Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kadang, kita luput menaruh perhatian pada kelestarian dan keberlanjutan alam. Padahal, dengan meningkatnya pencemaran dan perubahan iklim , sebenarnya diperlukan partisipasi dari lebih banyak pihak, agar bumi yang kita tinggali ini bisa terus bertahan.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang menjadi komitmen Suzy Hutomo dalam perjalanannya turut melestarikan lingkungan. Ada banyak hal yang sudah dilakukan Co-Founder sekaligus Chairwoman The Body Shop Indonesia ini. Sejak membawa merek The Body Shop ke Indonesia pada 1992, ia telah mengepalai penerapan inisiatif bisnis kecantikan yang ramah lingkungan. Misalnya, dengan mengaplikasikan kebijakan anti kekerasan terhadap hewan (cruelty free) dalam pembuatan barang-barang di The Body Shop Indonesia, juga mengimplementasikan program Bring Back Our Bottles, mengajak konsumen mengembalikan kemasan plastik yang bisa didaur ulang.
Tidak hanya itu, sehari-hari, Suzy juga menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan. Misal, dengan membawa peralatan makan sendiri, juga dengan menghentikan penggunaan plastik di kediamannya di Bali.
Saat ditanya soal alasannya melakukan hal-hal ini, Suzy Hutomo mengatakan bahwa pada dasarnya, ia peduli dengan kelestarian alam. “Saya itu khawatir lho mengenai perubahan iklim. Jadi, ketika saya melakukan ini semua, rasanya sangat rewarding,” ujarnya ketika diwawancara kumparanWOMAN di daerah Jakarta Selatan, beberapa saat lalu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Suzy juga membagikan kiatnya untuk membantu menjaga kelestarian lingkungan. Selengkapnya, berikut kisah Suzy Hutomo dalam membangun bisnis yang ramah lingkungan, dan caranya untuk membantu menjaga alam.
Anda membawa brand The Body Shop ke Indonesia pada 1992, saat brand ini belum dikenal oleh masyarakat. Apa yang membuat Anda yakin dengan brand ini ketika itu?
Yang pertama, mungkin, karena saya memang pencinta lingkungan. Jadi, saya pribadi memang tertarik sekali dengan brand The Body Shop . Rasanya, kok, unik banget, ya. Ada brand yang care dengan lingkungan dan isu perempuan juga. Jadi, buat saya cukup menarik.
Of course, ada dua sisi, ya. Banyak yang bilang pasti gagal, karena barangnya dirasa biasa banget. Tapi, menurut saya, belum tentu. Saya merasa The Body Shop akan stand out sebagai brand yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Sempat diragukan awalnya, lalu bagaimana perkembangan The Body Shop setelah 28 tahun berada di Indonesia?
Rasanya, tidak terbayang bahwa kami sekarang memiliki 148 toko di Indonesia. Saya rasa, ini melebihi ekspektasi kami, ya. Karena, mungkin kalau dibandingkan dengan brand-brand yang menggunakan komunikasi lebih agresif, The Body Shop tidak sejalan dengan itu. Kami lebih mementingkan authenticity--sesuatu yang otentik tentang alam, natural ingredients, juga manfaat sebenarnya dari produk yang ada. Jadi, kami tidak hanya menjual mimpi. Dengan message yang seperti ini, saya rasa kami sangat puas dengan hasil dan atensi dari publik.
The Body Shop termasuk pionir dalam hal bisnis yang peduli lingkungan di Indonesia. Sekarang, ada banyak usaha yang juga mengadopsi konsep ini. Bagaimana pendapat Anda soal ini?
ADVERTISEMENT
Saya rasa, ada dua sisi ya. Ada perusahaan-perusahaan kecil yang start up, yang juga punya misi berdasarkan passion. Pendiri mereka adalah orang-orang yang masih muda dan benar-benar passionate tentang lingkungan. Banyak sekali yang arahnya melihat sustainability sebagai source dari profit. Itu yang benar-benar berkecimpung dalam bidang bisnis lingkungan, ya.
Lalu, kalau soal produk, memang benar. Ada yang peduli lingkungan karena sekarang sudah menjadi tren dan kelihatannya lebih keren. Tapi, saya rasa, pelan-pelan customer bisa menilai sendiri, karena peduli lingkungan sebenarnya perlu step yang cukup banyak. Jadi, pelan-pelan, mungkin either perusahaan itu harus benar-benar mengerti isu karena kepalang tanggung menyatakan dirinya green atau mungkin ya menjadi green washing (tidak benar-benar mempraktikkan itu). Jadi, ada dua pilihan.
ADVERTISEMENT
Apakah menurut Anda isu lingkungan bisa berkesinambungan dengan bisnis?
Ya, saya rasa, sangat terkait. Kalau dari prinsip, tentu saja kita tidak mau perusahaan mendapatkan keuntungan dengan merusak planet. Kita mau mendapatkan sekaligus membawa sesuatu yang positif untuk lingkungan, juga untuk komunitas. The Body Shop percaya bahwa sebuah usaha adalah stakeholder (dalam isu lingkungan). Jadi, untuk bisa melindungi planet dan membawa keuntungan bagi komunitas, kita harus melakukannya bersama-sama.
Apa tantangan dalam membangun bisnis yang ramah lingkungan di Indonesia?
Oh, tantangannya cukup banyak, ya. Pertama, staf harus mengerti apa misinya dan kenapa mereka harus melakukan hal-hal tertentu. Misal, kenapa, sih, enggak boleh bawa sedotan plastik ke kantor? Kadang, ada juga yang baru bergabung dengan The Body Shop dan merasa kesal (karena ini). Jadi, tantangannya adalah membuat hal-hal yang positif untuk lingkungan menjadi passion dalam perusahaan. Tidak sekadar sebagai suatu peraturan, karena kalau hanya peraturan, saat tidak ada yang lihat, ya tidak ada yang peduli. Tapi, kalau sudah menjadi passion, ada aktivitas dan komunitasnya dalam perusahaan, kita bisa menghasilkan peningkatan pengertian mengenai sustainability. Itu tantangan yang besar bagi kami.
ADVERTISEMENT
Kalau secara eksternal, belum ada tantangan, sih. Justru, karena tidak ada regulasinya, maka kadang-kadang sulit. Artinya, kami harus jalan sendiri. Kami invest, pilah sampah, dan membagi sampahnya sendiri. Infrastrukturnya yang enggak ada.
Ada yang berpendapat kalau menerapkan sustainable living dalam perusahaan maupun kehidupan sehari-hari itu cukup mahal. Bagaimana pendapat Anda soal ini?
Saya rasa, kalau untuk korporasi, antara mahal atau tidak, ya. Karena, harga dari tidak melakukan penyelamatan lingkungan sebenarnya lebih mahal untuk bumi. Kita harus sadar juga, apa yang kita sebut sebagai harga? Harga uang yang dibayar atau harga dari impact yang kita rasakan? Contoh, soal perubahan iklim. Kalau kita mau jalan ke arah energi terbarukan, mungkin biayanya sedikit lebih mahal. Tapi, itu kan relatif, ya. Kalau beli barang bagus, ya, enggak mahal, karena sesuai dengan kualitas. Jadi, sebetulnya konsep soal mahal itu yang menurut saya salah.
ADVERTISEMENT
Untuk kehidupan sehari-hari, menurut saya juga sama. Kalau kita mementingkan sesuatu, itu tidak akan jadi mahal. Yang disebut mahal itu kan pengeluarannya. Tapi, kalau kita ngomongin investment, itu kan ada return-nya. Saya lihat, being sustainable is investment. Kita sesuaikan saja investasinya dengan apa yang bisa kita keluarkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita membawa botol minum sendiri atau mengurangi plastik, apakah ini mahal? Enggak juga. Jadi, sebenarnya ada banyak hal yang bisa dilakukan, dari yang kecil-kecil saja.
Apa yang sebenarnya membuat Anda aktif dalam bidang pelestarian lingkungan?
Saya besar dalam keluarga yang suka piknik di alam. Waktu masih tinggal di Jakarta, kami sering berlibur ke Puncak, saat daerah itu masih hijau sekali. Jadi, walau saya anak Jakarta, saya cukup dekat dengan alam.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, saya jadi sadar soal apa yang terjadi di sekitar. Kenapa tempat yang dulu indah, sekarang enggak indah lagi? Ya, ini karena banyak orang yang enggak care dengan lingkungan hidup.
Dari situ, saya mulai peduli terhadap Bumi. Pelan-pelan, saya mengerti jauh lebih banyak soal keanekaragaman, soal kenapa kita harus memiliki ini. Semakin mengerti, saya semakin committed dengan isu ini.
Menurut Anda, apa masalah lingkungan yang perlu untuk diperhatikan saat ini?
Nomor satu, tentu saja soal perubahan iklim. Perubahan iklim adalah isu yang banyak orang tidak mengerti dan ini sangat berbahaya. Karena, sebetulnya, kalau tidak diperhatikan, semua aktivitas akan menyumbang kepada perubahan iklim. Ini adalah topik yang tidak mudah. Saya presentasi di perusahaan harus berulang kali, baru orang mengerti. Dan, semuanya harus dimulai dari diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Jakarta is the fastest sinking city in the world, salah satu masalahnya adalah perubahan iklim, karena kenaikan permukaan air laut. Tenggelamnya kota ini juga karena air. Air bersih di Jakarta juga sudah sangat berkurang.
Apa yang Anda rasakan pada diri dengan komitmen terhadap pelestarian lingkungan ini?
Oh, (ini) very rewarding. Karena, I worry about these things, kan. Saya itu khawatir lho mengenai perubahan iklim. Jadi, ketika saya melakukan ini semua, rasanya sangat rewarding. Saya merasa semakin senang kalau ada banyak orang yang tahu soal ini. Kepedulian terhadap lingkungan harus dilakukan oleh banyak orang. Kalau setiap hari orang mau melakukan hal yang kecil saja, efeknya akan jauh lebih besar. We need a lot of people to do simple things.
ADVERTISEMENT
Menurut Anda, sebagai perempuan, apa yang bisa kita lakukan untuk berkontribusi dalam melestarikan lingkungan?
Tingkatkan edukasi kepada anak-anak dan komunitas kita. Saya rasa, perempuan itu lebih punya komunitas. Misalnya, lewat arisan atau perkumpulan dengan ibu-ibu di sekolah. Di lingkungan saya di Jakarta, saya mengundang orang untuk datang dan menyaksikan presentasi soal climate change dan juga soal composting. Setahun dua kali, lah. Sekarang lumayan, udah ada yang koordinasi. Selain itu, saya juga mulai menggunakan platform seperti YouTube dan Instagram untuk bisa meraih kaum yang lebih muda.
Selain itu, bagaimana cara Anda mengampanyekan isu lingkungan?
Saya mendukung organisasi atau orang-orang yang bergerak di lingkungan. Misalnya, Yayasan Kopernik di Bali. Mereka merilis serial film berjudul ‘Pulau Plastik’. Saya kebetulan terlibat dalam film itu. Saya minta The Body Shop mendukung dan saya juga terlibat dalam pembuatannya.
ADVERTISEMENT
Jadi, saya mendukung hal-hal yang positif. Kalau saya percaya proyek ini akan ada impact-nya, ya, saya dukung. Saya sedang menulis buku tentang sustainability juga. Mudah-mudahan selesai, ya.
Di luar itu, saya lebih banyak ikut acara-acara seperti ini; diundang, berbicara tentang women, entrepreneurship, lingkungan. Mungkin, tiga itu lah topik yang ingin saya dukung lewat effort yang ada impact-nya.
Bagaimana dengan cara menerapkan sustainable living dalam sehari-hari?
Kalau untuk sehari-hari, seperti bisa dilihat di video saya, di rumah, saya tidak pakai pembungkus plastik. Saya juga melakukan recycling dan kalau bisa, membawa wadah sendiri saat membeli sesuatu. Kalau staf saya ke pasar, mereka bawa ompreng, ikan, dan belanjaan lainnya dalam sebuah tas khusus. Saya buatin tas khusus, supaya dia convenient. Karena, kalau ingin orang hidup secara sustainable, kita harus buat dia tertarik.
ADVERTISEMENT
Ada saran bagi orang yang mau mencoba hidup sustainable?
Yang pertama, sustainability adalah topik yang cukup besar. Intinya, bisa dimulai dengan tiga hal, yaitu energi, sampah, dan air. Tiga topik aja dulu. Tiga hal ini ada di rumah.
Kita pakai energi di rumah dan tentu saja di rumah banyak sampah dan ada pemakaian air. Jadi, dimulai dari situ, Carilah pengetahuan soal itu. Apa, sih, footprint atau jejak pemakaian yang saya tinggalkan? Energi yang kita pakai berasal dari mana? Jakarta dikelilingi pembangkit listrik, mostly yang membakar batu bara. Ada campurannya dengan yang lain, tapi tetap menggunakan fossil fuel. (Cari tahu) apa yang salah dengan itu? Apa kaitannya dengan emisi CO2, dengan perubahan iklim? Dengan kenaikan muka laut. Itu kan, pengetahuan. Jadi, kita harus penasaran soal itu.
ADVERTISEMENT
Kemudian, soal sampah. Ini ada banyak jenisnya, termasuk organic waste dan sampah makanan. Makanan itu kalau bisa jangan berlebih. Orang Indonesia paling banyak waste-nya. Kalau ngadain sesuatu over banget. Itu juga harus dikurangi.
Lalu, sampah plastik. Pikirkan bagaimana caranya mengurangi sampah plastik, gimana caranya bawa barang sendiri. Jadi, principally itu aja sih. Very simple sebetulnya. Orang mungkin nggak sadar, dipikirnya problem-nya besar, tindakannya harus dari pemerintah. Actually, no. It starts with you.
Di tengah kesibukan mengurus bisnis dan juga mengampanyekan isu lingkungan, bagaimana kiat Anda menyeimbangkan kehidupan?
Jadi, memang, perempuan itu cenderung menginginkan banyak hal. Ada keluarga, hobi, perkembangan diri, bermacam-macam. Kita harus jadi essentialist, harus memilih dan sadar bahwa kita tidak bisa melakukan segalanya. Kita harus meninjau secara berkala, fokus dan energi saya sekarang ini lagi ke mana? Kadang, ke hal-hal yang sebenarnya tidak begitu perlu.
ADVERTISEMENT
Saya memang suka lingkungan hidup, pokoknya saya ingin mempunyai waktu untuk ikut organisasi, saya sudah putuskan itu. Soal pekerjaan, saya putuskan, apa sih, yang ingin saya fokuskan? Jadi, enggak ke semua hal. Kalau ingin melakukan semuanya, kita enggak bisa switch off dan that is bad. Untuk perempuan , mau tidak mau saat pulang, kita harus hadir untuk anak-anak, suami. Pria juga seperti ini, tapi, mostly women itu demand-nya lebih banyak. I learned it the hard way.
Saran untuk orang yang ingin menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan pribadinya?
Menyeimbangkan diri itu penting banget, karena we need to take care of ourselves. Kalau kita enggak jaga kondisi mental maupun fisik, it's hard to take care of other people, kan. Jadi, kita harus kuat dulu sebelum bisa bantu orang lain. Yang penting adalah dengan mendapatkan me time. Waktu untuk mikir, refleksi, nulis, baca, apa pun, yang penting me time.
ADVERTISEMENT