Dari Ghozali hingga Netizen Indonesia Latah NFT, Apa Solusinya?

Latifatul Zahiroh
Mahasiswi S1 Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
18 Januari 2022 20:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Latifatul Zahiroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi rancangan blockchain. Foto: Unsplash.com/Shubham Dhage
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rancangan blockchain. Foto: Unsplash.com/Shubham Dhage
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, istilah "NFT" atau Non-Fungible Token kian santer disebut-sebut warga Indonesia, terutama warga internet (netizen). Hal ini dipantik oleh berita tentang Ghozali Ghozalu, yang kabarnya sukses meraup miliaran rupiah "hanya" dari menjual foro selfie-nya di OpenSea.
ADVERTISEMENT
Masifnya arus informasi yang menerpa tiap hari, membuat banyak netizen Indonesia terfokus menyerap sisi sukses Ghozali. Hal ini selanjutnya memunculkan kelatahan, ditambah dengan beberapa public figure yang turut membahas dan bahkan mulai terjun menjual "karya"di e-commerce versi ala-ala Metaverse, seperti OpenSea yang populer disebut-sebut karena (lagi-lagi) kesuksesan Ghozali.
Netizen Indonesia, sebagaimana kebanyakan fenomena yang viral, biasanya akan cenderung ikut-ikutan. Pun dalam konteks ini, banyak yang latah dan berpikir instan, tanpa mendalami dulu terkait bidang yang mereka ingin tekuni. Jadilah, banyak yang kemudian memenuhi OpenSea dengan banyak "karya", mulai dari foto-foto selfie beraneka ragam dan pose, hingga berjualan baju seolah OpenSea adalah marketplace layaknya tempat menjajakan dagangan online shop-nya.
Di sinilah diperlukan aksi dan pemahaman kolektif dalam menyikapi fenomena baru di dunia digital modern seperti sekarang. Diperlukan adanya concern dalam memandang suatu isu, lebih spesifik menyorot kelatahan netizen Indonesia (Indotizen) dalam mengekor keberhasilan Ghozali.
ADVERTISEMENT
Jalan Keluar Kelatahan Instan NFT
Lebih lanjut, penulis menarik benang merah terkait beberapa poin yang patut digarisbawahi, bahwa dalam permasalahan ini, peran pemerintah Indonesia sangat krusial. Edukasi dari pemerintah serta kerja sama media semestinya bisa lebih sinergis untuk menciptakan arus informasi yang tidak hanya framing sisi "enaknya" Ghozali yang seolah-olah gampang meraup miliaran rupiah, tetapi memberi pandangan pula mengenai value di balik pencapaian dan proses mencapai titik tersebut.
Selain itu, tentu saja edukasi tentang NFT dan serba-serbinya perlu digaungkan disertai korelasinya terhadap perundang-udangan di Indonesia, semisal tentang cryptocurency sendiri apakah sudah legal atau belum, atau masih abu-abu, dan seluk-beluk konstelasi Metaverse.
Bergerak lebih lanjut, untuk netizen Indonesia sendiri, penting untuk proaktif me-literasi-kan diri. Jangan mudah terbawa arus dan sekadar mengambang di permukaan. Pastikan menggali ilmu agar bisa menyelam dengan bijak, sehingga tak mudah latah secara gegabah yang justru dapat berpotensi merugikan diri sendiri dan mengganggu kenyamanan orang lain.
ADVERTISEMENT
Di era yang serba digital seperti sekarang, mengasah ilmu dan keterampilan sudah sangat aksesibel. Tidak hanya terbatas pada jalur pendidikan formal, jalur otodidak pun sudah terbuka lebar, tinggal bagaimana kemauan untuk proaktif dalam mengajak diri untuk lebih sadar dan bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, untuk belajar hal baru.
Contoh sederhananya, bisa belajar dari sumber-sumber kanal YouTube edukatif yang menyediakan pandangan akurat dari para expert di bidang NFT secara khusus. Belajarlah dengan filter sumbernya dahulu. Dengan kata lain, jangan sampai belajar NFT dari beauty vloggers, atau belajar saham dari seleb TikTok yang tidak linier bidang keilmuannya (kecuali memang background keilmuan mereka mendukung dan mumpuni untuk memberi informasi terkait NFT, sehingga valid dan kredibel).
ADVERTISEMENT
Di samping metode belajar audiovisual seperti di YouTube, ada pula pintu belajar yang lain yang efektif, yaitu dengan memaksimalkan fungsi search engine Google sebagai alat untuk memperluas wawasan. Hampir seluruh netizen tentunya sudah familier dengan Google, bukan? Maka dari itu, dalam konteks ini, belajar NFT dan seluk-beluk dunia Metaverse bisa mulai dipelajari, baik dari laman-laman dengan gaya penyajian informasi secara ringan lewat pendekatan bahasa yang mudah dicerna, hingga kajian ilmiah seperti Google Scholar pun sudah tersedia. Atau, jika serius untuk mendalami lebih jauh, tak salah untuk menggaet mentor atau mengikuti kursus yang relevan.
Ringkasnya, dalam menyikapi potensi bahaya akibat kelatahan netizen Indonesia dalam pusaran NFT, diperlukan dua aspek vital, yaitu kebijakan kontekstual pemerintah dan kebijaksanaan diri sendiri sebelum memulai kelatahan NFT.
ADVERTISEMENT