Manisnya Gula dan Pengaruhnya Pada Otak

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
13 Juni 2020 12:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tubuh kita memerlukan gula untuk memenuhi kebutuhan energi. Namun begitu, di balik fakta manisnya gula, ternyata ada dampak negatif gula apabila kita mengkonsumsinya secara berlebihan. Yuk, simak ulasan bagaimana otak kita merespon gula, mengapa kita bisa begitu menyukai gula, dan apa akibatnya pada otak jika kita terlalu banyak mengkonsumsi gula.
Si Manis Gula. Gambar oleh congerdesign dari Pixabay
Otak kita butuh gula, lho!
ADVERTISEMENT
Glukosa merupakan salah satu bentuk gula yang dapat diubah menjadi energy utama yang sangat diperlukan oleh sel-sel tubuh, termasuk otak. Otak, yang terdiri dari sel-sel saraf neuron, adalah organ tubuh yang paling banyak mengkonsumsi energy dibandingkan dengan organ lainnya. Setidaknya otak menggunakan setengah dari energy gula yang ada dalam tubuh.
Fungsi otak seperti fungsi kognitif, berpikir dan belajar, mengingat, dan konsentrasi terkait erat dengan kadar glukosa dan seberapa efisien otak menggunakan sumber energy gula. Misalnya, jika jumlah glukosa di otak tidak cukup, maka neurotransmitter si pembawa pesan kimia otak, tidak diproduksi sehingga komunikasi antara sel-sel saraf otak akan terputus. Selain itu rendahnya kadar glukosa dalam darah dapat menyebabkan menurunnya fungsi otak yang terkait dengan kemampuan konsentrasi dan fungsi kognitif.
ADVERTISEMENT
Vera Novak, PhD, profesor kedokteran HMS di Beth Israel Deaconess Medical Center, seperti dilansir dari laman HMS Harvard, mengungkapkan bahwa otak bergantung pada gula sebagai bahan bakar utamanya.
Tapi jangan berlebihan, ya!
Meskipun otak membutuhkan glukosa, terlalu banyak sumber energy gula akan mengarah pada hal yang buruk. Novak dan rekan-rekannya melakukan pengamatan pada penderita diabetes jangka panjang ‒tipe 1 dan 2‒ yaitu kelompok penyakit dimana kadar glukosa dalam darah tinggi bertahan dalam periode yang lama. Novak mengungkapkan bahwa diabetes jangka panjang akan mempengaruhi sel-sel otak dan fungsinya. Kadar glukosa darah yang tinggi akan mempengaruhi konektivitas fungsional otak, yang dapat menyebabkan penyusutan otak atau atrofi. Hal tersebut juga dapat memperkecil pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak akan berkurang.
ADVERTISEMENT
Sebuah studi pada tahun 2009 oleh para peneliti dari University of Montreal dan Boston College, juga menghubungkan konsumsi glukosa berlebih dengan kurangnya kemampuan memori dan kognitif pada hewan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari University of California di Los Angeles pada 2012 menunjukkan adanya hubungan positif antara hubungan fruktosa ‒bentuk lain gula‒ dengan penuaan sel pada hewan.
Pilih yang mana? Gambar oleh S. Hermann & F. Richter dari Pixabay
Kecanduan gula, kok bisa?
Ada beberapa hal yang membuat kita menyukai gula hingga akhirnya kita candu akan si manis gula. Berdasarkan David A. Kessler, mantan komisaris Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat, dilansir dari laman Verywellmind, gula memiliki beberapa karakteristik dengan obat-obatan yang menyebabkan kecanduan. Selain memiliki efek palatable ‒kesenangan‒ gula juga memiliki nilai hedonis yang tinggi, yang berarti Anda akan merasakan kesenangan saat memakannya. Dari sudut pandang sains, makanan palatable, akan membuat seseorang yang mencicipinya akan menginginkan untuk mencoba lebih banyak. Gula secara eksperimental ‒bahkan pada bayi‒ akan menimbulkan efek palatable yang berujung pada kecanduan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana cara menghindari kecanduan gula?
Ada beberapa saran utama agar kita terhindar dari kecanduan gula, yaitu kedisiplinan dalam pola makan sehari-hari. Makan secara teratur, pilih makanan utuh yang minim proses olah ‒konsumsi sayur dan buah lebih baik daripada makanan/minuman olahan dengan gula tambahan‒, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.
Batas konsumsi gula
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki pedoman rekomendasi konsumsi gula sehari-hari. WHO merekomendasikan konsumsi gula bebas ‒untuk orang dewasa dan anak-anak‒ untuk kurang dari 10 persen dari total asupan energi per hari. Misalnya asupan kalori seseorang 2000 kkal, maka maksimum konsumsi gula adalah 50 gr gula (1 gr gula = 4 kkal) per hari. Sebagai informasi pedoman ini tidak merujuk pada gula yang ditentukan secara alami pada buah atau sayur segar.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Kementerian Kesehatan RI merekomendasikan maksimum 50 gr gula atau setara dengan 4 sendok makan gula per hari.
Sumber:
https://neuro.hms.harvard.edu/
https://www.verywellmind.com/sugar-addiction-22149