Toxic Femininity, Konsep yang Menekan Perempuan Ikuti Standar Masyarakat

13 Juli 2021 18:01 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Toxic Femininity, Konsep yang Menekan Perempuan Ikuti Standar Masyarakat. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Toxic Femininity, Konsep yang Menekan Perempuan Ikuti Standar Masyarakat. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sejak zaman dahulu, kata 'perempuan' sering dihubungkan dengan seseorang yang bisa melakukan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, menyapu, dan sebagainya. Akibatnya, muncul istilah bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya hanya akan bekerja mengurus urusan rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, kebanyakan perempuan juga dituntut untuk bisa bersikap lemah lembut dan berpenampilan feminin. Padahal, karier, pendidikan, sikap, hingga cara berpakaian adalah sesuatu yang berhak ditentukan oleh perempuan itu sendiri.
Perempuan sejak dulu sering dihubungkan dengan seseorang yang bisa melakukan pekerjaan rumah. Foto: Shutter Stock
Sayangnya, standar-standar tersebut sudah cukup melekat di dalam diri masyarakat Indonesia yang semakin lama menjadi hal toxic untuk perempuan. Singkatnya, istilah tersebut bisa disebut dengan toxic femininity.
Keberadaan toxic femininity ini yang justru membuat perempuan sulit untuk memilih jalannya sendiri. Bukan karena tidak mampu, tapi karena takut mendapatkan penghakiman dari orang lain atas apa yang telah ia pilih jika hal tersebut tidak mengikuti standar yang berlaku. Akibatnya, perempuan jadi sulit untuk mengekspresikan apa yang ia inginkan dan berujung pada hilangnya kepercayaan diri.
ADVERTISEMENT
Berlandaskan hal tersebut, penting tentunya bagi perempuan untuk bisa mengenal istilah toxic femininity ini. Dengan begitu, kamu dan sesama kaum perempuan lainnya bisa mematahkan standar dari toxic femininity ini. Mengutip dari berbagai sumber, simak penjelasannya di bawah ini, Ladies!

Apa itu toxic femininity?

Mengutip Study Breaks, toxic femininity merupakan standar yang dianggap normal oleh masyarakat luas sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh perempuan. Standar yang biasanya ditemukan adalah menganggap perempuan adalah sosok yang seharusnya mengerjakan pekerjaan rumah, bersikap lemah lembut, penurut, berpenampilan feminin dan lain sebagainya.
Ilustrasi perempuan mengurus anak. Foto: Shutter Stock
Apabila perempuan tidak memenuhi standar dari masyarakat, hal ini bisa perempuan tersebut merasa dihakimi, tertekan dan berujung tidak percaya diri dengan pilihan hidupnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Contoh lainnya adalah ada seorang perempuan yang memilih untuk tidak menikah terburu-buru meskipun umurnya sudah cukup matang. Bukannya mendapatkan dukungan seperti kata-kata penyemangat atau sebagainya, kebanyakan orang terdekatnya justru menanggapinya dengan hal yang tanpa disadari membuatnya tidak nyaman.
'Menikah itu enak, loh. Kamu kapan? Memang gak mau punya anak?' kira-kira pernyataan seperti itu lah yang justru membuat kebanyakan perempuan merasa bahwa apa yang dipilih adalah suatu kesalahan. Akibatnya, perempuan pun terpaksa mengikuti standar yang ada di masyarakat agar tidak mendapatkan penghakiman dari orang lain.

Berbahaya atau tidak?

Beberapa orang menganggap bahwa kasus yang terjadi akibat dari pemahaman toxic femininity ini merupakan sesuatu yang sepele. Padahal, jika mengulas kembali, kamu akan menyadari bahwa toxic femininity adalah kondisi yang penting karena mampu merubah kepribadian seorang perempuan.
Toxic femininity adalah kondisi yang penting karena mampu merubah kepribadian seorang perempuan. Foto: Shutter Stock
Terlebih jika terdapat paksaan kepada sejumlah perempuan untuk bisa mengikuti standar toxic femininity yang ada di lingkungannya. Apabila tidak mengikutinya, hal terburuk yang bisa terjadi adalah perasaan dikucilkan. Bahkan bisa saja kamu dianggap bukan sebagai kaum kebanyakan perempuan lainnya yang mengikuti standar tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, orang yang terdampak dari toxic femininity ini biasanya akan sulit untuk menjadi dirinya sendiri. Akibatnya, kesehatan mental menjadi terganggu dan kerap kali merasakan anxiety karena tidak bisa memenuhi standar tersebut. Bahkan tidak sedikit perempuan yang justru menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa mengikuti ekspektasi orang lain.
Yuk, Ladies, stop toxic femininity dari sekarang!
Penulis: Johanna Aprillia