Kenalan dengan Dharma Setyawan, Penggagas 3 Kampung Kreatif di Metro

Konten Media Partner
13 Mei 2019 14:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) | Foto: Instagram/payungi_
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) | Foto: Instagram/payungi_
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lampung Geh, Kota Metro - Anda pernah mendengar Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi)? Atau justru sudah pernah berkunjung ke tempat berwarna-warni tersebut?
ADVERTISEMENT
Jika iya, mari kita ulas sosok inspiratif yang ada di baliknya. Namanya Dharma Setyawan, seorang pria penggagas Payungi yang juga berprofesi sebagai dosen ekonomi di IAIN Metro.
Pasar Yosomulyo Pelangi adalah pasar kuliner yang menjajakan makanan-makanan tradisional seperti pecel, tiwul, getuk, dan lain-lain yang dipromosikan melalui media digital.
Selain kuliner, pasar yang terletak di Jalan Kedondong, Metro Pusat ini juga menghadirkan pernak-pernik lain seperti wahana permainan tradisional, panahan, flying fox, rumah baca, dan kampung kelinci.
"Saya rasa kita sebagai masyarakat punya peran penting untuk membantu pemerintah dalam mengurai permasalahan yang ada di masyarakat, salah satunya melalui ide-ide atau gagasan ekonomi kreatif seperti ini," jelas Dharma saat dihubungi Lampung Geh, Minggu (12/5).
Dharma Setyawan selaku penggagas Payungi | Foto: Dharma Setyawan
Sampai dengan sebelum Ramadan, pasar yang buka setiap Minggu pagi ini sudah menggelar sedikitnya 28 kali pasaran dengan omset penjualan mencapai 1 miliar 32 juta rupiah.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang awalnya memiliki penghasilan yang rendah, saat ini menjadi lebih sejahtera lewat Payungi. Bahkan, dari total 40 - 60 penjual yang ada di sana, banyak yang sudah berkembang pesat dari modal awalnya yang hanya puluhan ribu rupiah.
"Buat saya, inti dari pasar ini bukan pada untungnya, tapi lebih kepada mengembalikan lagi budaya gotong royong, semangat merawat tradisi, dan menciptakan ruang bagi masyarakat."
Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) | Foto: Dharma Setyawan
Di Mulai dari Kampung Pelangi
Sebelum menjadi Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi), Dharma bersama dengan mahasiswa dan komunitas yang ada memulai aksinya melalui Kampung Pelangi. Di project tersebut, ia menyulap rumah-rumah warga dengan mural atau gambar sehingga tampak indah berwarna-warni.
Setelah sukses di project Kampung Pelangi, ia segera menggelar Festival Permainan Tradisional. Festival ini lahir dari rasa keprihatinan kepada anak-anak saat ini yang lebih asyik bermain gawai, dibanding bermain permainan tradisional seperti anak-anak tempo dulu.
ADVERTISEMENT
"Saya gelisah liat anak-anak main HP, padahal harusnya mereka bisa betulan bermain, jadi di sini kami hadirkan permainan tradisional seperti egrang, congklak, gobak sodor, dan sebagainya."
Merambah ke Kampung Literasi dan Kampung Digital
Tahap demi tahap ia lalui dengan sabar dan penuh imajinasi. Ia terus bergerak dengan prinsip learning by doing. Artinya, sambil berjalan, maka di situ pulalah tempat ia belajar.
Oleh karena itu, tanpa perlu berlama-lama larut dalam kesuksesan sebelumnya, ia juga ingin membentuk sebuah kampung buku di sana. Rencananya, di tiap teras rumah warga akan dibuat rak-rak buku dengan desain yang atraktif seperti gambar Batman, Superman, mobil dan lain sebagainya sehingga mampu menarik perhatian dari para pengunjung.
ADVERTISEMENT
"Kami ingin membentuk suatu ekosistem baru, bahwa di Metro itu ada kampung literasi, harapannya bisa seperti kampung bahasa yang ada di Pare."
Melalui project tersebut, ia berharap agar anak-anak sekitar bisa belajar, berwisata dan akhirnya berkembang ke arah yang lebih baik.
Selain itu, kedepannya juga akan dikembangkan kelas desain grafis dan animasi dalam bentuk kampung digital. Rencananya, akan dikembangkan sebuah animasi "Pay dan Ungi" yang menyampaikan pesan tentang pasar tradisional, kampanye tentang ekonomi kreatif, memperkenalkan jajanan pasar, dan lain sebagainya.
"Kami menggalang anak-anak muda di sini bagaimana untuk mengembangan media digital ini sebagai sebuah produk pengembangan industri kreatif."
Terjalnya Perjuangan
Merintis sebuah gerakan ekonomi kreatif di masyarakat desa memang tidak semudah mengembalikkan telapak tangan. Butuh waktu dan usaha maksimal untuk bisa memperoleh kesuksesan yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Dharma menuturkan bahwa pada awalnya banyak warga yang tidak percaya dengan ide-idenya tersebut. Pada waktu itu, masyarakat masih minim imajinasi dan modal sehingga masih bingung dengan arah baru yang ditawarkan oleh Dharma.
Tak tinggal diam, Dharma segera berkoordinasi dengan pengurus musola setempat yakni Musola Nurul Muttaqin untuk memberdayakan uang kas musola untuk warga sekitar guna memutus kendala modal.
"Kas-kas musola atau masjid itu kan biasanya nyakitin warga, jumlahnya banyak tapi nggak berdaya guna buat masyarakat, jadi di sini kita gunakan untuk pemberdayaan masyarakat."
Payungi yang terbukti mampu mengangkat perekonomian masyarakat, pada akhirnya memudahkan Dharma untuk membentuk kampung-kampung baru selanjutnya.
Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) | Foto: Instagram/payungi_ & kakak_zack
Kreativitas dan Optimisme Warga adalah Nomor 1, Pariwisata adalah Bonus
ADVERTISEMENT
Dharma mengatakan bahwa agar kampung yang telah digagas terus berkembang, dibutuhkan kreativitas dan optimisme dari warga sekitar.
Seluruh potensi yang ada di masyarakat sedapat mungkin diberdayakan guna memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri. Mulai dari lahan kosong, ide-ide segar dan kreativitas dari masyarakat selalu diutamakan.
"Upaya kreatif ini tidak boleh berhenti, tapi kita harus terus berimajinasi."
Meski begitu, Dharma juga menegaskan bahwa fokus yang ia tekankan terletak pada pemberdayaan masyarakat, sedangkan pariwisatanya sendiri lebih dianggap sebagai bonus.
---
Laporan Reporter Lampung Geh: Kiki Novilia
Editor : M Adita Putra