Tradisi Suku Mursi yang Lukai Diri Sendiri Sebagai Makna Kecantikan

3 September 2019 15:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suku Mursi dari Etiopia. Foto: AFP/CARL DE SOUZA
zoom-in-whitePerbesar
Suku Mursi dari Etiopia. Foto: AFP/CARL DE SOUZA
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Definisi tentang standar kecantikan memiliki makna yang sangat luas. Berbeda budaya, berbeda pula pandangan terhadap kecantikan. Tak heran, istilah 'cantik itu relatif' memang benar adanya. Cantik itu relatif, tergantung siapa dan dari sudut mana kita memandangnya.
ADVERTISEMENT
Contoh unik dari keanekaragaman kecantikan yang mungkin 'tidak biasa' tampak pada salah satu suku di wilayah Southern Omo Valley, Etiopia, Afrika Timur. Suku Mursi namanya.
Apa yang membuat mereka spesial?
Mereka memiliki tradisi kecantikan dengan memakai piringan dari tanah liat yang didekorasi warna-warni di bagian bibir bawah. Piringan tersebut diberi nama dengan istilah 'dhebi', menjadikannya sebagai karateristik spesial bagi perempuan Mursi.
Bicara soal latar belakang tradisi memasang piring di bibir ini, sebenarnya, suku Mursi bukanlah satu-satunya suku yang mengaplikasikannya pada kehidupan mereka sehari-hari. Para arkeolog pernah menemukan bukti bahwa pemasangan piring di bibir ini ditemukan juga di wilayah seperti Sudan (tahun 8700 sebelum masehi), bahkan hingga negara-negara di wilayah Amerika Selatan (tahun 1500 sebelum masehi).
ADVERTISEMENT
Faktanya, masih belum jelas apa 'teori' dan latar belakang sebenarnya di balik tradisi kecantikan ini. Ada yang bilang, bahwa laki-laki Mursi ingin 'melindungi' para perempuan dengan cara membuat mereka tampak kurang menawan mengingat ratusan hingga ribuan tahun lalu, para perempuan di Afrika diperjual-belikan untuk menjadi budak. Sehingga, hal tersebut bisa membuat mereka terbebas dari saudagar budak. Entah benar atau tidak, tak dapat dipungkiri, tradisi ini masih berlanjut dan bisa ditemukan hingga hari ini.
Suku Mursi dari Etiopia. Foto: AFP/CARL DE SOUZA
Proses untuk menggunakan piring di bibir ini pun harus melalui tahapan yang menyakitkan dan menyiksa. Menurut situs Mursi Online, saat seorang gadis sudah berusia 15 atau 16 tahun, bibir bagian bawah mereka akan digunting. Di beberapa kasus, bahkan mereka harus menanggalkan dua hingga empat gigi bagian bawah untuk bisa mendapatkan bentuk yang maksimal. Proses pengguntingan tersebut biasanya dilakukan oleh ibu mereka, atau perempuan dewasa lainnya yang mereka percaya.
ADVERTISEMENT
Luka dari proses pengguntingan tersebut akan disumbat dengan potongan kayu sampai sembuh dan kering. Biasanya, luka tersebut akan pulih dalam waktu tiga bulan lamanya.
Meski demikian, setiap gadis berhak menentukan seberapa panjang mereka ingin membiarkan bibir bawah mereka untuk 'melar' ke bawah. Jika ingin melar dan lebar, mereka akan terus menyumbat dengan pipihan kayu yang semakin besar dari bulan ke bulan. Proses tersebut dilakukan hingga mereka bisa menaruh piringan besar di bagian bibir bawah.
Piringan tanah liat membuat mereka merasa lebih cantik
Dikutip dari situs The New Times, piringan tanah liat ini membuat mereka merasa lebih cantik. "Lihat aku sekarang! Tanpa piring tanah liatku, aku terlihat menakutkan. Tidak ada yang memperhatikanku. Namun kamu lihat, aku akan memakai piringan ini sekarang, dan aku menjadi perempuan paling cantik di dunia!" ungkap salah satu perempuan Mursi kepada seorang reporter yang berkunjung ke desa mereka.
ADVERTISEMENT
Selain ornamen piringan tanah liat di bibir, perempuan Mursi juga mengecat wajah dan tubuh mereka. Tak jarang, mereka mengenakan berbagai dekorasi, seperti manik-manik, tanduk hewan, kain warna-warni, dan ornamen lainnya.
Semakin ramai hiasan yang ada di tubuh, semakin mereka merasa menarik secara fisik. Hal tersebutlah yang membuat mereka mencolok, unik, dan spesial, mengingat mereka tinggal berdekatan dengan suku lain dari Afrika.
Suku Mursi dari Etiopia. Foto: AFP/CARL DE SOUZA
Mulai ditinggalkan oleh kaum muda
Suku Mursi merupakan suku yang demokratis terhadap tradisi yang mereka miliki. Jika seorang gadis tidak ingin memotong bibir bawah mereka, itu tak akan jadi masalah. Dikutip Travellers Archive, tidak ada unsur paksaan oleh pria bagi perempuan Mursi yang ingin atau tidak ingin melakukannya.
ADVERTISEMENT
Faktanya, banyak juga perempuan yang menikah tanpa memotong dan memakai piringan tanah liat tersebut. Namun, karena tekanan sosial dan keinginan untuk 'menyatu' dengan tradisi, banyak pula perempuan Mursi dewasa yang baru memotong bibir mereka setelah memiliki satu atau dua anak.
Tradisi yang menjadi ladang bisnis
Keunikan suku Mursi ini mengundang banyak turis dari berbagai dunia untuk berkunjung dan melihat langsung kelangsungan hidup mereka. Namun sayang, cara budaya mereka diperlakukan oleh turis tak berdampak positif bagi suku Mursi.
Saat turis asing mulai mengunjungi suku Mursi di awal 2000-an, hal tersebut seolah 'mempertemukan' dua dunia yang sangat berbeda. Tak jarang, beberapa pengunjung memberikan tip berupa uang sebagai ucapan terima kasih karena telah diizinkan untuk mengambil foto bersama mereka.
ADVERTISEMENT
Dikutip Guardian, lama kelamaan, orang-orang Mursi menyadari bahwa penampilan mereka dianggap 'tidak biasa' dan menjadikan penampilan mereka sebagai mata pencarian. Mereka pun mulai berbisnis foto dari tradisi mereka sendiri, yang masing-masing dibayar 5 birr sekali foto (20 sen AS).
Alhasil, mendapatkan uang dari sebagai 'model' terlihat lebih menggiurkan dibanding bekerja di sektor pertanian dan bertenak. Beberapa dari mereka bahkan menjual hewan-hewan ternak yang dimiliki.
Suku Mursi dari Etiopia. Foto: AFP/CARL DE SOUZA
Dikutip Next Nature, untuk menarik lebih banyak pengunjung dan menghasilkan lebih banyak uang, penduduk Mursi bahkan mulai menciptakan kostum dan aksesori mereka secara berlebihan. Mereka mendandani diri sendiri dalam penampilan yang lebih eksotis. Beberapa dekorasi hanya dibuat untuk pertunjukan wisata semata, tanpa makna yang terkait dengan kebiasaan, budaya, atau gaya hidup asli mereka.
ADVERTISEMENT
Tentu, bukan berarti orang Mursi tak boleh kenal 'uang' atau dunia modern. Faktanya, pemerintah setempat mulai berupaya untuk melibatkan banyak penduduk Mursi agar aktif di sektor-sektor modern. Mulai dari mengirim anak-anak untuk sekolah hingga pekerjaan untuk orang dewasa di perkotaan.
Beberapa pihak hanya menyayangkan, tradisi kecantikan unik dan tak biasa yang misterius, menjadi ladang bisnis terselubung. Beberapa pun mempertanyakan, apakah tradisi ini berlanjut karena identitas mereka yang melekat, atau sebagai mata pencaharian 'modeling' yang menggiurkan.
Bagaimana menurut pendapat Anda?