Rekomendasi Komnas Perempuan soal Prosedur Aborsi Aman yang Diatur PP Kesehatan

5 Agustus 2024 19:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi aborsi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi aborsi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut baik ketentuan aborsi bagi korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan.
ADVERTISEMENT
Ketentuan tersebut dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan).
Meski demikian, Komnas Perempuan menilai beberapa hal dalam beleid tersebut justru membatasi kesempatan korban TPKS untuk mengakses hak pengecualian aborsi ini.
“Komnas Perempuan mengenali potensi pengurangan akses korban kekerasan seksual dengan kehamilan tidak dikehendaki atas hak pengecualian aborsi ini,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Senin (5/8).
Menurut Andy, prosedur aborsi aman yang diatur PP Kesehatan justru lebih terbatas dibandingkan prosedur yang ada di Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Pelatihan Dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis Dan Kehamilan Akibat Perkosaan (Permenkes).
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Polda Metro Jaya, Rabu (13/7/2022). Foto: Dok. Istimewa
Pertama, di PP Kesehatan, keterangan adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan hanya boleh diberikan oleh pihak penyidik. Padahal di Permenkes sebelumnya, keterangan ini dapat juga diberikan oleh psikolog dan/atau ahli lain.
ADVERTISEMENT
Kedua, PP Kesehatan membatasi hanya fasilitas tingkat lanjut yang dapat memberikan layanan pengecualian aborsi ini. Sementara sebelumnya, aborsi aman dapat dilakukan pula di fasilitas kesehatan seperti puskesmas, klinik pratama, klinik utama atau setara dan rumah sakit.
“Atas potensi pengurangan akses ini, Komnas Perempuan merekomendasikan kepada pihak pemerintah untuk menguatkan tugas pembinaan dan evaluasi guna memastikan akses yang lebih baik bagi perempuan korban TPKS dalam pelaksanaan layanan aborsi aman. Hasil evaluasi perlu digunakan dalam perbaikan ketentuan mengenai hal ini ke depan,” ujar Andy.
Ilustrasi pemerkosaan. Foto: Shutterstock
Tak hanya itu demi pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual, Komnas Perempuan juga mengingatkan kepada Kementerian Kesehatan, UPTD PPA, Lembaga Layanan Pemulihan untuk melakukan serangkaian upaya.
Yaitu seperti memberikan layanan pil kontrasepsi darurat ketika TPKS dilaporkan dalam waktu 3 hari setelah kejadian, memberikan informasi hak untuk aborsi pada korban TPKS dan menguatkan mekanisme kerja antara aparat penegak hukum, lembaga pendamping korban dan fasilitas kesehatan lanjutan.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, Andy berharap aturan ini dapat mempercepat pengadaan dan menguatkan akses layanan dalam rangka memastikan pemenuhan hak atas pemulihan bagi perempuan korban. Selain itu, layanan aborsi aman ini dimaksudkan untuk mengurangi ancaman gangguan kesehatan mental pada korban akibat tekanan dari adanya kehamilan tidak diinginkan.
“Layanan aborsi aman merupakan kebutuhan nyata dari korban kekerasan seksual dan merupakan bagian dari sistem pemulihan yang harus tersedia untuk korban,” ujar Andy.