Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Bisa sukses dalam kehidupan karier dan keluarga mungkin adalah impian bagi banyak perempuan. Namun banyak dari kita yang mungkin tidak bisa meraih dua kesuksesan tersebut dalam waktu bersamaan. Terkadang, demi mencapai kesuksesan dalam satu hal, ada hal lain yang mesti dikorbankan.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu pernah dialami oleh Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation. Dalam perjalanannya mencapai kesuksesan, perempuan berusia 44 tahun itu harus bekerja keras sehingga seringkali harus mengorbankan waktunya untuk keluarga. Hal ini juga dilakukan karena statusnya waktu itu sebagai seorang single mother. Hal tersebut diungkapkan oleh anak sulungnya, Nadya Natasha.
“Ada waktu di mana sepanjang hidupku aku cuma melihat Mama bekerja. Dia seorang ibu dan bekerja. Jadi ketika growing up, I have no idea kalau di keluarga lain ada ibu yang tidak bekerja. Kayanya itu waktu aku SMP dan SMA, di situ mulai merasa ‘oh, ibu-ibu teman itu engga kerja’ terus di situ baru terasa ternyata ada distance sama Mama,” cerita Nadya.
ADVERTISEMENT
Namun meski pernah merasakan tantangan memiliki ibu bekerja yang hampir tidak memiliki waktu untuk anak-anaknya, bagi Nadya, Renitasari tetaplah seorang role model. “She’s definitely my role model,” jawab perempuan berusia 23 tahun itu saat ditanya tentang ibunya.
Seperti apa sosok Renitasari Adrian di mata sang anak? Dan bagaimana harapan Renitasari untuk sang anak yang kini menginjak fase dewasa awal? Dalam rangka merayakan Hari Ibu ‘My Mom My Inspiration ’, kumparanWOMAN berbincang dengan kedua perempuan karier ini. Simak percakapannya berikut ini.
Saat masih kecil, bagaimana sosok Mama di mata Nadya?
Nadya Natasha (NS): Dulu kan ada fasenya Mama struggling as a single mother dan ada momen di mana all my life saya hanya melihat dia bekerja, dia seorang ibu dan bekerja. Jadi I actually had growing up, have no idea kalau orang di keluarga lain ibu-ibu itu nggak kerja. Di saat itu saya sempat kaget. Di situ saya merasa, ternyata ada jarak dengan Mama, karena dia kan selalu kerja tidak di rumah.
ADVERTISEMENT
Renitasari Adrian (RA): Iya, saya jadi single parent dari dia dari lahir cuma hidup sama saya saja. Jadi yang dia lihat, mama kerja all the time, nggak pernah stop. Kalau misal orang bilang ‘kamu sukses sekarang’, segala macam. Saya merasa tidak, as a mother saya tidak melihat anak-anak tumbuh karena saya harus bekerja dan saya tidak punya pilihan saat itu.
Bagaimana akhirnya Nadya bisa mengerti situasi Mama?
NS: We were okay kan. Cuma growing up saya benar-benar hanya berpikir kalau sudah besar jadi working woman, wanita karier .
RA: Ada masa dia sempat marah sekali sama saya, karena kan semua anak ingin dekat terus sama ibunya. Sementara dia melihat saya pulang tengah malam, pagi harus pergi, hanya bertemu sebentar. Semakin besar dia mengerti, saya melakukan itu karena sayang sama dia. Kalau nggak begitu kami enggak makan, nggak bisa menyekolahkan dia, kami enggak akan seperti sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Memiliki ibu yang selalu bekerja keras, bagaimana hal itu menginspirasi Nadya?
NS: Hal itu menginspirasi saya untuk juga bekerja dan berkarier. Bahkan dulu ada masa di mana saya nggak tahu kalau perempuan punya opsi untuk jadi ibu rumah tangga. Dulu kan suka ditanya, lima tahun dari sekarang mau jadi apa, ya simpel jawaban saya akan menjadi perempuan yang bekerja seperti Mama.
Bagaimana dengan Mama, apakah selalu mendukung keinginan Nadya?
NS: Mama selalu mendukung keinginan saya sebagai fotografer. Dari SMP saya sudah jadi panitia fotografer, sampai sekarang saya sudah menjadi in house part time, freelance, dan lebih banyak foto pernikahan. Kalau yang part time sedang explore di fashion.
RA: So far until today, I’m so proud of her. Dia benar-benar perempuan yang punya prinsip, cukup berbeda, dan dia punya idealis yang suka bikin saya pusing. Tapi saya melihatnya because she’s different, apalagi dia pakai hijab juga keputusannya sendiri. Jadi saya senang melihat semua pencapaian yang dia lakukan sampai hari ini.
Bagaimana Mama menunjukkan dukungan terhadap karier Nadya?
ADVERTISEMENT
NS: Seperti ibu yang lainnya pasti memberikan pujian terhadap usaha anaknya. Walaupun terkadang saya merasa foto saya jelek sekali, nggak pede, Mama tetap mendukung. Malah mama sering mendorong saya untuk post ke Instagram.
RA: Ya benar apa yang dia bilang, mungkin di awal saya selalu bilang hasil fotonya bagus. Tapi makin ke sini bagusnya memang betulan bagus. Kalau dulu kan belum bagus yang punya style, karakternya kuat. Sekarang karakternya dia memotret sudah semakin ada.
Mama kan terkenal fashionable, suka memberikan saran untuk penampilan Nadya tidak?
NS: Jarang sekali. Dulu dia pernah kayak sampai pusing melihat saya, ada sepatu-sepatu yang terancam dibuang sama mama.
RA: Baju-baju saya pasti turun ke dia, awalnya saya suka bawel dia kalau pakai baju nggak cocok. Semakin dia besar, semakin dia centil, makin ke sini udah jago cara berpakaiannya. Dan dia lebih mengerti tentang skin care daripada saya. Apalagi dulu dia kan anak gunung, datang bau matahari, tas ransel begitu, sepatu kumal. Sekarang sudah nggak perlu dikomentari.
ADVERTISEMENT
Apa nasihat dari Mama yang selalu Nadya selalu ingat?
NS: Ada satu yang it’s so her. Mama selalu mengingatkan, kalau ada pedagang yang sudah kakek-kakek atau nenek-nenek, dan kita punya uang, itu dibeli saja. Bukan masalah Rp 20 ribu tapi buat pedagang itu it means a lot. Kalau punya rezeki lebih walaupun sebenarnya nggak suka, saya beli. Kalau misal order ojek harus kasih tips, kalau lagi ada (uang) lebih.
Apakah kalian berdua sering saling memberi hadiah? Hadiah apa yang paling berkesan?
NS: Hmm...banyak sih, banyak banget, tapi yang paling berkesan adalah kado tiket ke Belanda yang dikasih Mama waktu aku baru lulus kuliah. Sebenarnya Mama tidak punya budaya untuk memanjakan anak-anaknya, jadi kita engga setiap tahun dapat kado grand seperti itu. Nah kado tiket ke Belanda itu adalah karena aku lulusan jurusan Belanda, tapi belum pernah ke Belanda walaupun sudah nabung dan simpan uang dari kerja freelance. Jadi waktu akhirnya aku dibelikan tiket ke Belanda, rasanya berkesan sekali.
ADVERTISEMENT
RA: Kalau dari Nadya, saya ingat dia memberikan uang pertama kalinya bekerja. Jadi uang first job dia, dikasih ke saya. I will always remember that. Itu masih saya taruh di amplop.