Sosok Guru Ngaji di Huntara Lampung Selatan dengan Segala Keterbatasan

Konten Media Partner
3 Juni 2019 16:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Sosok guru ngaji di huntara Desa Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Nur Isti Qomariah yang tetap bersemangat untuk mengajar mengaji | Foto : Obbie Fernando/Lampung Geh
Lampung Geh, Lampung Selatan - Dengan segala keterbatasan sarana prasarana di hunian sementara (huntara) Desa Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Nur Isti Qomariah yang juga menjadi korban tsunami ini tetap bersemangat untuk mencerdaskan anak-anak dengan mengajar mengaji.
ADVERTISEMENT
Saat ditemui Lampung Geh, Nur Isti mengungkapkan bahwa itu merupakan panggilan dari hati untuk membimbing anak-anak agar belajar mengaji.
"Tanpa disuruh juga pasti ibu (sebutan untuk dirinya) mengajarkan anak-anak," ungkapnya kepada reporter Lampung Geh di lokasi huntara, Minggu (2/6).
Dirinya beserta keluarga sudah tinggal di lokasi ini sejak 3 hari dari kejadian tsunami tersebut. Sebelumnya Ia bertempat tinggal di pesisir pantai Desa Cugung, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan.
"Sebelumnya tinggal di rumah saudara di Cugung. Sekarang yang tinggal di huntara ini sudah ada 130 KK (kepala keluarga) lebih, waktu masih di tenda itu hanya 87 KK," urainya.
Dirinya yang sudah bertinggal kurang lebih 5 bulan ini berkeinginan agar anak-anak di sekitarnya bisa mengerti agama dan punya masa depan.
ADVERTISEMENT
"Tanpa landasan agama ke depannya mau seperti apa. Sukses dunia tapi akhiratnya gelap, kalau kata Rasulullah, anak yang mengerti agama dan Alquran ini Insyallah ke depannya dijamin sama Allah," terang dia.
Setidaknya, 40 santri dan santriwati ikut mengaji di huntara tersebut. Pada hari biasa, para anak-anak ini mengaji di waktu magrib, isya dan subuh.
Namun ada keluhan yang diungkapkan Nur Isti saat dirinya mengajarkan mengaji. Keterbatasan ruang sempit menjadi kendala para anak-anak harus bergantian ketika menuntut ilmu.
Para anak-anak di huntara yang tetap semangat mengaji walaupun dengan kondisi keterbatasan | Foto : Obbie Fernando/Lampung Geh
"Namanya sempit di sini, kalau tidak kebagian tempat nanti mintanya abis isya aja kalau pas magrib gak kebagian. Jadi non stop," ujar Nur Isti.
Meski demikian, anak-anak tersebut tetap semangat mengaji dengan berbagai keterbatasan yang ada.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulilah mereka pada semangat pengen baca Alquran, saya kebetulan ngajarnya keras. Jadi kalau huruf salah satu itu gak boleh karena bisa beda artinya. Walaupun sempat nge-down, alhamdulilah mereka semangat lagi," beber dia.
Disinggung bencana tsunami tersebut, Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya para penghuni huntara ini berprofesi sebagai nelayan. Namun profesi itu hilang sejak perahu yang digunakan telah hancur dan terbawa ombak.
"Dulu mereka nelayan, tapi karena perahunya pada hilang jadi gak bisa ngapa-ngapain. Pemasukan sehari-hari biasanya ada bantuan kalau tidak nguli-nguli gitu atau bertani," katanya.
Nur Isti mengharapkan, adanya donatur yang mau dan mampu membuatkan bangunan untuk anak-anak yang bertinggal di huntara ini agar dapat terus mengaji.
"Kalau anak-anak generasinya hancur ke depannya juga bisa hancur. Ibu pengen anak-anak punya masa depan yang baik," harap Nur Isti.(*)
ADVERTISEMENT
--
Laporan reporter Lampung Geh Obbie Fernando
Editor : M Adita Putra