Sering Ragukan Kemampuan Diri? Bisa Jadi Kamu Alami Imposter Syndrome

21 April 2024 10:08 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi wanita cemas. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi wanita cemas. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ladies, pernahkah kamu merasa ragu dan tidak yakin terhadap pencapaian diri sendiri? Jika iya, ternyata hal tersebut disebut dengan imposter syndrome.
ADVERTISEMENT
Menurut National Institutes of Health, orang-orang dengan sindrom ini selalu merasa cemas, takut, bahkan hingga depresi saat terbukti memiliki sebuah pencapaian yang seharusnya bisa membanggakan.
Seseorang dengan tipe yang perfeksionis dikenal memiliki imposter syndrome. Sebab, mereka selalu merasa dituntut untuk bisa selalu berbuat hal yang sempurna. Saat orang lain bilang kalau apa yang kamu kerjakan sudah baik, kamu akan terus merasa kurang.
Dikutip dari Verywell Mind, sindrom ini bukanlah sebuah penyakit mental yang bisa didiagnosis. Hanya saja, istilah yang pertama kali dibuat oleh Psikolog Suzanna Imes dan Pauline Rose pada 1970an, kondisi biasa dikaitkan dengan perfeksionisme serta konteks sosial lainnya.

Perasaan yang dimiliki seseorang dengan imposter syndrome

Ilustrasi wanita. Foto: Shutter Stock
Ladies pasti penasaran, seperti apa, sih, perasaan orang-orang yang memiliki kondisi ini? Ternyata, lumayan beragam, lho, di antaranya:
ADVERTISEMENT
1. Tidak mampu menilai kemampuan dan kompetensi diri sendiri
2. Selalu merasa kurang dengan apa pun yang sudah dikerjakan
3. Selalu takut jika kamu tak bisa memenuhi harapan
4. Menyabotase kesuksesan diri sendiri
5. Selalu menetapkan tujuan yang menantang dan merasa kecewa ketika gagal
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutter Stock
Memiliki keraguan atas diri sendiri tentunya melelahkan, Ladies. Baik untuk menghadapi lingkungan pekerjaan ataupun lingkungan sosial lainnya.
Jika kamu merasa memiliki sifat perfeksionisme dan menunjukkan tanda-tanda imposter syndrome, tak ada salahnya untuk melakukan konsultasi dengan psikolog untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Ingat bahwa setiap orang memiliki batasan masing-masing. Tak perlu selalu mengejar untuk menjadi sempurna di mata orang lain.