Konten Media Partner

Belajar Langsung Proses Pembuatan Tahu di Desa Labuhan Ratu VII, Lampung Timur

11 Maret 2020 18:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses penggorengan tahu di home industri pembuatan tahu milik Patmianto saat ditiriskan, Selasa (10/3) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Proses penggorengan tahu di home industri pembuatan tahu milik Patmianto saat ditiriskan, Selasa (10/3) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Lampung Timur - Selain mendapatkan ilmu cara mengambil getah pohon karet, peserta Uji Coba Paket Wisata Desa Labuhan Ratu VII, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur yang difasilitasi Konsorsium Unila-ALeRT di bawah dukungan program Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera), juga diajak untuk melihat langsung proses pembuatan tahu.
ADVERTISEMENT
Kali ini mengujungi home industri milik Patmianto, proses pembuatan tahu ini berlokasi tepat di belakang rumahnya. Saat menuju lokasi terlihat ada sebuah kepulan asap yang melambung tinggi, ketika itu ia tengah merebus kacang kedelai.
Di situ para peserta diajarkan proses pembuatan tahu dari awal. Sebelumnya kacang kedelai telah direndam selama kurang lebih 3 jam kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kotoran yang ada.
"Kedelainya kita pakai yang impor, kalau lokal aci (endapan)-nya kurang. Kalau harganya sama aja," ucapnya saat ditemui Lampung Geh, Selasa (10/3).
Setelah melewati proses perendaman dan pencucian, selanjutnya kedelai tersebut digiling hingga halus dengan menggunakan sebuah mesin. Namun dalam proses penggilingan itu juga sembari dikucurkan air sedikit demi sedikit.
Kacang kedelai saat proses penggilingan di home industri pembuatan tahu milik Patmianto, Selasa (10/3) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh
Kemudian kacang kedelai yang sudah digiling tersebut direbus hingga matang lalu dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan sebuah kain. Di penyaringan tersebut, Patmianto, menggoyang-goyangkan kainnya hingga sari pati dari kedelai tersebut keluar ke dalam wadah berupa ember besar.
Kacang kedelai saat direbus dalam sebuah drum di home industri pembuatan tahu milik Patmianto, Selasa (10/3) | Foto: Dimas Prasetyo/Lampung Geh
Ampas tahu yang telah disaring itu tak dibuang begitu saja melainkan bisa dijual sebagai pakan ternak warga. Biasanya ada warga yang datang untuk membeli ampas tahu kepada Patmianto.
Patmianto saat menyaring kacang kedelai yang sudah direbus hingga sari patinya keluar, Selasa (10/3) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh
"Ampasnya buat makan ternak, itu diwadahin karung. Harganya Rp40 ribu per karung," kata dia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya sari dari kedelai itu dicampurkan dengan larutan dari campuran gula merah aren atau gula merah kelapa. Di proses ini juga, Patmianto, terus mengaduk sari kedelai tersebut dengan tujuan agar endapan dapat menggumpal secara sempurna.
"Takarannya 3 kilo kacang (kedelai) 3 gayung larutan untuk menggumpalkan aci (endapan)-nya. Itu diaduknya 15 menit aja," jelas Patmianto.
Lalu air sisa endapan dibuang dan sebagian disimpan untuk dicampurkan ke larutan. Endapan kedelai tersebut kemudian dicetak dengan cetakan yang sudah disiapkan. Dalam 3 kilogram kedelai ini bisa mengisi 2 cetakan tahu.
"Terus dipres, kalau sudah diiris 3 kilo itu bisa jadi 300 tahu. Kalau tahu yang warna kuning itu dikasih kunyit," papar dia.
Endapan sari kedelai saat dipres untuk menghilangkan airnya di home industri pembuatan tahu milik Patmianto, Selasa (10/3) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh
Proses selanjutnya, kedelai yang sudah menjadi tahu tersebut diangkat dari cetakan dan kemudian dipotong sesuai ukuran. Jika dalam bentuk tahu mentah akan dibungkus menggunakan plastik bening.
Tahu dilakukan pengirisan sesuai dengan ukuran yang ada di home industri pembuatan tahu milik Patmianto, Selasa (10/3) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh
"Daya tahannya 5 hari kalau rajin diganti air tahunya. Setelah dipotong tadi, tahu itu digoreng sampe matang," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya perjalanan dilanjutkan untuk melihat pembuatan batu bata yang masih berada di Desa Labuhan Ratu VII. Tobong merupakan istilah yang dikenal masyarakat sebagai tempat pembuatan batu bata.
Dayat, pemilik tobong, dan istri langsung mengajarkan peserta untuk membuat batu bata. Mula-mula, tanah liat yang sudah dihilangkan dari partikel lain seperti batu dan kayu dibuat menjadi bola-bola kecil.
Proses pembuatan bola-bola tanah liat sebelum dicetak dalam bentuk batu bata, Selasa (10/3) | Foto: Dimas Prasetyo/Lampung Geh
Lalu bola tanah tersebut dimasukkan ke dalam cetakan batu bata, kemudian tanah yang lebih dipotong dengan alat yang terbuat dari seling. Tanah yang tersisa bisa digunakan kembali untuk membuat bata selanjutnya.
Proses pencetakan batu bata di tobong milik Dayat, Selasa (10/3) | Foto: Dimas Prasetyo/Lampung Geh
Proses pembakaran batu bata di tobong milik Dayat, Selasa (10/3) | Foto: Dimas Prasetyo/Lampung Geh
Setelah itu, tanah yang sudah tercetak dikeluarkan dari dalam cetakan dan disusun rapi. Proses selanjutnya adalah penjemuran batu bata hingga kering selama 30 hari. Akhir dari proses pembuatan batu bata tersebut adalah pembakaran agar mengeras selama 1 minggu.
ADVERTISEMENT
"Sekali bakar itu 19 ribuan (batu bata), kalau harga satuannya Rp300 tapi kalau diantar ke rumah jadi Rp500 per bata. Kalau sekali beli minimal seribu bata," tandasnya.(*)