Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Setrika Payudara, Tradisi Ekstrem di Afrika untuk Cegah Tindak Kekerasan Seksual
13 Juni 2021 21:07 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Setiap perempuan di berbagai negara hidup dengan tradisi dan kebiasaan yang berbeda-beda. Salah satu tradisi yang terbilang aneh dan cukup ekstrem adalah setrika payudara atau breast ironing. Tradisi atau praktik berbahaya ini biasanya ditemui di beberapa negara di Afrika.
ADVERTISEMENT
Mengutip situs NCBI, praktik penyetrikaan payudara atau kadang-kadang disebut sebagai perataan payudara adalah praktik berbahaya yang umumnya dilakukan dengan pukulan berulang, menekan, menyetrika, menggosok atau memijat payudara. Selain itu, praktik ini juga dilakukan dengan menggunakan benda keras atau panas untuk mencoba menghentikan atau menunda pertumbuhan payudara sehingga menjadi datar atau menghilang.
Beberapa benda yang biasanya digunakan dalam praktik ini; seperti batu gerinda yang dipanaskan, wajan besi, sendok, palu, atau spatula kayu, sendok, sapu, atau setrika listrik. Benda lain yang sering juga digunakan adalah buah hitam, tempurung kelapa, kulit pisang raja, dan daun atau tanaman tertentu yang dipercaya berkhasiat sebagai obat atau penyembuhan.
Setrika payudara juga dapat berupa membungkus atau mengikat perban dengan ketat. Selain itu, bisa menggunakan kompres elastis, kain, atau ikat pinggang di sekitar dada anak perempuan.
ADVERTISEMENT
Setrika payudara dilakukan untuk melindungi perempuan dari pelecehan
Praktik setrika payudara biasanya dilakukan oleh kerabat keluarga perempuan. Mereka adalah ibu, saudara perempuan, bibi, nenek, pengasuh, atau wali perempuan lainnya. Umumnya, praktik ini dijaga sebagai rahasia antara anak perempuan dan ibu atau wali lainnya.
Praktik ini kabarnya dilakukan untuk membantu menyamarkan permulaan pubertas pada anak perempuan. Hal ini diyakini untuk membantu menghalangi perhatian pria dan melindungi para perempuan dari pelecehan seksual, penyerangan, eksploitasi, dan pemerkosaan atau penyakit menular seksual.
Seorang praktisi Hak Asasi Manusia (HAM) asal Afrika, Fikrejesus Amahazion, mengungkapkan bahwa praktik ini juga kadang dilakukan oleh bidan atau dukun yang bisa memberi mereka penghasilan tetap. Mereka yang dapat melakukan praktik itu konon bisa mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam Journal of Global Health, Fikrejesus mengungkapkan bahwa sejumlah negara yang masih mempraktikkan setrika payudara; yaitu Benin, Burkina Faso, Kamerun, Republika Afrika Tengah, Chad, Pantai Gading, Guinea-Bissau, Guinea-Conakry, Kenya, Nigeria, Togo, Afrika Selatan, dan Zimbabwe.
Selain itu, Fikrejesus juga mengungkapkan bahwa praktik setrika payudara ini kurang mendapatkan perhatian, dibanding dengan kekerasan terhadap perempuan lain; seperti kasus pernikahan anak, mutilasi alat kelamin perempuan, dan lain-lain.
“Hanya ada sedikit penelitian yang dilakukan atau perhatian diberikan kepada penyetrikaan payudara, praktik ini berbahaya terutama karena dilakukan pada anak perempuan dan perempuan di beberapa Afrika Selatan Sahara,” kata Fikrejesus seperti dikutip dari situs NCBI.
Meski data dan studi empiris tentang praktik setrika payudara ni sangat langka, namun Fikrejesus mengatakan bahwa United Nations Population Fund (UNFPA) sempat mencantumkan praktik ini sebagai salah satu dari lima cerita yang kurang dilaporkan terkait dengan kekerasan seksual berbasis gender. Selain itu, dalam beberapa penelitian atau studi, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa praktik setrika payudara ini berkorelasi dengan agama, suku, kekayaan, atau pendidikan formal.
ADVERTISEMENT