Stigma yang Perlu Diubah Mengenai Kanker Payudara

2 Agustus 2019 7:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi payudara. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi payudara. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kanker payudara masih perlu dibicarakan di Indonesia. Pada 2019, Kementerian Kesehatan mencatat bahwa persentase terjadinya kanker payudara pada perempuan Indonesia adalah sebesar 42,1 orang per 100 ribu penduduk, dengan rata-rata kematian 17 orang per 100 ribu penduduk. Kanker payudara juga dicatat sebagai kanker yang paling banyak ditemukan pada perempuan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurangi jumlah ini, diperlukan penanganan yang tepat. Hasbullah Thabrany, dokter lulusan Universitas Indonesia, menekankan pentingnya melakukan deteksi kanker payudara sejak dini. Sebab, kans untuk memerangi kanker lebih tinggi bila sudah dideteksi sejak awal.
“Yang stadium satu, kansnya bisa hidup 30 tahun, masih 80-90 persen,” ujar Hasbullah dalam acara konferensi pers menuju Indonesia Goes Pink 2019 di Plaza Indonesia, Jakarta, Rabu (31/7).
Dokter Hasbullah Thabrany seusai konferensi pers Indonesia Goes Pink 2019 di Jakarta, Rabu (31/7). Foto: Masajeng Rahmiasri/kumparan
Menurut Hasbullah, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kanker secara dini. Di antaranya, dengan mendatangi praktisi kesehatan, melakukan mammografi, USG, maupun dengan melakukan deteksi mandiri. Idealnya, perempuan yang berusia 40 tahun ke atas perlu melakukan pengecekan kanker setiap setahun sekali. Ini dilakukan supaya perempuan dapat mendeteksi adanya gangguan sejak dini.
ADVERTISEMENT
Namun, pada kenyataannya, lebih banyak orang yang ketahuan menderita kanker saat kondisinya sudah parah. Hasbullah mengungkapkan, berdasarkan riset yang dilakukannya beberapa tahun lalu, sebanyak 63 persen penderita kanker--baik kanker payudara maupun kanker lainnya--baru terdeteksi setelah memasuki stadium tiga. Inilah yang menyebabkan harapan hidup penderita kanker terlihat rendah.
“Prinsipnya, mencegah itu lebih baik. Orang sering omongin ini tapi enggak dilakukan,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, profesor dengan keahlian di bidang analisis kebijakan kesehatan dan asuransi kesehatan ini juga memberikan saran kepada para warriors atau pasien kanker payudara. Ia menyarankan agar mereka tidak panik dan lebih banyak mencari tahu mengenai apa yang sebenarnya sedang terjadi kepada ahlinya. Kemudian, ia juga menyarankan agar para penderita melakukan konseling ke psikolog bila perlu.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, lulusan University of California, Berkeley ini membicarakan mengenai pentingnya untuk mulai mengikis stigma mengenai kanker payudara. Sebab, anggapan bahwa penderita kanker pasti berusia pendek, dapat menimbulkan kepanikan dan ketakutan pada diri penderita.
Logo Kanker Payudara Foto: Pixabay
“Kalau dipengaruhi stigma-stigma itu dan terjadi pesimisme, ini menurunkan (daya tawar badan untuk bisa sembuh). Kemudian, juga membuat kita kurang bergairah untuk melakukan terapi,” sebut Hasbullah.
Terakhir, dokter ini mengatakan bahwa para penderita kanker payudara perlu menjaga pola makan dan berolahraga. Dia mengibaratkan tubuh manusia sebagai kumpulan tentara yang harus diberi asupan yang baik, supaya bisa melawan zat asing yang mengancam kesehatan.
"Badan kita tuh luar biasa. (Kita punya) jutaan, mungkin miliaran tentara yang namanya antibodi. Itu akan berfungsi bagus kalau makanannya juga dijaga," ujarnya.
ADVERTISEMENT