Power Woman: Marie Curie, Perempuan Pertama yang Terima Nobel Prize

22 Juli 2019 9:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Marie Curie di laboratorium. Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Marie Curie di laboratorium. Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Marie Curie yang terlahir dengan nama lengkap Maria Skłodowska ini bisa dikatakan sebagai salah satu tokoh perempuan terhebat di dunia sains. Ia berjasa atas pengembangan ilmu pengetahuan, dan kiprahnya di bidang kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Marie adalah sosok perempuan pertama yang mendapatkan Nobel Prize (Penghargaan Nobel). Tak sampai di situ, Marie juga merupakan orang pertama, dan satu-satunya perempuan yang pernah mendapatkan Nobel Prize sebanyak dua kali untuk penemuannya di bidang studi fisika dan kimia.
Marie Curie dengan penelitiannya. Foto: AFP
Kilas balik ke masa awal hidupnya, Marie sebenarnya dipanggil dengan nama Maria. Ia lahir di Warsaw, ibu kota Polandia--yang saat itu masih menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia, pada 7 November 1867.
Marie merupakan anak terakhir dari lima bersaudara dari orangtuanya yang berprofesi sebagai guru terkenal di Warsaw. Ayahnya, Wladyslaw Skłodowska, adalah seorang guru matematika dan fisika. Marie kecil terkenal sangat pintar, mudah penasaran, dan selalu menjadi yang terbaik di setiap kelas. Kecerdasannya ini mengantarkannya pada ketertarikan terhadap dunia matematika dan fisika, seperti ayahnya.
ADVERTISEMENT
Namun, perjalanan hidupnya tak diawali dengan mulus. Di usia 10 tahun, Marie harus kehilangan ibunya karena penyakit TBC atau tuberculosis. Kondisi finansial keluarganya pun menurun, membuat ia dan keluarganya berada dalam kondisi yang pas-pasan.
Marie Curie kecil bersama keluarganya. Foto: Wikimedia Commons
Meski demikian, Marie membuktikan bahwa usaha tak akan mengkhianati hasil. Ia berhasil menempuh pendidikan tinggi, mulai dari sarjana, doktor, hingga menjadi professor. Bahkan, dalam prosesnya membentuk karier, Marie pun menemukan belahan hatinya, Pierre Curie, yang memiliki kecintaan yang sama terhadap dunia sains.
Marie Curie meninggal pada 4 Juli 1934 di Prancis akibat penyakit aplastic anemia (penyakit langka yang membuat tubuh gagal untuk memproduksi sel darah dalam jumlah tertentu). Penyakit anemia tersebut kabarnya ia dapatkan akibat kontak langsung dari paparan radiasi dan zat bahaya lainnya secara berkala.
ADVERTISEMENT
Perjuangan mendapatkan pendidikan dan menemukan belahan jiwa
Walaupun Marie selalu jadi nomor satu di kelasnya, Marie tetap tak bisa masuk ke universitas ternama di negaranya, University of Warsaw. Alasannya, universitas tersebut hanya menerima mahasiswa laki-laki saja.
Meski demikian, hal tersebut tak membuat Marie menyerah untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Ia pun meneruskan pendidikannya di 'floating university' di Warsaw, sebuah lembaga pendidikan khusus perempuan yang diadakan di bawah tanah secara rahasia.
Tentu, Marie menginginkan pendidikan dan gelar resmi atas pendidikan yang ia tempuh. Namun sayang, Marie tak memiliki dana untuk membayar universitas. Akhirnya, ia membuat kesepakatan dengan kakaknya, Bronya. Ia berjanji untuk bekerja keras dan membantu membiayai perkuliahan Bronya, namun dengan syarat, ketika sang kakak sudah lulus, ia harus membantu membayar kuliah Marie.
ADVERTISEMENT
Selama lima tahun, Marie pun bekerja sebagai tutor dan governess (guru belajar dan pembimbing khusus yang tinggal bersama dengan suatu keluarga). Ia pun meluangkan waktu kosongnya untuk mempelajari tentang fisika, kimia, dan matematika.
Potret Marie Curie, pemenang Nobel Prize pertama perempuan. Foto: Wikimedia Commons
Pada tahun 1981, Marie akhirnya memiliki kesempatan untuk berkuliah di University of Paris, Prancis. Ia mendedikasikan seluruh kemampuannya untuk belajar, meski dengan uang yang sangat minim.
Semasa kuliah, saat cuaca mulai dingin, ia akan mengenakan seluruh pakaian yang dimilikinya. Marie juga hanya mengandalkan roti dan teh untuk makan sehari-hari. Tak jarang, kesehatannya sering terganggu karena pola makan terbatas dan tak sehat tersebut. Untuk menyambung hidup, Marie pun tetap mengajar di malam hari.
Pada tahun 1983, Marie akhirnya lulus sebagai sarjana fisika dan mulai bekerja di sebuah laboratorium. Tak menunggu lama, Marie meneruskan studinya dengan bantuan beasiswa di University of Paris untuk mendapatkan gelar sarjana lainnya.
ADVERTISEMENT
Saat Marie memulai kariernya di Paris, ia bertemu dengan Pierre Curie. Hubungan keduanya bermula dari kecintaan dan ketertarikan mereka terhadap dunia sains. Sering menghabiskan waktu dengan bekerja bersama, keduanya pun tanpa sadar sebenarnya saling menyukai.
Marie Curie dan Pierre Curie. Foto: Shutterstock
Pierre akhirnya melamar Marie. Meski awalnya Marie sempat menolak, keduanya akhirnya menikah secara sederhana tanpa ritual agama. Teman-teman Pierre menyebut Marie sebagai 'Penemuan terbesar Pierre'. Sedangkan Marie, tak sekadar menemukan cinta dan pasangan, ia juga menemukan sosok rekan kerja di dunia sains yang begitu dicintainya. Mereka pun dikaruniai dua orang anak perempuan.
Pada Juni 1903, Marie berhasil mendapatkan gelar doktor dari University of Paris. Pada bulan yang sama, Marie dan Pierre diundang ke Royal Institution di London untuk memberikan pengantar tentang radioaktivitas. Namun sayang, Marie tak diperbolehkan untuk menyampaikan pidatonya hanya karena ia seorang perempuan.
ADVERTISEMENT
Perempuan pertama yang mendapatkan Nobel Prize
Marie Curie dengan penelitiannya di bidang kimia. Foto: AFP
Marie Curie adalah perempuan pertama yang memenangkan penghargaan prestise internasional Nobel Prize. Ia juga jadi orang pertama yang pernah mendapatkan Nobel Prize sebanyak dua kali dalam dua bidang yang berbeda, fisika dan kimia.
Pada 1903, Marie memenangkan Nobel Prize pertamanya tentang radioaktivitas bersama sang suami, Pierre Curie, dan rekan ilmuwan, Henri Becquerel. Berkat penghargaan tersebut, Marie menjadi salah satu peneliti terpenting dalam bidang radiasi dan pengaruhnya sebagai perintis radiologi. Bahkan, Marie sendirilah pencetus istilah 'radioactivity' atau radioaktivitas yang kita kenal hingga hari ini.
Namun sebenarnya, Nobel Prize tersebut mulanya hanya akan diberikan kepada Pierre Curie dan Henri Becquerel saja. Lagi-lagi, dengan alasan karena Marie adalah seorang perempuan. Namun, berkat bantuan advokasi dari ilmuwan-ilmuwan perempuan, Marie pun tetap berhasil mendapatkan Nobel Prize tersebut.
ADVERTISEMENT
Berkat kemenangannya, Marie mendapatkan perhatian publik internasional atas segala usahanya di bidang sains. Marie dan Pierre menggunakan uang penghargaan tersebut untuk melanjutkan pekerjaan mereka di dunia riset.
Hidup Marie seolah berjalan dengan sangat baik. Nama Marie menjadi sensasi karena kiprahnya sebagai perempuan pertama yang meraih penghargaan besar. Ia pun mulai dikenal di dunia sains internasional. Marie bahkan merekrut seorang governess untuk mengajarkan anak-anaknya bahasa Polandia.
Marie Curie dengan sang suami, Pierre Curie. Foto: AFP
Namun sayang, keadaan berubah saat sang suami, Pierre Curie, meninggal dunia akibat kecelakaan tragis tertabrak mobil pada tahun 1906. Kematian Pierre meninggalkan luka mendalam di hati Marie.
Posisi Pierre sebagai 'Chair of Physics' di Univeristy of Paris pun diserahkan kepada Marie setelah kematiannya. Posisinya ini membuatnya menjadi profesor perempuan pertama di University of Paris.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun berselang, kiprah Marie dalam dunia sains masih terus berlanjut. Pada 1911, Marie kembali mendapatkan Nobel Prize keduanya di bidang kimia. Dari penemuannya, ia menemukan unsur polonium dan radium. Keberhasilannya mendapatkan Nobel Prize yang kedua kali ini, membuatnya berhasil membujuk pemerintah Prancis untuk semakin memajukan riset di bidang fisika, kimia, dan kesehatan.
Namun, satu bulan setelah ia menerima Nobel Prize tersebut, Marie masuk rumah sakit karena depresi dan penyakit ginjal. Ia pun menghabiskan tahun 1912 dengan menghindari publik. Setelah mengambil waktu istirahat dan berkunjung ke Inggris untuk menemui temannya, 14 bulan kemudian, Marie akhirnya kembali bekerja ke laboratorium milknya.
Potret Marie Curie, pemenang Nobel Prize pertama perempuan. Foto: Wikimedia Commons/Henri Manuel
Saat Perang Dunia ke-1, Marie turut terjun dengan membantu menyediakan peralatan X-ray mungil yang bisa dibawa kemana-mana. Alat tersebut dikenal dengan nama Petites Curies atau Little Curies. X-ray ini membantu ahli bedah untuk memeriksa cedera para tentara perang dengan lebih mudah.
ADVERTISEMENT
Marie menjadi Director of Red Cross Radiology Service untuk Prancis. Dengan bantuan dokter militer dan anak tertuanya, Irene Curie, ia telah membangun 20 instalasi kendaraan radiologi dan 200 unit radiologi di berbagai rumah sakit.
Pada masa Perang Dunia, Marie tak banyak melakukan penelitian sains, dan lebih fokus untuk membantu para tentara yang berjuang di perang panjang tersebut. Meski demikian, Marie tak pernah mendapatkan pengakuan formal dari pemerintah Prancis atas segala kontribusi kemanusiannya menolong Prancis di Perang Dunia ke-1.
Pionir perempuan di bidang sains
Potret resmi Marie Curie bersama ilmuwan di bidang sains. Ia menjadi satu-satunya perempuan di foto ini. Foto: Wikimedia Commons
Selain karena kecerdasan otaknya yang berhasil mengantarkan dirinya sebagai perempuan pertama peraih Nobel Prize, Marie juga jadi bukti nyata perjuangan perempuan di dunia sains.
Segala stigma, keterbatasan, dan pandangan terhadap perempuan di masa itu, berhasil 'diterobos' oleh Marie dengan sebuah pembuktian. Bukanlah hal yang mudah bagi Marie untuk menempuh pendidikan dalam keterbatasan finansial, pandangan remeh yang ia dapatkan sebagai ilmuwan perempuan, dan berbagai larangan lainnya hanya karena ia seorang perempuan.
Marie Curie bersama ilmuwan sains. Foto: Wikimedia Commons/ Institut International de Physique Solvay
Selain itu, meski meraih berbagai penghargaan, Marie terkenal memiliki gaya hidup yang penuh kejujuran dan kesederhanaan. Bahkan, Marie pernah menolak sebuah beasiswa saat ia merasa telah memiliki kestabilan finansial untuk menempuh pendidikan sendiri.
ADVERTISEMENT
Marie juga membagikan uang yang didapatkannya dari Nobel Prize kepada keluarga, teman, murid, dan rekan periset lainnya. Ia juga lebih menghargai jika suatu sumbangan atau penghargaan diberikan kepada institusi sains yang berhubungan dengannya, daripada dihibahkan langsung kepada dirinya. Baik Marie maupun Pierre, sama-sama terkenal sering menolak penghargaan dan medali.
Kemurahan hati dan kesederhanaan Marie Curie ini bahkan membuat Albert Einstein kagum. Menurutnya, Marie mungkin satu-satunya orang di dunia ini yang tak akan pernah terbuai oleh kepopuleran.