan Tionghoa, sangat mempengaruhi pakaian perempuan lokal. Penelitian itu juga mengakui bahwa asal usul kata kebaya berasal dari Arab.
Wah, menarik banget ya, Ladies? Jadi makin bangga pakai kebaya!