Suarakan Kesetaraan Lewat Stand-Up Comedy

12 Desember 2021 8:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi stand-up comedy sebagai wadah untuk suarakan isu kesetaraan. Sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi stand-up comedy sebagai wadah untuk suarakan isu kesetaraan. Sumber: Shutterstock
Lelucon, bisa ditemukan di mana saja. Bentuknya berbeda-beda, bisa di sela-sela percakapan hingga yang terencana seperti stand up comedy. Sayangnya, tak sedikit di antara humor atau komedi di sekitar kita yang berkoneten seksis atau merendahkan perempuan. Di segala tatanan kehidupan, lelucon seksis masih dianggap wajar dan seringkali dinormalisasi.
Ada banyak upaya yang telah ditempuh untuk terus memperbaiki ketimpangan yang menimpa para perempuan di seluruh dunia, salah satunya dengan memanfaatkan hiburan untuk menyuarakan kesetaraan, salah satunya melalui stand-up comedy.
Humor memiliki kekuatan, salah satunya untuk menyuarakan kesetaraan. Stand-up comedy, sebagai bagian dari humor, kian berkembang menjadi medium untuk menyuarakan pesan, gagasan, dan aspirasi untuk mengangkat berbagai isu sosial yang ada. Di sini, kesempatan mengambil ruang untuk menyuarakan isu kesetaraan gender melalui komedi ada dan bisa dimanfaatkan.
Bagaimana bisa stand-up comedy dijadikan wadah untuk menyampaikan pikiran dan menyuarakan kesetaraan?

Stand-Up Comedy dan Perkembangannya

Sakdiyah Ma'ruf, stand up comedian Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Meski rasanya baru ramai pada beberapa tahun belakangan ini, stand-up comedy sebetulnya sudah lama mewarnai dunia hiburan. Berawal di sekitar tahun 1800-an, cikal bakal stand-up comedy adalah kelompok teater bernama The Minstrel Show dari Amerika Serikat. Komedi yang disampaikan dalam bentuk teater ini diselenggarakan oleh Thomas Dartmouth “Daddy Rice”, kemudian semakin berkembang, dan memiliki segmen bernama “The Olio”.
Dalam segmen “The Olio”, acara dibawakan oleh dua orang yang membicarakan kehidupan sehari-hari hingga mengkritisi politisi pada masa itu. Memudarnya The Minstrel Show kemudian digantikan dengan beberapa grup komedi lainnya, seperti Vaudeville dan Burlesque. Di sini, komedi disampaikan oleh satu orang saja, dengan panggung yang kecil, dan dilakukan dengan cara monolog.
Komedi tunggal pun meninggalkan cara slapstick untuk menyampaikan kelucuannya karena adanya perkembangan teknologi. Saat itu, microphone mulai digunakan untuk menyampaikan ungkapan atau cerita lucu dari para komedian. Komedi tunggal pun akhirnya disiarkan oleh beberapa stasiun televisi seperti The Tonight Show, The Ed Sullivan Show, dan Steve Allen.
Di Indonesia sendiri, cara stand-up comedy ini pernah dicoba oleh Taufik Savalas melalui acara Comedy Cafe yang dimiliki oleh Ramon Papana. Iwel Wel sempat memperkenalkan dirinya sebagai komika dan mulai bergabung dengan Comedy Cafe. Bersama Iwel, Ramon Papana mengunggah video stand-up ke YouTube.
Raditya Dika dan Pandji Pragiwaksono yang kala itu adalah selebtwit ikut mengenalkan stand-up comedy pada pada masyarakat Indonesia.
Raditya Dika, salah satu selebtwit yang ikut memopulerkan stand-up comedy. Foto: Faisal Rahman/kumparan
Stand-up comedy di Indonesia semakin berkembang, stasiun televisi pun ikut menyiarkan tayangan stand-up comedy untuk masyarakat. Alhasil, stand-up comedy bukan lagi hal yang asing dan muncullah beberapa komika baru dengan ciri khasnya masing-masing.

Komika Perempuan dan Stand-Up Comedy

Sakdiyah Ma'ruf, salah satu komika perempuan Indonesia. Foto: Dok. Sakdiyah Ma'ruf
Sama seperti awal mulanya, para komika sering menyampaikan gagasan dan pikiran mereka mengenai isu-isu yang dianggap penting. Saat melakukan stand-up comedy, tak jarang mereka membahas hal-hal seputar kebiasaan masyarakat, isu politik, isu sosial dan hal beragam lainnya yang menjadi keresahan.
Adanya peluang untuk menyampaikan gagasan melalui stand-up comedy diambil oleh para perempuan untuk menyuarakan hal-hal seputar kesetaraan, menyampaikan isu sensitif, hingga mengubah stereotip yang melekat pada perempuan. Umumnya, topik ini diangkat dari pengalaman pribadi baik yang dilihat maupun yang dirasakan.
Ali Wong, misalnya. Komika Asal Amerika Serikat ini terkenal dengan stand-up-nya yang mengangkat topik tabu di masyarakat. Ali Wong kerap kali berbicara mengenai pengalaman seksnya semasa muda, pengalamannya mengalami keguguran, bekas operasi pasca melahirkan, dan banyak lagi. Dibalut dengan komedi, ia mampu menyampaikan berbagai keresahan dan pengalamannya sebagai perempuan.
Kini, Indonesia pun sudah punya sederet nama komika perempuan yang mewarnai perkembangan stand-up comedy, seperti Sakdiyah Ma’ruf, Ligwina Hananto, Jessica Farolan, dan Mega Syalsabillah.
Melalui stand-up comedy, Sakdiyah Ma’ruf sering mengangkat isu konservatisme agama, islamofobia, hingga diskriminasi yang sering dialami oleh perempuan. Diyah, begitu panggilan akrabnya, adalah komika perempuan hijab pertama yang dikenal dari kompetisi Stand-Up Comedy stasiun televisi nasional.
Ia sering mengutarakan, “Perempuan keturunan Arab di kampung saya, banyak nggak enaknya,” katanya dalam setiap membuka penampilannya. Ini menunjukkan bahwa Sakdiyah melihat bahwa para perempuan di di lingkungannya terkekang oleh budaya konservatisme.
Sejalan dengan perkembangan stand-up comedy ini, UN Women dan UNFPA Indonesia melihat adanya peluang untuk menyuarakan berbagai isu penting seputar kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan melalui komedi.
"Kekerasan berbasis gender bisa menjadi topik yang menyakitkan dan sulit, tapi seharusnya tidak tabu untuk dibicarakan. Proyek “Comedy for Equality” yang diselenggarakan oleh PBB di Indonesia bertujuan untuk membuat percakapan tentang subjek yang serius ini jadi tidak terlalu menakutkan. Harapan saya penampilan berani dari para komika ini akan menginspirasi lebih banyak orang untuk menyuarakan kesetaraan gender dan membantu mengingatkan para penyintas kekerasan berbasis gender bahwa mereka tidak sendirian," papar Valerie Julliand, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia.
Dalam rangka memperingati 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan terhadap Perempuan, PBB di Indonesia, UN Women, dan UNFPA Indonesia mengadakan workshop stand-up comedy bertajuk “Comedy for Equality”.
Di sini, PBB Indonesia memberi kesempatan bagi 20 peserta yang terpilih untuk mengikuti pelatihan stand-up comedy secara online dan gratis. Pelatihan dilaksanakan dalam lima sesi sejak tanggal 5 November hingga 3 Desember 2021 dan bekerja sama dengan Sadiyah Ma’ruf. Di sini, para peserta mendapatkan materi mengenai komedi untuk aktivisme, mempelajari penulisan komedi, dan melatih diri untuk melakukan penampilan stand-up comedy di depan publik.
Peserta terpilih yang telah mengikuti pelatihan ini akan tampil di “Comedy for Equality”, stand-up comedy show yang diadakan pada 11 Desember 2021. Acara ini juga dihadiri oleh Sakdiyah Ma’ruf dan UN Resident Coordinator Valerie Julliand.
Yuk, saksikan keseruan para peserta “Comedy for Equality” menyampaikan komedi mereka dengan topik kesetaraan gender. Rayakan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari Hak Asasi Manusia dengan menonton stand-up comedy show, “Comedy for Equality” ini! Dukung kesetaraan gender dan stop kekerasan pada perempuan dan anak!
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan PBB di Indonesia, UN Women dan UNFPA Indonesia.