Survei: Quarter Life Crisis Terjadi di Usia 27 Tahun, Ini Alasannya

4 November 2019 8:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan mencari jati diri. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan mencari jati diri. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat berusia 20 tahunan, besar kemungkinan bahwa kita akan dihadapkan dengan sederet masalah dan kekhawatiran yang memaksa untuk menjadi lebih dewasa. Biasanya, masalah-masalah ini berkaitan dengan beragam pilihan dan perubahan yang ada dalam hidup, serta apa yang kita rasakan mengenai hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebagian dari kita mungkin akan segera mengasosiasikan masa-masa sulit ini sebagai terjadinya quarter life crisis atau periode pencarian jati diri pada usia 20-30 tahunan. Tapi, sebenarnya, kapankah seseorang akan benar-benar mengalami quarter life crisis? Apakah hal ini memang terjadi di usia 25 tahun, seperti yang diisyaratkan melalui namanya?
Ternyata, bisa jadi tidak demikian. Pada 2017, perusahaan yang bergerak di bidang pencarian kerja, LinkedIn, melakukan survei terhadap ribuan orang berusia 25-33 tahun di berbagai belahan dunia. Hasil survei menunjukkan, 75 persen dari target pernah mengalami quarter life crisis, dengan rata-rata kejadian pada usia 27 tahun.
Ilustrasi perempuan karier. Foto: Shutterstock
Selain itu, LinkedIn juga menyatakan bahwa 72 persen profesional muda di Inggris mengalami quarter life crisis pada usia 26 tahun 9 bulan. Proses krisis ini rata-rata berlangsung hingga sekitar 11 bulan lamanya.
ADVERTISEMENT
Sehingga, tak mengherankan bila orang-orang yang berada pada kategori usia itu banyak memiliki kekhawatiran. Perlu diketahui pula bahwa kekhawatiran ini bisa meliputi berbagai aspek dalam kehidupan, termasuk karier, percintaan, juga finansial.
Selain itu, menurut Metro, generasi milenial lebih mungkin mengalami quarter life crisis bila dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Terutama, karena adanya kesulitan finansial yang harus dihadapi, juga karena adanya media sosial yang mengaburkan persepsi mengenai kehidupan yang diharapkan.
Ilustrasi influencer perempuan. Foto: Shutterstock
Namun, terlepas dari apa yang dirasakan, ada hal-hal yang bisa kita lakukan untuk dapat melewati quarter life crisis. Umumnya, kita disarankan untuk berhenti membandingkan diri dengan orang lain, mencoba memahami gejolak jiwa yang sedang dialami, juga mencoba berbagai hal baru, demi membantu menemukan jawaban dari hal yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, kita juga disarankan agar tidak mudah menyerah bila mengalami kegagalan.
"Konflik antara identitas yang dimiliki, upaya untuk menemukan jati diri, juga keinginan untuk mencari tahu soal apa yang kita pedulikan (sebenarnya) merupakan sebuah kesempatan. Ini adalah alasan untuk bangun di pagi hari. Mulailah sebuah bisnis, unggah sesuatu di Facebook dan lihat apa yang terjadi," ujar Robert MacNaughton, co founder dan CEO dari Integral Center-- organisasi pengembangan karakter asal AS--seperti dikutip Forbes.
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
Selain itu, kita juga disarankan untuk tidak terpaku dengan gelar atau jabatan yang dimiliki. Sebab, ini bisa membuat kita menjadi kaku dan lebih mudah stres ketika menghadapi transisi dalam hidup. Apalagi, ada kalanya jabatan tersebut tak berarti sama sekali bagi kita.
ADVERTISEMENT
"Daripada berjuang untuk menghilangkan keraguan dan ketidakpastian melalui harga diri yang tercipta dari sebuah gelar, perlakukan diri Anda dengan baik, seperti manusia biasa," ujar Dr. Lara Fielding, seorang psikolog sekaligus penulis buku 'Mastering Adulthood: Go Beyond Adulting to Become an Emotional Grown Up', seperti dikutip Girl Boss.
"Caranya adalah dengan mengakui hal-hal kacau yang ada dalam diri kita, sembari membuat keputusan yang segaris dengan nilai-nilai yang Anda anut," ujarnya menambahkan.