Konten dari Pengguna

Kemandirian Pangan yang Harus Diwujudkan

Kuntoro Boga Andri
Kuntoro Boga Andri, Saat ini Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan, sejak Juli 2024. Menjabat, sebagai Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan sejak Maret 2018. Kuntoro sebelumnya merupakan Peneliti Utama di Badan Litbang, Kementan
25 November 2024 11:44 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kuntoro Boga Andri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Prabowo Subianto meninjau Food Estate Marauke didampingi Mentan Andi Amran Sulaiman
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Prabowo Subianto meninjau Food Estate Marauke didampingi Mentan Andi Amran Sulaiman
ADVERTISEMENT
Dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029, Prabowo Subianto menyampaikan visi besar tentang kemandirian pangan di depan anggota dewan dan rakyat Indonesia di Senayan, Jakarta, pada 20 Oktober 2024. Di tengah antusiasme nasional, Prabowo menekankan bahwa kemandirian pangan bukan sekadar rencana jangka panjang, melainkan prioritas nasional yang harus segera diwujudkan. Langkah strategis ini dipandangnya krusial untuk menjamin kedaulatan dan ketahanan bangsa dalam menghadapi ketidakpastian global yang kerap memunculkan krisis pangan.
ADVERTISEMENT
Ketergantungan Indonesia pada impor pangan menjadi salah satu isu utama yang disoroti. Dalam situasi darurat, negara-negara eksportir sering membatasi ekspor demi kebutuhan domestik mereka, seperti yang terjadi pada 2023, ketika impor beras mencapai 2,3 juta ton akibat dampak El Nino. Prabowo menegaskan bahwa ketergantungan ini adalah ancaman laten bagi stabilitas nasional. Oleh karena itu, Indonesia harus segera bertransformasi menjadi negara yang mandiri dalam produksi pangannya, terutama beras, yang merupakan kebutuhan pokok mayoritas rakyat Indonesia.
Beras merupakan komoditas strategis bagi Indonesia, tidak hanya sebagai kebutuhan pokok tetapi juga sebagai simbol kedaulatan pangan. Dengan populasi lebih dari 275 juta jiwa (BPS, 2023), sekitar 90% masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai makanan utama. Tingkat konsumsi rata-rata beras di Indonesia mencapai 100–105 kg per kapita per tahun, jauh melampaui rata-rata dunia sebesar 65 kg per kapita per tahun (FAO, 2023). Ketergantungan yang tinggi ini menjadikan swasembada beras sebagai prioritas nasional dengan dampak yang luas, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.
ADVERTISEMENT
Swasembada beras adalah langkah strategis untuk memastikan kemandirian pangan, mengurangi risiko krisis global, dan meningkatkan stabilitas nasional. Selain itu, swasembada beras dapat melindungi petani lokal, mengurangi ketergantungan impor, serta meningkatkan resiliensi terhadap perubahan iklim.
Memastikan Kemandirian Pangan
Swasembada beras adalah fondasi kemandirian dan ketahanan pangan nasional. Kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan untuk menyediakan pangan yang cukup dalam hal kuantitas dan kualitas bagi seluruh rakyat tanpa bergantung pada pasokan dari luar negeri. Namun, pada 2023, Indonesia menghadapi lonjakan impor beras sebesar 2,3 juta ton akibat kekeringan panjang yang disebabkan fenomena El Nino, serta penurunan hasil panen hingga 5% dibanding tahun sebelumnya (Kementan, 2023). Ketergantungan ini mengandung risiko besar, terutama ketika negara eksportir seperti Vietnam dan Thailand membatasi ekspor demi memenuhi kebutuhan domestik mereka.
ADVERTISEMENT
Impor beras membebani keuangan negara secara signifikan. Pada 2023, nilai impor beras mencapai USD 1,5 miliar atar setara Rp. 24 Triliun (BPS, 2023). Ketergantungan ini menggerus devisa negara yang seharusnya dapat dialokasikan untuk sektor lain seperti teknologi pertanian dan infrastruktur. Melalui swasembada, Indonesia dapat menghindari risiko krisis pangan akibat gangguan global. Cadangan beras nasional yang memadai juga menjadi langkah antisipasi terhadap bencana alam dan situasi darurat lainnya. Pemerintah melalui Bulog telah menargetkan cadangan beras pemerintah sebanyak 2 juta ton untuk mengatasi potensi krisis pangan global pada 2024.
Swasembada beras berpotensi mengurangi tekanan pada neraca perdagangan sekaligus meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri. Dana yang sebelumnya digunakan untuk impor dapat dialihkan ke program modernisasi alat pertanian, peningkatan irigasi, dan diversifikasi pangan. Dengan langkah ini, Indonesia dapat membangun ekosistem pertanian yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.
Presiden Prabowo saat meninjau Panen menggunakan Combine Harvester di FE Marauke
Memperkuat Martabat dan Kedaulatan Bangsa
ADVERTISEMENT
Petani padi di Indonesia berjumlah sekitar 25,7 juta jiwa (BPS, 2023), sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan. Ketergantungan pada impor sering kali menekan harga gabah petani lokal karena persaingan dengan harga beras impor yang lebih murah, sehingga pendapatan mereka menjadi tidak stabil.
Swasembada beras dapat melindungi petani lokal dengan memastikan harga gabah tetap kompetitif. Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) menjamin petani mendapatkan harga minimal Rp5.000/kg untuk gabah kering panen (Perpres No. 125/2022). Selain itu, program bantuan seperti subsidi pupuk, alat mesin pertanian (alsintan), dan penerapan teknologi precision farming membantu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.
Produksi beras Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim, seperti kekeringan, banjir, dan serangan hama. Pada 2023, fenomena El Nino menyebabkan penurunan luas panen hingga 240 ribu hektar dibandingkan tahun sebelumnya (Kementan, 2023). Ketergantungan pada impor dalam situasi ini bukanlah solusi, karena negara eksportir juga menghadapi kendala serupa.
ADVERTISEMENT
Swasembada beras tidak hanya bertujuan memastikan ketersediaan pangan, tetapi juga mendorong pengembangan teknologi pertanian untuk menghadapi tantangan iklim yang semakin kompleks. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengembangan varietas padi tahan terhadap kondisi iklim ekstrem. Sebagai contoh, varietas padi Inpari 32 telah dirancang untuk bertahan dalam kondisi kekeringan yang sering terjadi akibat perubahan iklim.
Selain itu, optimalisasi sistem irigasi hemat air menjadi langkah penting untuk mendukung keberlanjutan pertanian. Teknologi seperti drip irrigation memungkinkan penggunaan air secara efisien, memastikan tanaman padi mendapatkan pasokan air yang cukup tanpa pemborosan, terutama di wilayah dengan sumber daya air terbatas. Pemanfaatan teknologi berbasis Internet of Things (IoT) juga mulai diterapkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Sensor IoT digunakan untuk memantau kebutuhan air dan nutrisi tanaman secara real-time, sehingga petani dapat mengambil keputusan yang lebih tepat dalam mengelola lahannya.
ADVERTISEMENT
Pendekatan-pendekatan ini berkontribusi signifikan dalam meningkatkan produktivitas padi. Saat ini, produktivitas padi telah mencapai 5,2 ton per hektar, menuju target 6 ton per hektar yang ditetapkan Kementerian Pertanian untuk tahun 2025. Dengan langkah inovatif ini, Indonesia semakin siap menghadapi tantangan perubahan iklim sekaligus mencapai swasembada beras yang
Swasembada beras bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kedaulatan bangsa. Kemampuan memenuhi kebutuhan beras secara mandiri menunjukkan kekuatan dan kemandirian Indonesia sebagai negara agraris yang besar.
Kini, pemerintah kembali memprioritaskan program swasembada melalui program FE (Food Estate) di Kalimantan Tengah, Sumatra Selatan, dan Papua, dengan harapan mampu menambah produksi 1 juta ton beras per tahun pada 2030.
Melalui kebijakan yang tepat, inovasi teknologi, dan pemberdayaan petani, Indonesia memiliki kesempatan emas mewujudkan Kemandirian Pangan bangsa. Keberhasilan ini tidak hanya membawa kesejahteraan bagi rakyat tetapi juga memperkuat martabat bangsa di mata dunia.
ADVERTISEMENT